Ditulis oleh Riza Norma Septiarini – Universitas Airlangga
Selama menjadi mahasiswa pasti kalian pernah mendengar Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Program ini merupakan program dari DIKTI untuk mahasiswa yang ingin menjadi seorang ilmuwan atau inovator dengan memperluas ilmu pengetahuan di berbagai bidang seperti: pengabdian masyarakat, penelitian, karsa cipta, gagasan tertulis dan kewirausahaan. PKM adalah program mahasiswa yang cukup bergengsi di perguruan tinggi seluruh Indonesia. Dulu saya bolak balik mendaftar untuk ikut program PKM bukan karena menang tetapi karena selalu gagal. Saya sangat interest dengan program ini, apalagi karena saya berasal dari bidang science (kedokteran hewan) dimana ada segudang pertanyaan baik mengenai hewan, penyakit, dan obat-obatan yang masih perlu ditelusuri dan di-kroscek kebenarannya.
Namun, dari 4 kali mendaftar hanya sekali saya berhasil lolos dan diberi dana oleh DIKTI, waktu itu sudah masa-masa semester tua hehe. Kali ini saya akan bercerita bagaimana awal saya mengikuti PKM yaitu dimana setiap tahunnya kampus saya selalu mewajibkan MABA (Mahasiswa Baru) untuk merancang proposal PKM saat masa orientasi tetapi sayang kelompok saya gagal mungkin salah strategi padahal idenya cukup bagus. Proposal pertama saya tentang milk replacer berasal dari susu kolostrum sapi.
Tahun berikutnya saya tidak gentar, saya buat kembali proposal PKM-P (Penelitian) bersama teman-teman dan kali ini kami membahas mengenai hubungan penggunaan obat parasetamol dalam merusak sel hepar. Memang seperti sudah digariskan oleh Tuhan dan belum berjodoh kali ya? Akhirnya kami gagal kembali, tetapi tenang semakin kami diuji nyatanya kami semakin tertantang ingin mengetahui apa dan dimana letak kesalahan kami.
Periode berikutnya kami masih belum menyerah ditambah lagi dengan efek mental arek – arek “Suroboyo” alias Bonek (Bondo Nekat) yang sudah mendarah daging, kami ajukan kembali proposal. Sebenarnya kami bukan nekat karena kami tidak memiliki proposal atau kurang persiapan tetapi kami nekat karena proposal kami sempat terselip sehingga pengiriman proposal kami sangat mepet dengan batas deadline. Isi proposal ketiga ini mengenai efektifitas kulit durian sebagai antibakteri Staphylococcus sp. isolat lokal, tetapi sekali lagi belum mengerti kesalahan kami apa atau karena dewi fortuna masih berlibur atau masih sibuk mencari jodoh secara otomatis kami gagal untuk ketiga kalinya.
Kalian kira kami sudah putus asa? Tentu saja jawabannya TIDAK karena kami masih diselimuti rasa penasaran akan banyak hal dan kali ini kami mulai melakukan strategi. Awalnya kami penasaran dengan nanomaterial, apalagi bidang nano di bidang kedokteran saat ini sedang trending, banyak manfaat dan ekonomis. Meskipun belum cukup banyak orang mengerti tetapi kami berharap orang – orang tertarik dengan keunggulan penelitian kami.
Dewasa ini, nanomaterial (khususnya nanopartikel perak) telah diketahui bersifat multifungsi seperti: antibakteri, antivirus, antifungi, antiparasit dan sebagai drug delivery. Menurut beberapa ahli bahwa keunggulan nanomaterial didasarkan atas kecilnya diameter dan luasnya permukaan sehingga dengan mudah menghadang molekul yang ukurannya jauh lebih besar, semisal hambatan infeksi bakteri oleh nanopartikel perak. Setelah berbekal pengetahuan tersebut mulailah kami menemui dosen pembimbing dan disarankan untuk menggunakan bakteri Mycobacterium tuberculosis sp. karena TBC merupakan masalah penyakit serius mengancam jiwa masyarakat di Indonesia dan masih kesulitan untuk pengobatannya karena membutuhkan waktu pengobatan yang lama dan beberapa antibiotik sudah menunjukkan resistensi. Hal ini didukung pula oleh sifat bakteri Mycobacterium tuberculose yang merupakan bakteri dormant dan memiliki lapisan tahan asam sehingga inovasi baru untuk pengobatan TBC yang efektif, efisien dan ekonomis sangat urgent saat ini. Oleh karena itu, melalui keunggulan nanopartikel perak yang telah lama dikenal sebagai antibakteri dan telah kami pelajari referensinya membuat kami ingin tahu pengaruhnya terhadap pertumbuhan bakteri Mycobacterium tuberculose sp. Beruntungnya, setelah pengiriman proposal dan menunggu pengumuman cukup lama ternyata kami mendapatkan kabar baik bahwa proposal penelitian kami termasuk lolos didanai DIKTI. Alhamdulillah, akhirnya penantian panjang dan usaha kami tidak lagi sia – sia sehingga kami bisa memanfaatkan dana penelitian untuk kemaslahatan masyarakat Indonesia.
Meskipun kami sudah didanai tetapi kami melakukan kesalahan karena belum survei dan tidak tahu dimana kami bisa membuat kultur bakteri Mycobaterium tuberculose sp (isolat lokal). Setelah cukup lama kita menghabiskan waktu untuk mencari, ternyata laboratorium tuberculose di Universitas Airlangga dapat membantu kami untuk proses kultur, karena kultur bakteri ini tidak boleh dilakukan oleh sembarang orang dan di sembarang tempat sebab risiko untuk penularannya sangat besar sehingga kami juga harus berhati-hati. Hambatan penelitiannya bukan hanya itu saja, karena proses pembuatan media, sterilisasi media, kultur bakteri juga memakan waktu lama alhasil penelitian kami sempat molor beberapa bulan. Pertumbuhan bakteri Mycobacterium tuberculose bisa mencapai 2 hingga 4 minggu dan untuk konfirmasi bisa dilakukan pewarnaan dengan Ziehl Nelsen.
Perjuangan kami pun berbuah manis setelah mengetahui bahwa hasil dari penelitian kami menunjukkan larutan nanopartikel perak memang bersifat antibakteri tetapi tidak hanya berperan menghambat pertumbuhan bakteri namun juga memiliki sifat virusidal, karena media agar pada perlakuan tertentu tidak mengalami pertumbuhan bakteri. Hal ini berbeda dengan kelompok kontrol negatif yang menunjukkan pertumbuhan bakteri secara signifikan. Meskipun kami tidak lolos PIMNAS (Pekan Ilmiah Nasional) tetapi kami cukup berbahagia dan bangga karena kami sebagai anak muda Indonesia telah berkontribusi ikut membantu memecahkan permasalahan negaranya.
Warung Sains Teknologi (Warstek) adalah media SAINS POPULER yang dibuat untuk seluruh masyarakat Indonesia baik kalangan akademisi, masyarakat sipil, atau industri.