Penolakan merupakan pengalaman emosional yang umum terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Entah itu dalam hubungan pribadi, pekerjaan, atau kesempatan lainnya, ketika ditolak, kita sering merasakan rasa sakit yang mendalam. Artikel ini akan mengeksplorasi penjelasan ilmiah mengapa penolakan dapat menyebabkan rasa sakit emosional.
Penolakan memicu respons emosional yang berhubungan dengan aktivitas di otak kita. Penelitian menggunakan teknik neuroimaging telah menunjukkan bahwa daerah cerebral yang terkait dengan rasa sakit fisik, seperti amigdala dan singulum anterior, juga aktif saat kita menghadapi penolakan sosial. Mekanisme otak ini menunjukkan bahwa penolakan dapat diterjemahkan sebagai rasa sakit, terbukti dengan kepekaan fisik atau psikologis yang muncul ketika ditolak.
Riset PNAS 2011 dan Science 2003: Studi functional magnetic resonance imaging (fMRI) dari otak orang yang setalah ditolak (secara umum) menunjukkan akses pada bagian otak yang mengendalikan sakit fisik. Segala jenis penolakan termasuk seperti ditolak sahabat, ditolak kelompok kerja, ditolak kelas dan sebagainya. Kadar sakitnya berpotensi berbeda.
Manusia adalah makhluk sosial yang mencari hubungan interpersonal yang kokoh. Ketika ditolak, kita berpotensi kehilangan rasa stabilitas sosial dan hubungan yang terbentuk dengan orang lain. Gangguan pada hubungan ini dapat menyebabkan kecemasan, perasaan sakit, rasa malu, atau kehilangan harga diri. Ini disebabkan oleh aktivasi dalam sistem otak yang terkait dengan perhatian sosial, persepsi diri, dan respon emosional.
Penolakan merusak regulasi emosi normal kita. Tidak adanya kemampuan untuk mengekspresikan emosi dan meluapkan perasaan negatif dapat menyebabkan konflik internal dan kebingungan dalam diri sendiri. Ini bisa berdampak pada kesejahteraan mental dan membawa munculnya perasaan depresi, kecemasan, dan rendahnya tingkat kebahagiaan.
Budaya juga memainkan peran penting dalam menguatkan rasa sakit yang timbul dari penolakan. Beberapa budaya menempatkan tekanan besar pada nilai-nilai sosial, menciptakan sentimen shame (rasa malu) yang lebih tinggi ketika mengalami penolakan. Tekanan sosial ini memperkuat dampak emosional yang terkait dengan rasa sakit setelah ditolak.
Baca juga: Proses Tubuh dalam Menanggapi dan Mengatasi Dampak Setelah Patah Hati
Rasa sakit akibat penolakan dapat berasal dari pengalaman trauma sebelumnya. Misalnya, pengalaman penolakan atau pengabaian dalam masa kecil dapat menciptakan penanganan emosional yang negatif ketika kita mengalami penolakan di kemudian hari. Pengaruh positif dalam relasi, terapi, atau dukungan psikologis dapat membantu mengubah persepsi dan respon terhadap penolakan.
Menurut para ahli, tidak ada seorang pun di dunia ini yang belum pernah mengalami penolakan, bahkan mereka yang terlihat sangat percaya diri sekalipun. Respon otak akan penolakan adalah bagian alamiah dari tubuh kita. Dengan kata lain otak ingin bilang ke tubuh kita, this will hurt, but learn from it. Tujuannya agar kita lebih kuat atau tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Ketika respon terhadap penolakan tidak bisa kita kendalikan, tentu berimbas ke tubuh dan kembali ke otak kita. Secara nurture, kita bisa melatih cara penerimaan kita terhadap penolakan. Berlatih dan terus berlatih, karena hidup itu tidak hanya bagian senangnya. Namun, kita di minta menyeimbangkan antara senang dan sedih.
REFERENSI:
- Eisenberger, N.I, dkk. 2003. Does Rejection Hurt? An fMRI Study of Social Exclusion. Science. 302(5643), pp. 290-292.
- Kross E, dkk. 2011. Social Rejection Shares Somatosensory Represetations with Physical Pain. Proceedings of the National Academy of Science. 108(15), pp. 6270-6275