Krisis energi global sekarang ini tengah menjadi kebutuhan perbincangan hangat pada di kalangan masyarakat dunia. Menipisnya persediaan bahan bakar fosil akan membahayakan pasokan energi dunia di masa mendatang. Badan Energi Internasional (IEA) mencatat bahwa permintaan energi seluruh dunia mengalami pertumbuhan 2,3% pada tahun 2018. Dari jumlah tersebut, bahan bakar fosil mendominasi sekitar 70% dari pertumbuhan di tahun kedua berjalan. Kondisi ino tentu perlu mendapat perhatian mengingat bahan bakar fosil adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui [1]. Selain itu, senyawa CO2, NOx dan SOx yang diemisikan dari pembakaran bahan bakar fosil menjadi penyebab utama global warming . Hal ini mendorong ditemukannya inovasi sumber energi alternatif yang mudah didapat, efisien dan berkelanjutan. Inovasi ini kemudian dikenal dengan istilah Energi Baru Terbarukan.
Energi Baru Terbarukan
Salah satu sumber energi yang berkembang pesat diantaranya adalah energi angin, matahari serta energi nuklir.Namun, ketiga sumber energi ini belum dapat diterapkan secara efektif pada sistem-sistem yang membutuhkan bensin seperti kendaraan bermotor. Biodiesel dan biofuel pun sempat menjadi alternatif solusi pengganti bahan bakar fosil. Namun karena sifat keduanya yang korosif terhadap logam sehingga solusi ini belum dapat menggantikan peran bahan bakar fosil sepenuhnya [2]. Untuk mengurangi dampak perubahan iklim global yang disebabkan pembakaran bahan bakar fosil, diperlukan sumber energi baru terbarukan tanpa karbon [3]
Bahan bakar Logam
Seorang profesor peneliti, Jeffrey Bergthorson dari Trottier Institute for Suistainability in Engineering and Design di McGill University , Kanada menyebutkan bahwa penggunaan bahan bakar biodiesel dan biofuel masih kurang memuaskan. Contohnya hidrogen yang membutuhkan wadah yang besar serta sifatnya yang eksplosif. Sementara itu, baterai hanya memiliki penyimpanan energi yang sedikit juga tidak dapat digunakan untuk skala besar.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bergthorton dan ilmuan Badan Antariksa Eropa di Belanda, berbagai bahan logam dinilai memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahan bakar logam. Misalnya Aluminium, Magnesium, Silikon dan Besi.
Suatu bahan bakar bersumber dari bahan yang dapat dioksidasi dengan oksigen dari udara. Proses oksidasi inilah yang kemudian menghasilkan energi. Reaksi oksidasi logam yang lambat menyebabkan logam memiliki efisiensi tinggi dengan biaya kepadatan daya yang rendah.
Minimalisasi Emisi Karbon
Ide pembakaran logam bukanlah merupakan suatu hal yang baru. Sejak abad ke-20, berbagai jenis logam telah digunakan sebagai bahan peledak, propelan roket seperti pendorong bahan bakar pendorong pesawat ulang-alik.
Dalam penelitiannya, tim McGill membandingkan keunggulan serbuk logam itu sendiri yakni saat logam bereaksi dengan oksigen (dalam hal ini saat dibakar) udara akan menghasilkan produk oksida padat dan hidroksida yang cukup mudah dikumpulkan serta dapat didaur ulang [4].Hal ini juga menjadi solusi pencemaran emisi pembakaran bahan bakar fosil yang selama ini melepaskan emisi karbon dioksida secara bebas ke atmosfer.
Sumber: Applied Energy Journal
Salah satu unsur logam yang dapat dijadikan sumber energi adalah besi (Fe). Unsur bernomor atom 26 ini adalah logam yang mudah terbakar. Dalam kehidupan sehari-hari besi digunakan untuk berbagai keperluan industri dan teknologi. Jumlah produksinya mencapai jutaan per tahun. Selain itu, pembuatan besi sendiri merupakan teknik bebas emisi karbon sehingga memungkinkan produksi besi dapat dilakukan secara massal.
Dengan adanya penelitian yang dilakukan McGill tersebut menjadi jalan awal yang menunjukkan bahwa pembakaran logam dapat menjadi kandidat ide untuk mewujudkan masa depan energi dunia.
Referensi
[1] Badan Energi Internasional: Konsumsi Batu Bara Masih Tinggi https://www.cnbcindonesia.com/news/20190328192213-4-63544/badan-energi-internasional-konsumsi-batu-bara-masih-tinggi. Diakses pada 27 Mei 2020.
[2] Serpihan Logam Sebagai Pengganti Bahan Bakar Fosil http://kedaisains.blogspot.com/2016/01/serpihan-logam-sebagai-pengganti-bahan.html?m=1. Diakses pada 27 Mei 2020.
[3] Nakata. T., Silva. D., dan Rodionov, M. 2011. Application of energy system models for designing a low-carbon society. Progress in Energy Combustion Science, 37: 462–502.
[4] Bergthorson, J.M., Goroshin, S., Soo, M.J., Julien, P., Palecka, J., Frost, D.L., dan Jarvis, D.J. 2015. Direct combustion of recyclable metal fuels of zero-carbon. Applied Energy, 160 : 368-382 https://doi.org/10.1016/j.apenergy.2015.09.037