Setelah ada kasus dari vaksin palsu pada tahun 2016-2017, kabar buruk terdengar kembali di dunia pertanian yaitu adanya peredaran pestisida palsu di masyarakat. Croplife Indonesia memperkirakan pangsa pasar pestisida palsu dan ilegal di Tanah Air mencapai Rp.400 miliar atau sekitar 10 persen dari total pasar obat-obatan pembasmi hama dan penyakit tanaman tersebut secara nasional[1].
Pada 2010 Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) bahkan mengungkapkan kerugian pemerintah Indonesia dari produk palsu dan ilegal pada 12 sektor industri mencapai Rp.37 triliun, yang mana 15 persen dari pestisida yang dijual di Tanah Air adalah palsu dan illegal [1]. Peredaran produk pestisida palsu di tingkat petani masih tinggi sehingga menurunkan produktivitas tanaman. Pemalsuan bukan hanya merugikan petani dan pasar, melainkan juga merusak lingkungan. Fenomena pestisida palsu tidak hanya sekali, namun terjadi berulang kali.
Peredaran Pestisida Palsu
Berdasarkan survei Insight Asia tentang pemalsuan pestisida di beberapa wilayah kecamatan Indonesia, sebanyak 26 persen petani pernah membeli produk pestisida palsu dari toko-toko pertanian di tingkat desa. Padahal, lebih dan 67 persen petani sudah mempunyai pengetahuan mengenai informasi pestisida palsu dan ilegal. Direktur Eksekutif Croplife Indonesia, Agung Kurniawan, mengatakan, perang terhadap produk palsu dan ilegal merupakan tugas bersama. Hal ini harus ada pencegahan pengedaran pestisida palsu ini baik dari petani, masyarakat, penjual obat-obatan pertanian dan pemerintah[2].
Dampak Negatif Pestisida Palsu
Peredaran pestisida palsu ini tidak hanya merugikan bagi petani, konsumen dan lingkungan tetapi pest1sida palsu juga mengancam perekonomian nasional, lantaran berpotensi menghambat ekspor komoditas tani karena dinilai terlalu banyak terpapar residu. Direktur Anti Pemalsuan Croplife Asia Trina Devara mengatakan, bahwa ancaman terbesar penggunaan pestisida palsu bukan terhadap bisnis atau haki namun kepada lahan pertanian itu sendiri yang dampaknya bisa berujung ancaman ke sektor ekonomi, karena produk pertanian kita dilarang untuk diekspor karena terpapar berlebihan residu[3].
Lebih lanjut Ia memberikan contoh bahwa pernah produk beras Vietnam dilarang masuk ke Amerika karena setelah diujicoba lab ternyata mengandung banyak residu. Menurutnya peredaran produk palsu dan ilegal saat ini sudah semakin terorganisir dan tidak mengenal batasan antar negara, karena itu harus ada penguatan antar lembaga dan instansi. Perlu adanya memiliki kepedulian yang lebih tinggi dan harus melihat hal ini sebagai ancaman terhadap perekonomian, baik di negara sendiri atupun global. Penggunaan terhadap produk palsu akan mempengaruhi keberlangsungan hidup dari skala kecil yakni petani yang merupakan intisari dari ketersediaan pangan bagi semua juga masalah terhadap kualitas makanan.
Trina juga mengingatkan agar apa yang terjadi di India, dimana panen kapas mereka gagal total akibat penggunaan tersebut palsu tidak terjadi di Tanah Air. Bahkan akibat kegagalan panen tersebut, sejumlah petani India bunuh diri setelah terlilit banyak hutang oleh lintah darat. Kejadian tersebut menghasilkan beberapa temuan yang mengejutkan bahwa banyak pejabat tinggi di India terbukti memiliki keterlibatan dan keterkaitan dengan penggunaan pestisida yang palsu [5].
Kecilnya Kesadaran
Namun, Agung menjelaskan, persentase terhadap informasi keberadaan bahan yang palsu dan ilegal sangat kecil, bahkan data di kepolisian menunjukkan hanya mencapai 10 persen, sedangkan petani dan petugas penyuluh lapangan (PPL) rerata 30 persen dan Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) serta bea cukai mencapai angka 60 persen. Sebagian besar petani yang mendapati memakai produk palsu baru menyadari membeli produk palsu ketika melakukan aplikasi pada tanaman. Namun, tidak demikian halnya dengan produk ilegal karena ironisnya ada juga petani yang dengan sadar membeli produk ilegal meskipun hanya sejumlah 3 persen. Tingkat kesadaran untuk melaporkan adanya produk palsu hanya sebesar 28 persen dan produk ilegal lebih tinggi mencapai 50 persen [3].
Hukuman Pengedar Pestisida Palsu
Menurut dia, PPL merupakan salah satu tempat yang paling banyak menerima laporan, selebihnya mereka melaporkan ke toko, dinas, dan pemerintah setempat. Sejauh ini, keberadaan produsen produk palsu dan ilegal ini masih belum terdeteksi secara akurat. Jika pelaku pengedaran yang palsu ditemukan maka pemalsu pstisida bisa dijerat UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Jika terbukti, hukuman maksimal yang akan didapat pemalsu adalah 10 tahun penjara atau denda maksimal Rp5 miliar [3].
Pencegahan Pestisida Palsu
Direktur Pupuk dan Pestisida Kementerian Pertanian, Karimila Ginting, menuturkan, berbagai langkah pencegahan telah dilakukan, di antaranya pembinaan kepada KP3 di tingkat provinsi dan kabupaten, juga kepada distrbutor dan petani. Pihaknya pun senantiasa memonitor di tingkat pabrik, distributor, dan pengecer. Ketika ada dugaan, pihaknya mengambil sampel untuk uji mutu di laboratorium. Jika ditemukan komposisinya tidak sesuai dengan bahan aktif terdaftar, dia akan meminta klarifikasi atau teguran, bahkan dilaporkan ke Bareskrim Polri. Kanit 5 Subdit 1 Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Sugeng Irianto, menyatakan, sejak 2013, sudah 60 kasus yang diungkap, hanya kurang menimbulkan efek jera karena vonisnya kurang maksimal. Apalagi, pola dan modusnya pun bermacam-macam sehingga perlu pemahaman dinamis agar dapat menindaknya[4].
Referensi
- 2018. Pangsa Pasar Pestisida Palsu dan Ilegal di Indonesia Rp400 Miliar http://industri.bisnis.com/read/20180418/99/786039/pangsa-pasar-pestisida-palsu-dan-ilegal-di-indonesia-rp400-miliar. (Diakses 14 Mei 2018)
- Kurniawan, Anto. 2017. Croplife dan Pemerintah Perangi Penyebaran Pestisida. https://ekbis.sindonews.com/read/1255771/34/croplife-dan-pemerintah-perangi-penyebaran-pestisida-palsu-1510158068. (Diakses 14 Mei 2018)
- Indrawan, Kabul. 2017. Mikro Pestisida Palsu Ancam Petani Indonesia http://news.metrotvnews.com/read/2017/11/14/787964/pestisida-palsu-ancam-petani-indonesia. (Diakses 14 Mei 2018)
- Pestisida Palsu Masih Banyak Beredar, Pikiran Rakyat http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2017/11/08/pestisida-palsu-masih-banyak-beredar-413293. (Diakses 14 Mei 2018)
- Kurniawan, Anton, 2017. Ancam Ekonomi Nasional, Cegah Peredaran Pestisida. https://ekbis.sindonews.com/read/1256412/34/ancam-ekonomi-nasional-cegah-peredaran-pestisida-palsu-mendesak-1510326290. (Diakses 14 Mei 2018)
Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
Bangka Belitung