Sejak pandemi COVID-19 melanda dunia, pola kerja mengalami perubahan yang sangat signifikan. Salah satu transformasi terbesar adalah adopsi sistem kerja jarak jauh atau yang dikenal dengan remote working, khususnya model Work From Home (WFH). Jika sebelumnya bekerja dari rumah hanya menjadi pilihan bagi segelintir profesi, kini sistem tersebut menjadi bagian tak terpisahkan dari rutinitas kerja banyak orang. Dalam konteks ini, dua kajian ilmiah yang berasal dari e-Jurnal Nobel dan Open Journal UNPAM memberikan pemahaman penting mengenai dampak kerja jarak jauh terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan.
Kajian pertama dari e-Jurnal Nobel berjudul “Pengaruh Work From Home terhadap Job Satisfaction Karyawan Remote: Peran Work–Life Balance dan Work Stress” menyoroti bagaimana WFH memengaruhi kepuasan kerja melalui dua jalur utama: keseimbangan antara kehidupan dan pekerjaan (work–life balance), serta tingkat stres kerja (work stress). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fleksibilitas waktu yang ditawarkan oleh sistem kerja dari rumah memberikan dampak positif terhadap keseimbangan hidup karyawan. Tanpa harus menghabiskan waktu di perjalanan dan dengan kontrol yang lebih besar atas waktu pribadi, banyak karyawan merasa memiliki ruang yang lebih luas untuk menjalani kehidupan pribadi secara lebih seimbang.
Baca juga: https://warstek.com/belajar-dari-pandemi/
Namun, di balik manfaat tersebut, muncul tantangan baru yang tidak bisa diabaikan. Ketika rumah juga menjadi tempat bekerja, batas antara kehidupan pribadi dan pekerjaan menjadi semakin kabur. Akibatnya, tidak sedikit karyawan yang mengalami peningkatan stres karena merasa harus selalu siap bekerja kapan pun, bahkan di luar jam kerja normal. Meski demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh positif dari meningkatnya work–life balance masih lebih besar dibandingkan efek negatif dari stres kerja. Hal ini menandakan bahwa WFH tetap memiliki potensi untuk meningkatkan kepuasan kerja, asalkan perusahaan mampu membantu karyawannya menjaga keseimbangan tersebut dan mengelola stres yang mungkin muncul.
Sementara itu, kajian kedua dari Open Journal UNPAM memberikan tinjauan literatur yang komprehensif tentang kekuatan dan kelemahan sistem kerja jarak jauh. Di satu sisi, remote work menawarkan banyak keuntungan, seperti fleksibilitas tempat dan waktu, peningkatan efisiensi, serta kesempatan untuk bekerja dalam lingkungan yang lebih nyaman. Bagi sebagian besar karyawan, terutama mereka yang memiliki tanggung jawab keluarga, sistem ini memberikan ruang yang lebih besar untuk menyeimbangkan peran profesional dan peran domestik. Bahkan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa produktivitas karyawan justru meningkat saat bekerja dari rumah.
Namun, di sisi lain, kelemahan sistem ini juga cukup mencolok. Salah satu kendala utama adalah keterbatasan infrastruktur, seperti kualitas koneksi internet dan kurangnya perangkat kerja yang memadai. Selain itu, komunikasi antar karyawan yang sebelumnya berjalan lancar di kantor menjadi terhambat oleh jarak fisik. Kurangnya interaksi langsung membuat kolaborasi menjadi tidak seefektif sebelumnya, bahkan menimbulkan miskomunikasi yang berdampak pada penurunan kinerja tim. Lebih dari itu, rasa kesepian dan isolasi sosial menjadi persoalan serius bagi sebagian karyawan. Bekerja dari rumah dalam jangka panjang dapat mengurangi rasa memiliki terhadap organisasi dan mengikis semangat kerja.
Mengintegrasikan temuan dari kedua studi tersebut, tampak jelas bahwa keberhasilan WFH sangat tergantung pada bagaimana organisasi mengelola transisi ini secara strategis. Tidak cukup hanya menyediakan fasilitas bekerja dari rumah, perusahaan juga harus membangun sistem yang mendukung kesehatan mental, komunikasi efektif, serta kolaborasi yang produktif meskipun dilakukan secara virtual. Hal ini mencakup kebijakan jam kerja yang fleksibel namun terstruktur, penyediaan peralatan kerja yang memadai, pelatihan penggunaan platform digital, hingga pengembangan budaya kerja yang inklusif dan suportif.
Di masa mendatang, kerja jarak jauh tampaknya tidak akan menjadi tren sementara, melainkan bagian dari strategi jangka panjang dalam manajemen sumber daya manusia. Untuk itu, organisasi dituntut untuk lebih adaptif dan inovatif dalam mengelola sumber daya manusia di era digital. Mereka perlu menetapkan indikator kinerja yang lebih fokus pada hasil, bukan sekadar kehadiran fisik, serta menciptakan sistem evaluasi yang transparan dan akuntabel.
WFH bisa menjadi alat yang sangat efektif untuk meningkatkan kepuasan dan produktivitas kerja, selama diterapkan dengan pendekatan yang holistik dan berpusat pada manusia. Organisasi harus menunjukkan komitmen dalam menyediakan dukungan teknologi, membangun komunikasi yang terbuka, serta memperhatikan kesejahteraan emosional dan sosial karyawannya. Kedua kajian ilmiah ini membuktikan bahwa WFH bukan hanya soal tempat bekerja, tetapi juga soal bagaimana perusahaan membentuk ekosistem kerja yang sehat dan berkelanjutan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kerja dari rumah bisa menjadi peluang emas untuk menciptakan sistem kerja yang lebih fleksibel, efisien, dan manusiawi—selama organisasi bersedia membangun fondasi yang kokoh untuk mendukungnya.
Referensi:
Putri, A. N., & Wahyuni, S. (2023). Pengaruh Work From Home terhadap Job Satisfaction Karyawan Remote: Peran Work–Life Balance dan Work Stress. e‑Jurnal Nobel, 14(2), 280–290. Diakses dari https://e-jurnal.nobel.ac.id/index.php/jbk/article/view/4944
Setiawan, D., & Rahmadhani, A. (2023). Pengaruh Sistem Kerja Jarak Jauh (Remote Working System): Kelebihan dan Kekurangan bagi Kinerja Karyawan. Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (SNHPPM), Universitas Pamulang. Diakses dari https://openjournal.unpam.ac.id/index.php/SNH/article/view/43829

