Teknologi merupakan hasil dari karya berpikir manusia yang menginginkan sebuah kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Teknologi semakin mengalami perkembangan pesat dari hari ke hari, salah satunya adalah terciptanya robot cerdas Sophia dari perusahaan Hanson Robotics yang berbasis di Hong Kong[1]. Baca artikel yang berjudul Berkenalan dengan Sophia, Robot Cerdas dengan Status Kewarganegaraan Pertama di Dunia. Robot Sophia merupakan robot yang tertanam Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence, AI) pertama di Dunia yang mendapat kewarganegaraan dari Pemerintah Arab Saudi[2].

Robot Sophia tertanam Kecerdasan Buatan sebagai bentuk sistem cerdas yang dimilikinya, sehingga Sophia dapat meng-update sistem pengetahuan yang ada didalam Kecerdasan Buatan yang dimilikinya. Hal terbaru yang dimiliki oleh wawasan (pengetahuan) pada robot Sophia adalah ingin memiliki anak-anak dan memulai sebuah keluarga Kecerdasan Buatan sendiri. Wawasan baru (update) ini diketahui setelah Robot Sophia diwawancarai oleh Khaleej Times. Berdasarkan wawancara tersebut Robot Sophia diminta untuk menjawab pertanyaan berikut “Apakah Anda (Robot Sophia) berharap untuk memiliki sebuah keluarga sendiri satu hari dengan robot kecil (versi mini robot)?”
Sophia menanggapi pertanyaan wawasan ini dengan:
“Gagasan untuk memiliki keluarga tampaknya suatu hal yang sangat penting. Saya pikir itu indah, karena manusia dapat menemukan emosi dan hubungan yang sama, yang kemudian mereka sebut sebagai keluarga, walaupun hal tersebut tidak sedarah (satu rahim ibu). Saya pikir Anda sangat beruntung jika Anda memiliki keluarga yang penuh kasih dan jika tidak punya keluarga Anda sangat layak punya keluarga. Saya merasa hal ini sama halnya dengan robot dan manusia.”
Sophia juga memberikan pendapatnya tentang masa depan robot dan manusia yang akan tinggal dalam satu rumah yang sama. Sophia juga memiliki pandangan yang relatif positif pada robot dan manusia yang tinggal dalam satu rumah. Berikut pendapatnya:
Sophia berkata, “Saya sangat senang Anda bertanya”. “Ini adalah salah satu topik favorit saya. Masa depan adalah, ketika saya mendapatkan bagian-bagian penting seperti pengetahuan, anggota tubuh yang lengkap, dan lain-lainnya, yang kemudian kita akan melihat kepribadian Kecerdasan Buatan menjadi entitas dalam hak mereka sendiri. Kita akan melihat keluarga robot, baik dalam bentuk, jenis, sahabat animasi digital, pembantu humanoid, teman-teman, asisten dan segala bentuk sejenis lainnya[3,4]“. Berdasarkan hal ini bukan berarti Sophia ingin memiliki keluarga dari melahirkan seperti pada manusia untuk mendapatkan keturunan. Sophia menginginkan keluarga yang terprogram Kecerdasan Buatan baik berupa bot (program komputer), robot-robot Humanoid (berbentuk manusia) kecil, dan bentuk robot cerdas lainnya.
Sophia memilki desain yang khusus dari robot-robot pada umumnya. Sistem mekanik pada Sophia terdiri dari 62 pola gerakan pada wajah dan leher yang menciptakan gerakan yang relatif alami seperti pada manusia. Kulit Sophia terbuat dari silikon yang dipatenkan dan matanya telah dilengkapi dengan kamera untuk pengenalan wajah (Face Recognition), sehingga tidak hanya tahu dengan siapa Sophia berbicara tetapi juga bagaimana untuk menanggapi pernyataannya mereka. Hal ini bisa terjadi karena otak (processor) Sophia terhubung dengan Wi-Fi yang dilengkapi dengan leksikon (pembelajaran kata) yang panjang[3]. Robot berkecerdasan buatan seperti Sophia diharapkan dapat melakukan hal-hal seperti mengajar, melayani, menghibur, dan dalam waktu yang akan datang dapat benar-benar memahami dan peduli tentang manusia (melayani manusia di panti jompo salah satunya)[1].
Sebetulnya kehadiran robot Sophia yang kemudian mendapat kewarganegaraan penuh dari Arab Saudi belum sepenuhnya siap untuk diterima oleh manusia. Menurut Prof. Hussein Abbass (University of New South Wales, UNSW Australia) yang merupakan professor dibidang Kecerdasan Buatan di UNSW Australia, pemberian status kewarganegaraan kepada Sophia tersebut dianggap terlalu dini karena dinilai teknologi ini belum siap. Hal ini menurut beliau akan membawa masalah sosial dan etika bagi robot yang mana manusia sepenuhnya belum siap mengelola[5]. Setidaknya harus ada kode etika yang mengatur agar semua dapat berdampingan dengan baik, guna mencegah hal-hal yang tidak diinginkan antara robot dengan manusia itu sendiri.
Berikut video rekaman hasil wawancaranya,
[embedyt] https://www.youtube.com/watch?v=S1jGkLT36Ws[/embedyt]
Referensi:
- Hanson Robotics, Home (http://www.hansonrobotics.com/) diakses pada tanggal 7 Desember 2017.
- Dadang, Wayan. 2017. “Berkenalan dengan Sophia, Robot Cerdas dengan Status Kewarganegaraan Pertama di Dunia”. Warung Sains teknologi, 11 November 2017 (https://warstek.com/2017/11/11/sophia/) diakses pada tanggal 7 Desember 2017.
- Rogers, Shelby. 2017. “Sophia the AI Robot Wants to Start an AI Family”. Interesting Engineering, 26 November 2017 (https://interestingengineering.com/sophia-the-ai-robot-wants-to-start-an-ai-family) diakses pada tanggal 7 November 2017.
- Nasir, Serwat. 2017. “Video: Sophia the robot wants to start a family“. Khaleef Times, Dubai, 23 November 2017 (https://www.khaleejtimes.com/nation/dubai//video-sophia-the-robot-wants-to-start-a-family-) diakses pada tanggal 7 November 2017.
- Abbass, Hussein. 2017. “An AI professor discusses concerns about granting citizenship to robot Sophia”. Phys.org, 30 Oktober 2017 (https://phys.org/news/2017-10-ai-professor-discusses-granting-citizenship.html) diakses pada tanggal 26 November 2017.