Jahe (Zingiber Officinale Rosc.) merupakan tanaman rempah yang mengandung 400 senyawa bioaktif didalamnya. Senyawa utama pada jahe terdiri dari karbohidrat (50-70%), lemak (3-8%), senyawa terpena dan senyawa fenolik. Jahe, selain sering digunakan sebagai bumbu dan rempah tradisional sejak zaman dahulu, memiliki rasa yang khas yang memberikan sensasi pedas saat dikonsumsi. Sensasi pedas ini dapat memberikan efek yang menyegarkan dan menghangatkan, terutama saat jahe dikonsumsi dalam bentuk minuman hangat atau sebagai bagian dari makanan yang dimakan saat cuaca dingin. Tapi, mengapa jahe memiliki rasa yang pedas seperti itu?
Jahe mengandung senyawa terpena seperti alfa-farnesen, beta-sesquiphellandrene, dan alfa-kurkumen. Senyawa-senyawa ini adalah komponen alami yang memberikan aroma, rasa, dan sifat khas pada jahe. Terpena sendiri adalah kelompok senyawa organik yang ditemukan secara luas dalam tanaman dan memiliki berbagai peran biologis. Masing-masing senyawa terpena yang ditemukan pada jahe dapat memberikan karakteristik unik, yang berpartisipasi dalam memberikan aroma istimewa dan sifat-sifat lainnya pada jahe yang sering kita kenal.
Jahe mengandung sejumlah senyawa fenolik seperti gingerol, paradol, dan shogaol. Senyawa-senyawa ini adalah jenis senyawa kimia yang ditemukan dalam jahe dan memberikan kontribusi pada rasa, aroma, dan sifat-sifat khas jahe. Gingerol adalah senyawa utama yang terkandung dalam jahe, berkisar antara 23-25% dari senyawa fenolik total dalam jahe. Paradol adalah senyawa turunan dari gingerol yang disebut juga sebagai 5-deoksigingerol, dan shogaol adalah senyawa yang muncul ketika gingerol mengalami perubahan struktur selama pemrosesan dan pemeraman jahe; kandungan shogaol berkisar antara 18-25%.
Senyawa-senyawa fenolik ini memberikan rasa pedas khas dan berkontribusi pada sifat antiinflamasi jahe. Gingerol terutama diketahui memiliki sifat antiinflamasi dan antioksidan karena komponen kimianya yang menstimulasi aktivitas antioksidan dan mempengaruhi jalur peradangan dalam tubuh. Paradol, meskipun terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit, juga memiliki efek antiinflamasi yang penting. Shogaol memiliki peran dalam memberikan rasa pedas lebih intens, yang terutama muncul dalam jahe yang telah mengalami pemeraman atau pemrosesan, seperti jahe kering.
Dalam keseluruhan, senyawa fenolik yang terdapat dalam jahe seperti gingerol, paradol, dan shogaol memberikan rasa pedas khas dan bermanfaat bagi kesehatan. Penggabungan senyawa-senyawa ini dalam jahe memberikan karakteristik yang unik serta kontribusi pada sifat-sifat yang menguntungkan bagi kegunaan jahe dalam bentuk rempah dan obat tradisional.
Jahe terasa pedas karena mengandung senyawa gingerol, yaitu senyawa fenolik yang terdapat dalam jahe mentah. Senyawa gingerol memiliki keterkaitan dengan senyawa capsaicin, yang bertanggung jawab atas rasa pedas pada cabai. Kedua senyawa ini memiliki cincin vaniloid yang membuatnya memiliki sifat pedas.
Baca juga: Gingerol Pada Jahe (Zingiber officinale) sebagai Zat Penurun Kadar Kolesterol Tinggi
Pengolahan Jahe
Jahe memiliki kemampuan untuk mengalami perubahan melalui metode pemanasan atau pengeringan. Ketika jahe dipanaskan, senyawa gingerol yang terkandung di dalamnya akan mengalami suatu reaksi yang disebut sebagai reaksi retro-aldol. Reaksi ini menghasilkan senyawa yang disebut zingeron, yang memiliki sifat pedas yang lebih ringan dibandingkan dengan gingerol. Proses pemanasan tersebut berkontribusi pada perubahan sifat pedas jahe menjadi lebih ringan.
Saat jahe mengalami proses pengeringan, senyawa gingerol yang terdapat di dalamnya akan mengalami dehidrasi, yaitu kehilangan kandungan air pada jahe. Reaksi dehidrasi ini menghasilkan senyawa yang disebut shogaol. Senyawa shogaol memiliki sifat pedas yang lebih tajam dibandingkan dengan gingerol. Dengan kata lain, selama proses pengeringan, kepedasan jahe meningkat dengan munculnya senyawa shogaol yang memberikan rasa pedas yang lebih kuat dibandingkan gingerol.
Referensi:
- The Chemistry Behind Ginger. (Online) Peak Scientific. https://www.peakscientific.com/discover/news/gingerol-the-chemistry-behind-ginger/. Diakses tanggal 13 Februari 2024.
- Jayanudin, Fahrurrozi, M., dkk. 2019. Preparation of Chitosan Microcapsules Containing Red Ginger Oleoresin Using Emulsion Crosslinking Method. Journal of Applied Biomaterials & Fuctional Materials, 1(17), pp. 1-9.
- Prasad, S dan K. A Tyagi. 2015. Ginger and Its Constituents: Role in Prevention and Treatment of Gastrointestinal Cancer. Gastroterology Research and Practice, pp. 1-12.