Keracunan arsenik atau disebut sebagai arsenikosis, terjadi ketika seseorang terlalu banyak terkena paparan logam arsenik dalam tubuhnya baik secara disengaja maupun tidak. Telah diketahui sejak 4.000 tahun lalu bahwa arsenik merupakan racun tradisional yang menyebabkan kanker dan efek buruk pada kesehatan paru-paru, kandung kemih, ginjal dan kulit. Sejak perang dunia I dan II, logam arsenik digunakan sebagai senjata kimia beracun. Senjata kimia berbasis arsenik disebut sebagai Lewisite. Lewisite berbentuk cairan tidak berwarna dengan bau bunga geranium yang bersifat korosif pada permukaan tubuh dan dapat mengiritasi organ dalam organisme. Senjata kimia Lewisite ini sudah dilarang penggunaannya. Namun, beberapa orang yang tidak bertanggung jawab masih menggunakan arsenik sebagai senjata beracun.
Kasus Keracunan Arsenik di Indonesia
Kasus keracunan arsenik juga terjadi di Indonesia. Pada tanggal 7 September 2004, aktivis hak asasi manusia Munir Said Thalib meninggal akibat diracun menggunakan arsenik ketika dalam perjalanan menuju Amsterdam Belanda. Ditemukan arsenik dengan konsentrasi tinggi dalam lambungnya yaitu 460 mg, versi lain menyebutkan lebih dari 2 gram. Tahun 2022, kasus munir ini heboh kembali di media sosial. Dimana Hacker Bjorka mengungkap identitas dalang pembunuh Munir adalah Muchdi Purwopranjono atau Muchdi Pr, Deputi V BIN/Penggalangan (2001-2005). Namun, identitas yang disampaikan Bjorka ini tak sedikit yang meragukan kebenarannya. Hingga saat ini belum jelas siapa pelaku yang mendalangi pembunuhan aktivits HAM Munir. Tanggal 30 Juli 2022 di Magelang Jawa Tengah, dihebohkan dengan kasus pembunuhan sekeluarga yang dilakukan oleh anggota keluarganya sendiri. Di dalam lambung masing-masing korban ditemukan racun arsenik dan sianida.
Selain itu, kasus keracunan arsenik akibat pencemaran juga pernah terjadi. Pada tahun 2016, di Jeneponto, Sulawesi Selatan terjadi kasus keracunan arsenik dan sianida dari daging kerang hijau yang diambil dari perairan sekitarnya. Akibatnya 63 orang keracunan dan 2 diantaranya meninggal dunia. Diduga arsenik terkikis ke laut saat penambangan pada batuan cadas yang dieksploitasi secara berlebih, dan berasal kegiatan penangkapan ikan menggunakan obat bius. Pada tahun 2010, terjadi kasus keracunan arsenik pada hidangan buka puasa bersama di salah satu rumah warga Desa Pattappa, Barru, Sulawesi Selatan. Akibatnya 8 orang meninggal dunia, termasuk pemilik rumah. Dari hasil analisis muntahan korban ditemukan konsentrasi arsenik melebihi 1,7 mg. Diduga arsenik ini tidak sengaja terpapar dalam makanan akibat kelalaian pemilik rumah. Masyarakat desa mengenal istilah racun arsenik sebagai racun tikus atau racun pembasmi hama tanaman.
Baca juga: Mengenal Arsenik Lebih Dalam, The King of Poison
Kinerja Racun Arsenik dalam Tubuh
Arsenik anorganik [As(III) dan As(V)] dapat masuk ke dalam tubuh melalui oral, pernapasan dan pori-pori kulit kemudian menyerang sel tubuh. Arsenik dapat membentuk ikatan kovalen dengan gugus sulfihidril (-SH) menjadi organoarsenik. Ikatan tersebut bersifat sangat stabil. Efeknya As dapat menonaktifkan 200 enzim yang terlibat dalam proses respirasi sel, sintesis dan reduksi DNA.
Arsenik terutama As(V) masuk ke dalam mitokondria sel dan mengganggu ikatan fosfor pada ATP. Arsenik tidak bersaing dengan fosfor, melainkan berikatan dengan gugus ditiol. Namun, lambat laun fosfor terganti oleh arsenik. Saat ATP berikatan dengan arsenik, ikatan yang terbentuk menjadi kurang stabil sehingga pelepasan ATP dari mitokondria lebih cepat.
ATP (Adenosin TriPospat) merupakan molekul yang dihasilkan dari proses metabolisme karbohidrat. ATP dapat dikatakan sebagai energi karena molekul ini digunakan untuk seluruh metabolisme tubuh. Apabila fosfat pada ATP diganti oleh Arsenik (ATP-Arsenik), maka terjadi gangguan pada respirasi sel. Hal ini karena kinerja ATP umumnya dibantu oleh enzim. ATP-Arsenik menonaktifkan kinerja enzim yang mengandung gugus sulfuhidrin. ATP-Arsenik yang dilepaskan akan ada di semua metabolisme tubuh. ATP-Arsenik mengalami oksidasi menjadi ADP-Arsenik dan melepas arsenat [As(V)]. Arsenat [As(V)] yang akan mengalami proses reduksi-oksidasi di dalam sel tubuh, sehingga membentuk ROS (spesies oksigen reaktif) dan memicu kerusakan pada organ.
Pembentukan spesies oksigen reaktif, terjadi melalui reaksi redoks dalam mitokondria sel. Reaksi yang terjadi;
H3AsO3 + H2O + O2 –> H3AsO4 + H2O2
Fe(II) + H2O2 –> Fe(III) + ·OH + OH– (Reaksi Fenton)
Arsenik yang ada dalam mitokondria memicu pembentukan H2O2 (hidrogen peroksida). Keberadaan H2O2 dapat menyerang ion Fe2+ dan membentuk ROS. Ion Fe2+ dapat berasal dari kondisi tubuh yang kelebihan zat besi darah atau haemochromatosis, haemolitik dan haemodialysis. ROS yang dihasilkan adalah radikal hidroksil (·OH), yang merupakan radikal bebas dan memiliki 1 elektron tak berpasangan. Elektron tak berpasangan ini dapat menyerang seluruh molekul yang terdapat dalam sel. Jika radikal hidroksil ini menyerang molekul pada asam nukleat, maka dapat memicu sel kanker. Hal ini terjadi karena DNA yang dihasilkan mengalami kerusakan.
Arsenat [As(V)] yang masih ada dalam sel akan mengalami oksidasi menjadi [As(III)] yang dimediasi oleh glutathione (GSH) diikuti dengan metilasi oksidasi untuk membentuk arsenik organik metil pentavalen atau MMA V. Metabolisme ini melibatkan reduksi dua elektron menjadi arsenik organik metil trivalent atau MMA III. Reaksi metilasi oksidasi ini terulang sehingga membentuk arsenic organik dimetil pentavalen atau DMA V dan tereduksi menjadi arsenik organik dimetil trivalent DMA III. Molekul DMA III menyerang molekul lain yang ada pada setiap organ tubuh, sehingga memicu kerusakan pada organ.
Terapi Khelat sebagai Penawar Racun Arsenik dalam Tubuh
Penggunaan mekanisme khelasi dalam pengobatan keracunan arsenik dimulai selama Perang Dunia II, dengan sintesis obat penawar Anti-Lewisite Inggris. Terapi khelasi dianggap sebagai pengobatan utama yang efisien dan terkenal untuk keracunan arsenik serta logam beracun lainnya. Kinerja terapi khelasi dalam menangkal racun arsenik, yaitu dengan mengikat logam As yang ada di setiap sel tubuh dan membawanya keluar melalui urin. Khelasi merupakan peristiwa kimia di mana ligan mengikat atom/ion logam melalui ikatan koordinasi dalam struktur siklik atau seperti cincin. Ligan adalah ion atau molekul netral yang memiliki dua atau lebih atom donor yang mampu mendonorkan sepasang elektron dan membentuk ikatan kovalen dengan ion logam.
Agen pengkhelat yang baik bagi terapi arsenik yaitu; Mampu membentuk kompleks organoarsenik yang inert secara kimia dan tidak beracun. Mampu bersaing dengan ligan lainnya (asam amino) dalam tubuh dan spesifik hanya mengikat logam arsenik. Memiliki kinerja yang cepat dan mudah dikeluarkan melalui urin, umumnya hanya dalam 1 jam. Tidak berinteraksi dengan organ vital lainnya. Serta, mampu menembus membrane sel dan tidak merusak sel. Terapi khelat yang digunakan untuk pengobatan keracunan arsenik memilki gugus tiol atau sulfihidril (-SH) dalam molekulnya. Karena As menghasilkan ikatan kovalen yang stabil dengan sulfur. Khelator tiol yang dapat digunakan dalam terapi As yaitu DMPS dan DMSA.
Asam 2,3-Dimerkapto-1-propanesulfonic atau DMPS dan bentuk garam natriumnya dikenal sebagai unithiol, merupakan zat pengkhelat yang membentuk kompleks dengan logam berat. DMPS memiliki sisi aktif yaitu dua gugus –SH, dan sisi polar yaitu sulfit (SO3–) yang berikatan dengan Na+ menjadi garam natrium. Asam 2,3-Dimerkaptosuksinat atau DMSA dikenal juga sebagai succimer. DMSA memiliki sisi aktif yaitu dua gugus –SH dan dua gugus karboksilat. Dua gugus karboksil ini menyebabkan DMSA bersifat cenderung polar. Dua gugus –SH pada DMPS dan DMSA, sebagai sisi aktif dapat membentuk organoarsenik yang memiliki ikatan kovalen dengan arsenik (S-As-S). Ikatan ini bersifat stabil dan sangat kuat, karena adanya efek khelat. Sisi polar DMPS dan DMSA dapat meningkatkan efektivitas kelarutan keduanya dalam cairan sel. Sehingga mempermudah kinerja dan mempercepat proses pengeluarannya dari tubuh. Kedua khelator tiol ini merupakan penangkal keracunan arsenik yang efektif dan minim efek samping. Namun, untuk kasus keracunan arsenik akut tidak dapat dilakukan dengan terapi khelat.
Terapi khelat ini tentunya memiliki efek samping yaitu tubuh dapat kehilangan logam esensial dan menyebabkan penyebaran logam beracun lainnya ke jaringan atau organ lain, seperti otak. Selain itu terapi khelasi dapat digunakan dari bahan alam. Beberapa antioksidan dari bahan alam yang memiliki efek khelasi seperti asam askorbat, flavonoid, karotenoid dan asam α-lipoat. Bahan alam tersebut tentunya juga memiliki kemampuan khelasi pada logam. Namun, penggunaan antioksidan ini hanya dapat digunakan sebagai usaha pencegahan saja. Sedangkan jika kasus keracunan akut antioksidan ini jelas tidak dapat digunakan.
Referensi
BjØrklund, G., Oliinyk, P., Lysiuk, R., Rahaman, M.S., Antonyak, H., Lozynska, I., Lenchyk, L., and Peana, M., 2020, Arsenic intoxication: general aspects and chelating agents, Arch. Toxicol., 94(6), 1879-1897.
Ganesan, K., Raza, S.K., and Vijayaraghavan, R., 2010, Chemical warfare agents, J. Pharm. Bioallied. Sci., 2(3), 166-178.
https://news.detik.com/berita/d-1433476/polisi-hidangan-buka-puasa-mengandung-racun-tikus (Diakses: 09/02/2024).
https://news.detik.com/berita/d-6434768/racun-di-tubuh-sekeluarga-magelang-yang-dibunuh-anak-arsenik-dan-sianida (Diakses: 09/02/2024).
https://regional.kompas.com/read/2016/09/07/21174721/sebabkan.63.orang.keracunan.kerang.mengandung.arsenik.dan.sianida (Diakses: 09/02/2024).
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6285269/sejarah-kasus-munir-kronologi-dari-tahun-2004-hingga-2022 (Diakses: 09/02/2024).
Hu, Y., Li, J., Lou, B., Wu, R., Wang, G., Lu, C., Wang, H., Pi, J., and Xu, Y., 2020, The Role of Reactive Oxygen Species in Arsenic Toxicity: Review, Biomolecules, 10, 240, 1-30. Jomova, K., Jeniscova, Z., Feszterova, M., Baros, S., Liska, J., Hudecova, D., Rhodes, C.D., and Valko, M., 2010, Arsenic: toxicity, oxidative stress and human disease, J. Appl. Toxicol., 31, 95-107.
Alumni Magister Kimia Universitas Gadjah Mada. Saat ini memiliki project menulis artikel ilmiah populer dengan tema Sains Kimia di Sekitar.