Mekanisme Alergi dalam Tubuh Manusia

Alergi adalah respons berlebihan sistem kekebalan tubuh terhadap zat asing (alergen) yang seharusnya tidak menimbulkan reaksi berbahaya. Pada individu yang […]

mekanisme alergi

Alergi adalah respons berlebihan sistem kekebalan tubuh terhadap zat asing (alergen) yang seharusnya tidak menimbulkan reaksi berbahaya. Pada individu yang mengalami alergi, sistem imun salah mengenali zat-zat seperti serbuk sari, debu, atau makanan tertentu sebagai ancaman dan bereaksi dengan menghasilkan peradangan serta gejala fisik yang beragam. Mekanisme alergi ini melibatkan beberapa tahapan kompleks yang melibatkan berbagai komponen imun, seperti imunoglobulin E (IgE), sel mast, dan histamin.

Sumber: id.pinterest.com

Tahap Awal Mekanisme Alergi

Proses alergi dimulai ketika tubuh pertama kali terpapar alergen, sebuah fase yang disebut sebagai sensitisasi. Pada tahap ini, alergen masuk ke dalam tubuh dan dikenali oleh sel penyaji antigen (APC), seperti sel dendritik. Sel APC kemudian memproses alergen dan mempresentasikannya ke sel T helper tipe 2 (Th2). Sel Th2 memicu aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi spesifik jenis IgE.

IgE yang dihasilkan kemudian menempel pada reseptor spesifik di permukaan sel mast dan basofil, yaitu sel kekebalan yang berperan dalam reaksi alergi. Pada tahap ini, tubuh belum menunjukkan gejala alergi, namun telah siap untuk bereaksi saat terpapar kembali dengan alergen yang sama.

Fase Pemicu dan Pelepasan Mediator Kimia

Ketika tubuh terpapar kembali dengan alergen yang sama, alergen tersebut berikatan dengan IgE yang telah terikat pada sel mast dan basofil. Ikatan ini memicu degranulasi sel mast, yaitu pelepasan granula berisi mediator kimia seperti histamin, leukotrien, dan prostaglandin. Histamin adalah zat utama yang bertanggung jawab atas gejala alergi, seperti gatal, pembengkakan, dan peningkatan produksi lendir. Mediator lain seperti leukotrien dapat menyebabkan kontraksi otot polos, sehingga memicu asma atau sesak napas.

Respons Imun Inflamasi

Setelah pelepasan mediator kimia, tubuh mengalami respons inflamasi lokal maupun sistemik. Contoh respons lokal dapat terlihat pada kulit yang mengalami ruam atau bengkak, sedangkan reaksi sistemik bisa berupa anafilaksis, yaitu kondisi yang mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera. Mediator kimia memperlebar pembuluh darah dan meningkatkan permeabilitasnya, sehingga cairan mudah keluar dari pembuluh dan menyebabkan pembengkakan di jaringan sekitarnya.

Selanjutnya, eosinofil dan neutrofil, yaitu sel darah putih, akan teraktivasi dan bergerak menuju area tempat alergen berada untuk memperkuat respons imun. Namun, dalam kondisi alergi kronis, seperti rhinitis alergi atau asma, keberadaan eosinofil yang berlebihan dapat memperburuk peradangan dan kerusakan jaringan.

Regulasi dan Pencegahan Alergi

Secara alami, tubuh memiliki mekanisme untuk mengatur respons imun agar tidak berlebihan. Namun, pada individu dengan alergi, regulasi ini tidak berfungsi optimal. Faktor genetik dan lingkungan turut mempengaruhi kecenderungan seseorang mengalami respon imun ini. Beberapa individu mungkin lebih rentan karena adanya riwayat keluarga dengan kondisi alergi atau paparan alergen yang tinggi di lingkungan sekitar.

Kita dapat melakukan pencegahan alergi dengan menghindari alergen pemicu atau menggunakan obat-obatan seperti antihistamin, kortikosteroid, dan imunoterapi alergen (desensitisasi). Imunoterapi bertujuan untuk mengurangi sensitivitas tubuh terhadap alergen dengan cara memberikan dosis alergen yang meningkat secara bertahap, sehingga tubuh dapat beradaptasi dan mengurangi responsnya. Meskipun demikian, pemberian obat dan desensitisasi perlu dilakukan berdasarkan arahan atau rekomendasi tenaga kesehatan.

Referensi

National Center for Biotechnology Information. 2023. The Immune Response to Allergens. Diakses pada 17 Oktober 2024 dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK447112/

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top