Pada tanggal 20 Juli 2021, Jeff Bezos meluncur ke luar angkasa bersama dengan 3 orang lain mengunakan roket New Shepard. Peluncuran ini adalah misi pertama Blue Origin membawa penumpang, dan langsung membawa Jeff Bezos.
Selain Jeff Bezos, ada tiga orang lain yang mengisi kursi New Shepard. Mark Bezos, yang merupakan saudara Jeff Bezos; Oliver Daemen, remaja berusia 18 tahun anak dari Belanda; dan Wally Funk, mantan calon astronot Mercury 13 era perang dingin dulu.
Oliver Daemen adalah anak dari Joes Daeman, CEO Somerset Capital Partners. Joes membayar tiket peluncuran tersebut dan memutuskan agar anaknya saja yang berangkat [1]. Daeme bukanlah pemenang lelang kursi New Shepard seharga 28juta USD. Diketahui bahwa pemenang anonimus tersebut terbentrok jadwal dan akan ikut di peluncuran selanjutnya[1]. Oliver Daemen memegang rekor sebagai orang termuda yang pergi ke luar angkasa.
Wally Funk dan Astronot Wanita NASA
Sementara Wally Funk, bisa dibilang menyita lebih banyak perhatian daripada Jeff Bezos sendiri. Entah merupakan PR stunt atau bukan, keputusan Blue Origin membawa Wally Funk yang batal terbang setengah abad lalu pantas diapresiasi.
Mercury 13 adalah proyek di luar NASA, yang diinisiasi secara personal oleh Dr. William Randolph Lovelace dan didanai oleh Jacqueline “Jackie” Cochran pada tahun 1960[2]. Saat itu tidak ada satupun program pemerintah untuk merekrut astronot perempuan. Program astronot NASA pertama yakni Mercury 7, adalah all-men-show.
Lovelace secara rahasia terus melakukan tes terhadap calon astronot wanita ini untuk meneliti bagaimana tubuh perempuan berprilaku di luar angkasa. Akhir tahun 1961, 13 wanita yang memenuhi kualifikasi terpilih (8 tahun sebelum pendaratan bulan). Wally Funk adalah salah satu dari 13 wanita kuat tersebut. Tes fisik dan kesehatan terus dilakukan untuk mendapatkan data.
Tesnya terhenti ketika semua tes sudah ditempuh, kecuali tes simulasi luar angkasa. DImana fasilitas simulasi tersebut ada di militer, dan Lovelace tidak akan mendapat izin untuk melakukan tes terhadap calon astronot wanita tidak resmi. Kemudian program ini berhenti begitu saja.
Blue Origin vs Virgin Galactic
9 hari sebelumnya (11 Juli) Virgin Galactic meluncurkan foundernya, Richard Branson, dengan dua pilot dan 3 penumpang lainnya ke luar angkasa. Pesawat SpaceShipTwo meroket mencapai ketinggian 80 km, dimana berdasarkan definisi NASA, sudah termasuk luar angkasa[3]. Sementra New Sheppard milik Blue Origin membawa penumpangnya mencapai ketinggian 106 km.
Lalu muncul perdebatan, apakah penumpang berbayar Virgin Galactic atau Blue Origin, yang tanpa pelatihan khusus pantas dipanggil astronot? Dan disamakan dengan astronot NASA yang menjalankan misi di ISS atau bahkan bulan?
Biasanya, siapapun yang sudah melintas diatas ketinggian 80 km boleh disebut sebagai astronot, dan berhak mendapat sebutan astronot. Namun pro kontra definisi astronot yang disebabkan akan umumnya pariwisata luar angkasa, mengharuskan FAA (lembaga Amerika yang mengatur penerbangan) membedakan astronot ‘jalan-jalan’ dengan astronot yang menjalankan misi untuk sains dan teknologi.
FAA pun mengeluarkan aturan baru tentang ini (order no. 8800.2). Aturan yang dirilis Juli ini menegaskan bahwa yang berhak menerima Wings Astronot FAA harus memiliki backgorund pelatihan terbang yang memadai. Jadi, yang berhak memegang titel astronot hanya pilot dari pesawat yang meluncur ke luar angkasa. Untuk kasus Virgin Galactic, mereka memang menggunakan pesawat khusus dan membutuhkan peran pilit. Sementara untuk Blue Origin, peluncurannya hanya roket membawa kapsul penupang. Tanpa latihan khusus, tidak ada dari penumpang yang berhak menerima wings tersebut.
Ketika space tourism menjadi sumber uang baru, satu hal yang pasti: pajak!
Peluncuran Virgin Galactic dan Blue Origin dalam waktu berdekastan tentu menarik atensi publik secara masif. Tidak terkecuali politikus yang tidak terlalu tertarik dengan hal-hal berbau roket. Minggu lalu salah satu anggota kongress mengusulkan adanya pajak untuk pariwisata luar angkasa[4]. Masalahnya disini, Securing Protections Against Carbon Emissions (SPACE) Tax Act, sesuai namanya, mematok nilai pajak berdasarkan emisi karbon dari roket yang digunakan. Dimana, masing-masing roket dari manufaktur yang berbeda menghasilkan emisi karbon yang berbeda.
Bukan berarti dari awal tidak ada standarisasi emisi untuk roket, tapi roket yang memiliki fungsi yang sama bisa menghasilkan emisi berbeda. Dampaknya adalah kesenjangan pajak bagi beberapa perusahaan yang sama-sama menjual jasa pariwisata luar angkasa. Misal, untuk roket New Shepard milik Blue Origin, menggunakan campuran hidrogen cair dan oksigen cair. Emisinya hampir semua berupa air dan tidak ada karbon[5].
Refrensi:
[1] https://www.cnbc.com/2021/07/15/blue-origin-reveals-oliver-daemen-flying-to-space-with-jeff-bezos.html diakses 26 Juli 2021
[2] https://www.space.com/mercury-13.html diakses 26 Juli 2021
[3] https://www.space.com/virgin-galactic-richard-branson-unity-22-launch-explained diakses 26 Juli 2021
[4] https://www.space.com/space-tourism-tax-proposed diakses 26 Juli 2021
[5] https://www.independent.co.uk/climate-change/news/bezos-rocket-carbon-emissions-blue-origin-b1888059.html diakses 26 Juli 2021