Ditulis Oleh Wisnu Zakaria
Matematika merupakan ilmu yang fundamental atas denyut hidup manusia. Matematika diperlukan untuk membentuk logika berpikir dan analisis pemecahan masalah yang hanya dapat dilakukan oleh manusia. Untuk membangun pembelajaran matematika diperlukan fondasi kemampuan matematika yang satu diantaranya adalah kemampuan komunikasi matematis. National Council of Teachers of Mathematics (Wijaya, 2012) menyorot komunikasi sebagai hal esensial dalam matematika. Melalui tindakan komunikasi, siswa menerima pemahaman dan akal ilmu yang langsung terklarifikasi selama pembelajaran, selain itu tingkat afeksi siswa akan meningkat ketika mengkomunikasikan atau mendemonstrasikan penyelesaian masalah yang mereka miliki.
Menilik pencapaian siswa Indonesia pada bidang ilmu matematika, hasil Trend in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2015 raihan Indonesia berada di posisi ke 45 dari 50 negara partisipan. Hasil tersebut menggambarkan pengetahuan kognitif siswa masih lemah, siswa hanya mampu mengerjakan soal komputasi sederhana, dan pengetahuan akan konteks keseharian (Rahmawati, 2016).
Permasalahan hasil TIMSS secara nyata terdapat di lapangan, observasi pembelajaran pada SDN 1 Susukan Cirebon tanggal 28 September 2018, SDN 1 Nagri Kidul Purwakarta tanggal 4 Desember 2018 mendapati guru masih belum mengaitkan konsep matematika yang bermakna. Temuan serupa juga didapatkan dari hasil interviu dengan guru SDN 1 Sarimulya Karawang pada tanggal 14 Oktober 2018 dan SDN Sukajaya Lampung Barat tanggal 15 Oktober 2018 bahwa masih terdapat siswa lemah dalam mengkomunikasikan atau menjelaskan keadaan matematis.
Terkait permasalahan yang ditampakkan, terdapat alternatif solusi dengan penerapan pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) yaitu pembelajaran matematika dengan dimanfaatkannya aktivitas realitas lingkungan untuk mengubah masalah dalam kehidupan keseharian kedalam model pemecahan masalah matematika (Sutisna, dkk. 2016). Pada pembelajaran matematika model realistik, siswa mengalami dua fase proses matematisasi. Proses yang pertama, yaitu matematisasi horizontal atau bisa juga diistilahkan sebagai pematematikaan informal karena pada fase ini siswa memahami matematika secara sederhana dengan bantuan objek nyata. Proses yang kedua, yaitu matematika vertikal atau pematematikaan formal karena pada fase ini siswa sudah mendapat persepsi matematika yang bersifat abstrak atau semi abstrak, sehingga tidak memerlukan objek nyata lagi (Wijaya, 2012).
Metode penelitian menggunakan metode eksperimen semu yaitu metode penelitian untuk mengetahui hubungan sebab dan akibat dari pembelajaran RME terhadap kemampuan komunikasi matematis dengan populasi yaitu pelajar kelas IV SD se-Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri Sarimulya 3 yang terletak di Kotabaru, Karawang dengan sampel sebanyak 46 siswa yang terbagi kedalam dua kelompok penelitian, yaitu kelompok eksperimen yang diberi perlakuan pembelajaran RME dan kelompok kontrol yang diberi perlakuan pembelajaran konvensional. Adapun pelaksanaan penelitian terjadwal mulai tanggal 1 April sampai 2 Mei 2019 dengan materi ajar pengolahan data.
Instrumen yang dikenakan yaitu tes uraian dan format observasi aktivitas siswa. Instrumen tes uraian terlebih dahulu dilakukan uji instrumen untuk mendapatkan instrumen yang layak dipakai dalam studi.
Penelitian dilaksanakan sebanyak tujuh kali pertemuan yang berlaku untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tujuh pertemuan tersebut terdiri atas tes kemampuan awal, lima kali pemberian perlakuan, dan diakhiri tes kemampuan akhir. Gambaran aktivitas siswa yang mendapat perlakuan berbeda tersebut dapat dilihat pada skor observasi aktivitas siswa pada kelas RME meningkat tiap pertemuannya, sedangkan pada kelas konvensional aktivitas siswa terbilang statis dengan rata-rata persentase dari lima kali perlakuan pada kelas eksperimen sebesar 71,50% sedangkan rata-rata persentase pada kelas kontrol sebesar 64,96%. Bandingan tersebut menggambarkan aktivitas siswa pada pembelajaran RME lebih baik dari siswa pada pembelajaran konvensional searah dengan ungkapan Wijaya (2012) interaksi sosial saat pembelajaran matematika dapat meningkatkan nilai dan pendidikan karakter pada diri siswa antara lain mandiri, kreatif, kerja keras, keingintahuan, bersahabat, dan tanggung jawab.
Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas RME dan kelas konvensional menunjukkan rata-rata peningkatan kelas konvensional sebesar 15,48% dengan kriteria rendah, sedangkan, rata-rata peningkatan pada kelas RME sebesar 41,70% dengan kriteria sedang. Hasil tersebut menunjukkan peningkatan siswa pada kelas RME lebih baik dibandingkan kelas konvensional.
Peningkatan juga dinyatakan dengan analisis uji beda rata-rata pada data skor tes awal dan tes akhir kedua sampel. Hasil uji menunjukkan adanya perbedaan rata-rata peningkatan kemampuan komunikasi matematis dimana siswa yang mendapat pembelajaran RME lebih tinggi dibanding siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.
Pengaruh pembelajaran RME terhadap kemampuan komunikasi matematis dapat diketahui dengan uji regresi. Telah diketahui data sampel berskala normal dan homogen maka syarat regresi yang baik telah terpenuhi (Susetyo, 2017). Berdasarkan hasil analisis uji signifikansi regresi untuk mengetahui signifikan atau tidaknya pengaruh antara dua variabel yang hendak diukur diperoleh bahwa pembelajaran RME berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.
Selanjutnya dilakukan uji koefisien determinasi untuk melihat besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dan diterima angka koefisien determinasi sebesar 30,10%. Artinya besar pengaruh pembelajaran RME terhadap kemampuan komunikasi matematis sebesar 30,10%. Sedangkan besar pengaruh variabel lain yang tidak diteliti adalah sebesar 69,9%.
Berdasarkan pemaparan analisis, maka tersimpul pembelajaran RME terbukti memberi pengaruh sebesar 30,10%, sesuai dengan pendapat Sutisna, dkk. (2016) bahwa pembelajaran yang mengaitkan permasalahan realistik akan berpengaruh pada kemampuan komunikasi matematis siswa dan memperkecil kekeliruan konsep matematika. Searah pula dengan prinsip pembelajaran RME yang diungkapkan Freudenthal (Maulana, 2009) bahwa pembelajaran matematika realistik menerapkan pemodelan sebagai jembatan konsep matematika dengan aktivitas manusia.
Pengaruh variabel yang tidak diteliti dapat dipengaruhi faktor internal dan eksternal siswa. Faktor internal diantaranya mental dan tingkat kognitif siswa yang heterogen, sehingga tidak dapat dipaksakan hasil siswa dapat meningkat dengan cepat. Faktor eksternal dapat berupa soft skills pendidik dalam membangun dan mengoptimalkan hasil belajar siswa (Elfindri, dkk. 2011).
Atas hasil studi/riset disarankan siswa perlu pembiasan dan adaptasi dalam pemberian perlakuan pembelajaran RME khususnya jika model pembelajaran ini terlihat baru untuk siswa, sehingga diperlukan waktu untuk memaksimalkan model pembelajaran guna meningkatkan kemampuan matematis yang hendak diukur. Selain itu, motivasi dan ketertarikan siswa selama proses pembelajaran dapat membuat siswa aktif dan menumbuh-kembangkan kreatifitas siswa, sehingga siswa tidak hanya dilatih dalam hal kognitif saja tetapi juga afektif dan psikomotor.
Berdasarkan analisis skor tes awal dan tes akhir atas kedua sampel diperoleh skala normalitas dan homogenitas terpenuhi, maka hasil penelitian dapat dengan baik menggambarkan populasi penelitian yaitu pelajar kelas IV SD se-Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
REFERENSI
- Elfindri, dkk. (2011). Soft Skills untuk Pendidik. Tanpa Kota: Baduose Media.
- Maulana. (2009). Pembelajaran Matematika yang Konstruktif di Sekolah Dasar. Sumedang: UPI Kampus Sumedang.
- Rahmawati. (2016). Hasil TIMSS 2015. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
- Susetyo, B. (2017). Statistika untuk Analisis Data Penelitian. Bandung: Refika Aditama.
- Sutisna, A.P., dkk. (2016). Meningkatkan Pemahaman Matematis Melalui Pendekatan Tematik dengan RME. Sumedang: Jurnal Pena Ilmiah, Volume 1 Nomor 1 Edisi 2016.
- Wijaya, A. (2012). Pendidikan Matematika Realistik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Warung Sains Teknologi (Warstek) adalah media SAINS POPULER yang dibuat untuk seluruh masyarakat Indonesia baik kalangan akademisi, masyarakat sipil, atau industri.