Penggunaan bahan bakar fosil merupakan penghasil utama emisi gas CO2. Bahan bakar fosil pada umumnya digunakan pada transportasi baik darat, laut maupun udara. Pada tahun 2010, sektor transportasi menyumbang emisi gas CO2 sebesar 5,53 juta ton[1]. Negara-negara di dunia mulai mencari solusi untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Pada sektor transportasi laut, China telah memproduksi kapal kargo listrik dan USA telah membuat speedboat listrik. Solar Impulse 2 merupakan produk prototype transportasi udara dari Swiss yang telah melakukan penerbangan dari Abu Dhabi hingga San Francisco. Di sektor transportasi darat, Tesla menguasai pasar mobil listrik dengan teknologi baterai litium ion. Namun, ada satu transportasi massal di darat yang belum tersentuh energi terbarukan yaitu kereta api. Kereta api konvensional masih menggunakan bahan bakar diesel yang menghasilkan emisi gas CO2 dan kebisingan dari mesinnya.
Jerman dan India menjadi negara terdepan dalam penggunaan energi terbarukan pada kereta api. Mereka sedang merancang dan membuat kereta listrik yang sepenuhnya digerakkan oleh energi terbarukan untuk mengganti kereta api berbahan bakar diesel. Perlu diketahui, listrik yang digunakan pada kereta listrik masih disuplai oleh pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar fosil.
Kereta Api India Bertenaga Sel Surya
Pemerintah India mengejutkan dunia pada konferensi Climate Change tahun 2015 melalui pernyataannya yang akan memproduksi listrik sebesar 160 GW dari turbin angin dan sel surya pada tahun 2022[2]. Hal ini mendorong instalasi sel surya di India mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Sel surya terapung mulai dibangun di beberapa kota untuk merealisasikan janjinya. Selain itu, India juga menginvestasikan dana yang cukup besar untuk memasang sel surya di atap kereta pada bulan Desember 2017. Sel surya yang digunakan merupakan jenis sel surya lapisan tipis yang fleksibel. Sel surya tersebut akan dipasang di atap 250 kereta lokal[3]. Listrik yang dihasilkan digunakan pada AC dan lampu di dalam kereta. Selain itu, baterai litium ion digunakan sebagai tempat penyimpanan energi pada kereta tersebut.
Gambar 1. Kereta api bertenaga sel surya di India[2]
16 panel sel surya akan dipasang di setiap gerbong kereta yang mampu menghasilkan daya 300 Wp. Kereta listrik sel surya diperkirakan mampu mengurangi penggunaan diesel sebanyak 21.000 liter per tahun dan mengurangi emisi gas CO2 sebanyak 9 ton per tahun[3]. Kereta tersebut dapat berjalan selama 72 jam dengan kecepatan 80 km/jam. Pada bulan Maret 2015, India telah memiliki 7.137 stasiun kereta api. Arun Jaitley, Menteri Keuangan India, mengumumkan bahwa 7.000 stasiun kereta di India akan menggunakan pembangkit listrik tenaga surya dengan kapasitas 1.000 MW[4]. Saat ini, pemerintah India masih menyelesaikan pembangunan 300 stasiun bertenaga sel surya dengan harapan bertambah menjadi 2,000 stasiun kereta api secepatnya[4]. Kereta listrik ini belum sepenuhnya menjadikan sel surya sebagai energi utama karena bahan bakar utama untuk menggerakkan kereta masih menggunakan diesel. Meski demikian, pemerintah India sedang merancang sel surya yang lebih efektif dan efisien agar kereta api tersebut dapat sepenuhnya digerakkan oleh listrik yang berasal dari sel surya. Ini adalah langkah awal untuk menerapkan energi yang ramah lingkungan pada kereta listrik.
Gas Hidrogen sebagai Sumber Energi Kereta Api di Jerman
Jika India merancang kereta listrik dengan menggunakan teknologi sel surya, Jerman merancang kereta yang digerakkan sepenuhnya oleh listrik menggunakan teknologi fuel cell. Bahan bakar dari teknologi fuel cell adalah gas hidrogen dan oksigen dari udara. Kereta listrik ini pun akan menggunakan baterai litium ion sebagai tempat penyimpanan energi. Alstom, perusahaan pembangkit listrik asal Perancis, akan membuat 14 kereta listrik berbahan bakar gas hidrogen yang akan diuji coba di Jerman pada tahun 2018[5]. Kereta ini diberi nama Coradia iLint yang mampu menempuh perjalanan sepanjang 1.000 km dengan satu tangki gas hidrogen yang terisi penuh. Kecepatan maksimum yang bisa dicapai adalah 140 km/jam[5]. Fuel cell adalah perangkat elektrokimia yang mereaksikan gas hidrogen dan oksigen untuk menghasilkan listrik. Selain listrik, produk yang dihasilkan oleh fuel cell adalah uap air. Perusahaan tersebut mengatakan bahwa gas hidrogen yang digunakan pada kereta listrik merupakan produk samping dari industri. Proyek ini merupakan kerjasama antara Alstom dan Linde (perusahaan gas asal Jerman) yang akan menyuplai gas hidrogen.
Gambar 2. Desain kereta api dengan teknologi fuel cell[6]
Uji coba yang akan dilakukan di Jerman menarik perhatian pemerintah UK. Pemerintah UK menyatakan akan menggunakan teknologi fuel cell pada kereta listriknya pada 2021 jika uji coba tersebut berhasil[7]. Pada tahun 2050, pemerintah UK menargetkan zero emissions di setiap sektor transportasi. Salah satu kota di UK yang sedang menyiapkan konsep zero emissions adalah Oxford. Hal ini sejalan dengan hasil diskusi mengenai perubahan iklim yang diselenggarakan di Bonn, Jerman pada bulan November 2017 untuk mengurangi emisi CO2 yang dihasilkan dari berbagai sumber. Diskusi tersebut dihadiri oleh negara-negara yang tergabung dalam jaringan PBB.
Teknologi fuel cell akan semakin luas penggunaannya terutama di sektor transportasi darat karena efisiensinya dua kali lipat dibanding mesin diesel. Sebelum India dan Jerman mengembangkan kereta listrik berteknologi sel surya dan fuel cell, pemerintah Belanda telah terlebih dahulu membuat kereta listrik menggunakan energi angin. Namun, konsep kereta listrik yang dibuat oleh pemerintah Belanda adalah dengan mentransmisikan listrik dari pembangkit listrik tenaga angin yang berada di luar sistem kereta[8]. Sedangkan Jerman dan India menggunakan sel surya dan fuel cell sebagai penghasil energi listrik dalam satu sistem dengan kereta.
https://www.youtube.com/watch?v=O3bUE9uHkqM
Referensi
[1] Ritchie, H dan Max R. CO2 and other Greenhouse Gas Emissions. https://ourworldindata.org/co2-and-other-greenhouse-gas-emissions/ (diakses pada 7 Januari 2018)
[2] The Economic Times. 2017. Indian Railways Launches First Solar-Powered Trarin. https://economictimes.indiatimes.com/industry/transportation/railways/indian-railways-launches-first-solar-powered-train/more-power-to-railways/slideshow/59593824.cms (diakses pada 7 Januari 2018)
[3] Miley, J. 2017. 250 Trains Will Be Fifted With Rooftop Solar Panels in India. https://interestingengineering.com/250-trains-will-be-fitted-with-rooftop-solar-panels-in-india (diakses pada 7 Januari 2018)
[4] Climate Action. 2017. Solar Panels to be fifted on 250 Trains in India. http://www.climateactionprogramme.org/news/solar-panels-to-be-fitted-on-250-trains-in-india (diakses pada 7 Januari 2018)
[5] Reuters. 2017. Germany Signs Contract for First Hydrogen-Powered Passenger Trains. https://www.reuters.com/article/germany-trains-hydrogen/germany-signs-contract-for-first-hydrogen-powered-passenger-trains-idUSL8N1NF5XJ (Diakses pada 7 Januari 2018)
[6] Alstom Communication. 2017. Coradia iLint : Alstom’s Zero-Emission Train. Alstom
[7] Burgess, M. 2017. World’s First Hydrogen-Powered Passenger Trains Takes to The Tracks in Germany. http://www.wired.co.uk/article/hydrogen-train-alstom-testing (Diakses pada 7 Januari 2018)
[8] The Guardian. 2017. Dutch Electric Trains Become 100% Powered by Wind Energy. https://www.theguardian.com/world/2017/jan/10/dutch-trains-100-percent-wind-powered-ns (Diakses pada 7 Januari 2018)
Mahasiswa S2 Teknik Kimia ITB