Sabar itu Menguatkan : Meningkatkan Kerja Sel Punca melalui Puasa Ramadhan

Oleh: Jesica Rahmaningrum Satu situasi di mana sains dan agama berintegrasi dengan mulus adalah selama bulan suci Ramadhan (Waddell,2016). Puasa Ramadhan […]

Oleh: Jesica Rahmaningrum

Satu situasi di mana sains dan agama berintegrasi dengan mulus adalah selama bulan suci Ramadhan (Waddell,2016). Puasa Ramadhan memberikan manfaat spiritual bagi orang-orang dengan religiusitas atau spiritualitas bawaan yang lebih tinggi, orientasi spiritual yang tinggi, atau pengalaman spiritual yang lebih besar (Jawad, 2015; Jawad dan Kalra, 2015; Jawad dan Kalra, 2016).

Al-Jauziyah (dalam Hidayati 2007; Kencono, 2017) mengartikan kata sabar adalah mencegah dan menghalangi. Karena sabar merupakan kondisi mental dalam mengendalikan diri, maka sabar merupakan salah satu tingkatan yang harus di jalan dalam mendekatkan diri kepada Allah. Sabar mempunyai tiga unsur, yaitu ilmu, hal, dan amal. Sabar (ash-shabr) berarti menahan dan mengekang. Secara terminologis sabar berarti menahan diri dari segala sesuatu yang tidak disukai karena mengharap ridha Allah (Ilyas,2009; Kencono, 2017).

Menurut M. Quraish Shihab (2000) dalam Reza (2017) menyatakan bahwa ibadah salat merupakan implementasi coping religious dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi seseorang. Sebagaimana yang terdapat dalam QS. al-Baqarah ayat 153:

Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.

Ibadah puasa Ramadhan memiliki banyak keutamaan sebagaimana yang telah disampaikan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits-hadits yang shahih. Di antaranya, puasa Ramadhan merupakan sarana untuk mendapatkan ampunan dosa yang telah lalu, pengangkatan derajat dan memperbanyak pahala kebaikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu akan diampuni.” Hadits shahih riwayat Bukhari no.38, Muslim no. 760 dikutip oleh al-Jarulah (2005) dalam Risalah Ramadhan; Subrata dan Dewi, 2017).

Setiap ibadah yang diperintahkankan oleh Allah subhaanahu wa ta’ala selalu menyimpan manfaat baik untuk urusan akhirat atau dunia, lebih spesifik bagi kesehatan. Rasulullah shallalaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda yang artinya:“manfaatkan lima perkara sebelum datang lima perkara: waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, hidupmu sebelum datang matimu (Hadits riwayat al Hakim dalam Al Mustadrok 4: 341. Shahih at Targhib wa At Tarhib 3/311no. 3355; Subrata dan Dewi, 2017).

Di antara pesan penting dari hadits ini adalah agar setiap muslim melakukan aktifitas yang mampu menjaga fisik agar tetap sehat. Salah satu metode yang dapat ditempuh dengan menjalankan puasa termasuk pada bulan Ramadhan (Subrata dan Dewi, 2017).

Menurut Supriyono (2016), kekuatan pribadi terdiri dari (1) Pernyataan misi (Mission statement), (2) Pembangunan karakter (Character building), (3) Kendali diri (Self-control). Untuk memiliki karakter baik, seseorang harus menyadari siapa dirinya. Dalam islam, terdapat kekuatan pribadi yang ketiga yaitu kendali diri (Self-control) yang dikembangkan melalui pemahaman dari puasa (Shauum).

Lee dan Longo, 2011 dalam O’Flanagan et al, 2017 menyatakan bahwa CR (calorie restriction) intermiten, dicapai melalui puasa di mana tidak ada kalori yang dikonsumsi untuk periode waktu tertentu (antara 24 jam hingga 6 hari), menyebabkan perubahan metabolisme dan anti-inflamasi yang serupa seperti yang terlihat selama CR kronis, dan sering dapat menghasilkan perubahan yang lebih besar dalam jangka pendek.

Karena CR kronis merupakan kontraindikasi bagi banyak pasien kanker yang berisiko mengalami penurunan berat badan, cachexia, dan imunosupresi, CR intermiten, berpuasa – meniru diet, diet rendah karbohidrat / ketogenik, atau obat mimetik CR mungkin lebih cocok. Berpuasa dan diet rendah karbohidrat telah terbukti mengurangi efek samping dan meningkatkan kemoterapi dan terapi radiasi pada model hewan, dan ada janji besar untuk intervensi ini di klinik (O’Flanagan et al, 2017).

Gambar 1. Mekanisme lewat mana calorie restriction (CR) mempengaruhi respon pada terapi antikanker. CR, puasa, atau puasa – meniru diet (FMDs) penyebab dikurangi Akt/mTOR dan Ras memberi sinyal pada sel normal, menghasilkan pada penuaan, pengurangan pertumbuhan, dan perlindungan dari perawatan sitotoksik, sementara pada sel tumor, sinyal – sinyal onkogenik tetap dan sel – sel sensitif terhadap terapi anti-mitotik.CR, puasa dan FDM juga mengurangi pro-inflamasi sitokin pada sirkulasi dan pada relung lingkungan mikro tumor. Juga sebagai pengurang leptin, insulin, IGF-1, dan glukosa. CR dapat mengurangi desmoplasia melingkupi jaringan tumor yang mana dapat memfasilitasi pengantaran obat teraputik lebih baik pada sel – sel tumor. CR juga dapat menolong pengawasan imun dari tumor – tumor oleh pengurangan populasi Treg yang menghalangi sitotoksik CD8+ sel – sel T (O’Flanagan et al, 2017).

Sebuah puasa 24 jam menyebabkan sel-sel induk (sel punca / stem cell) tikus tua dan muda untuk beregenerasi lebih banyak. Para peneliti mengangkat sel-sel induk usus dari tikus-tikus yang berpuasa dan menanamnya dalam suatu budaya untuk melihat apakah mereka akan membentuk organ-organ tubuh, yang seperti mini-intestines. Jika mereka memiliki kemampuan membentuk organoids, maka sel punca lebih mampu regenerasi. Sel-sel induk dari tikus puasa memiliki dua kali kapasitas regeneratif tikus yang tidak puasa.

Gambar 2. Sebuah organoid pencernaan (Elena ,2018).

David Sabatini, seorang profesor biologi MIT, anggota Whitehead Institute for Biomedical Research dan penulis senior makalah menjelaskan bahwa puasa menginduksi saklar metabolik di sel induk usus, dari memanfaatkan karbohidrat ke pembakaran lemak. Menariknya, beralih sel-sel ini ke oksidasi asam lemak meningkatkan fungsi mereka secara signifikan. Penargetan farmakologis dari jalur ini dapat memberikan kesempatan terapeutik untuk meningkatkan homeostasis jaringan pada patologi terkait usia

Dari perspektif Tibb, berpuasa memberi tubuh ‘ruang bernafas’ yang memungkinkan Physis melakukan aktivitas penting untuk memulihkan harmoni internal. Meski begitu, sejumlah perubahan metabolisme terjadi dalam berpuasa, perlahan pada awalnya, tetapi meningkat saat puasa berlanjut.

Sistem kekebalan tubuh. Selama puasa yang diperpanjang tiga hari atau lebih, banyak sistem kekebalan diremajakan, dan sel yang tua, rusak atau berkinerja buruk dibuang dan dibuang. Sel induk tubuh meningkatkan produksi sel darah putih. Agen penting ini sangat penting untuk menangkal infeksi. Ini berlaku khususnya untuk orang tua, yang berisiko tinggi terkena infeksi, kanker atau gangguan lainnya (Elena ,2018).

Referensi :

  1. Ciara H. O’Flanagan, Laura A. Smith, Shannon B. McDonell, dan Stephen D. Hursting. 2017.When less may be more : calorie restriction and response to cancer therapy. BMC Medicine (2017) 15:106 DOI 10.1186/s12916-017-0873-x.
  2. Elena Motivans.2018.Fasting can help stem cells in the intestine to regenerate. https://www.zmescience.com/medicine/fasting-can-help-stem-cells-intestine-regenerate/.Diakses pada Selasa, 22 Mei 2018, 5.29.
  3. Maria M Mihaylova, Chia-Wei Cheng, Amanda Q Cao, Surya Tripathi, Miyeko D Mana, Khristian E Bauer-Rowe, Monther Abu-Remaileh, Laura Clavain, Aysegul Erdemir, Caroline A Lewis, Elizaveta Freinkman, Audrey S Dickey, Albert R La Spada, Yanmei Huang, George W Bell, Vikram Deshpande, Peter Carmeliet, Pekka Katajisto, David M Sabatini, Ömer H Yilmaz. 2018. Fasting Activates Fatty Acid Oxidation to Enhance Intestinal Stem Cell Function during Homeostasis and Aging.Cell Stem Cell. Volume 22, Issue 5, 3 May 2018, Pages 769-778.e4.
  4. Lee C, Longo VD. Fasting vs dietary restriction in cellular protection and cancer treatment: from model organisms to patients. Oncogene.2011;30(30):3305–16. (39)
  5. Quraish Shihab.2000.Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an Volume 1,339-340.
  6. Jawad F, Kalra S. Diabetes care in Ramadan: An exemplar of person centered care. J Pak Med Assoc 2015; 65 (Suppl 1): S1-S2.
  7. Jawad F. Diabetes and Ramadan- who is exempted from fasting.Annals of Karachi Medical Dental College; 2015; 20: 93-94.,
  8. Waddell MA. Science and Religion. A Companion to the History of American Science. 2016:528-40.
  9. Iredho Fani Reza. Implementasi Coping Religious dalam Mengatasi Gangguan Fisik-Psikis-Sosial-Spiritual pada Pasien Gagal Ginjal Kronik .Fakultas Psikologi Islam.Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Intizar, Vol. 22, No. 2, 2016.
  10. Sumarno Adi Subrata , Merses Varia Dewi. Puasa Ramadhan Dalam Perspektif Kesehatan: Literatur Review. Khazanah: Jurnal Studi Islam dan Humaniora.ISSN: 0215-837X (p); 2460-7606 (e), Vol. 15 (1), 2017, pp. 235-256.http://dx.doi.org/10.18592/khazanah.v15i2.1139.
  11. Al-Jarullah, A. b. J. b. I. (2005). Risalah Ramadhan. Rabwah: Islamic Propagation.
  12. Fatema Jawad, Sanjay Kalra. 2016. Ramadan and diabetes: Holistic trial design. Journal of Pakistan Medical Association 66 (7), 791-792. 7 2016. PubMed: 27427122.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top