Manusia dilengkapi dengan indra yang dapat mendeteksi berbagai sinyal dengan sensitivitas dan kekhususan yang sangat kompleks. Misalnya, ketika kita berada di ruang yang gelap, mata kita beradaptasi untuk menyesuaikan diri dengan ruang yang sedikit cahaya. Dengan cahaya yang cukup, kita juga dapat melihat dan membedakan berjuta jenis warna. Dengan indra penciuman dan perasa, kita dapat mengetahui berbagai macam senyawa kimia yang ada di lingkungan kita. Kita juga dapat mengkategorikan sesuatu itu harum atau bau, enak atau tidak enak, beracun atau tidak beracun (Berg et al., 2015).
Otak merupakan organ yang paling penting dalam tubuh manusia; terdiri lebih dari 100 juta sel saraf yang saling terhubung satu sama lain yang disebut sinapsis. Sinapsis ini berfungsi sebagai pusat utama dari pergerakan tubuh manusia. Sinapsis juga mengontrol fungsi bawah sadar dari tubuh manusia seperti proses pernapasan dan detak jantung. Menariknya, Sphingolipid-lah yang memonitori semua fungsi ini. Sphingolipid ini terletak di sebelah jaringan adiposa tubuh manusia (Hussain et al., 2019). Sphingolipid banyak ditemukan di sistem saraf pusat atau Central Nervous System (CNS). Selain berfungsi sebagai monitor dalam perkembangan sistem saraf pusat, Sphingolipid juga berperan penting dalam proses selular seperti endositosis, jalur metabolisme intraseluler dan transduktor sinyal (Alaamery et al., 2019).
Penemuan Sphingolipid
Sphingolipid merupakan salah satu kelas utama lipid eukariotik. Penemuan ini dilakukan oleh Johann Ludwig Thudichum pada tahun 1874 dari ekstraksi suatu fraksi yang terdapat di bagian otak. Istilah “sphingo-“ diperkenalkan oleh Thudichum yang didasarkan pada suatu bangunan Yunani kuno, Sphinx. Seperti Sphinx, istilah ini didasarkan pada penemuan molekul Sphingolipid yang kemunculannya menimbulkan teka-teki (Kleuser, 2018). Sphinx didesain dengan kepala manusia dan badan singa. Sosok singa dari Sphinx, melambangkan Sekhmet—seorang pemburu yang galak, yang merupakan dasar dari perbedaan banyaknya jenis Sphinx. Adapun kepala manusia melambangkan keluarga kerajaan Mesir yang berbeda-beda. Seperti Sphinx, penamaan jenis-jenis molekul dari Sphingolipid ini didasarkan pada jenis gugus yang terikat pada struktur bagian kepala dari Sphingolipid (Brock, 2009).
Struktur Sphingolipid
Salah satu jenis Sphinx yang terkenal adalah the Great Sphinx of Giza, yang terletak di sebelah piramida Khafra. Salah satu jenis sphingolipid yang terkenal yaitu sphingomyelin, dengan fosfokolin sebagai gugus pada struktur kepalanya. Berikut merupakan struktur spingomielin yang dianalogikan mirip dengan the Great Sphinx of Giza.

Gugus R | Sphingolipid |
H | Seramida |
Fosfokolin | Sphingomielin |
Gula | Glikosphingolipid |
Fungsi Sphingolipid
Fungsi Sphingolipid tergantung dari jenis gugus fungsional yang terdapat pada strukturnya. Bioaktif utama dalam Sphingolipid di antaranya Ceramides, Ceramide 1-Phosphates (C1P), glucosylceramides, sphingosines, dan S1P (Alaamery et al., 2020). Sphingolipid berfungsi sebagai komponen struktural membran, lipoprotein, kulit, dan biomaterial lainnya. Sphingolipid terletak di organel intraselular, seperti membran plasma, vesikel intraselular dan beberapa organel terkait seperti (Badan golgi, endosom, dll), mitokondria, bahkan di inti sel (Chen, 2010).
Sphingolipid juga berfungsi dalam proses perkembangan otak, sebagai regulator penting dari berbagai peristiwa seluler karena kemampuan mereka untuk membuat domain mikro dalam membran plasma dan Sphingolipid terlibat dalam diferensiasi saraf dan transmisi sinapsis pada koneksi neuronal-glial dan kestabilan myelin. Oleh karena itu, berbagai jenis gangguan metabolisme pada Sphingolipid dapat menyebabkan penataan ulang membran plasma dan perkembangan berbagai penyakit saraf (Husain et al., 2019). Dengan kata lain, Sphingolipid dapat disebut juga sebagai pisau bermata dua karena sifatnya yang dapat bertindak sebagai proses-proses penting bioseluler dalam tubuh manusia. Selain itu, sphingolipid juga dapat merugikan karena apabila jalur metabolismenya tidak ‘berjalan’ sebagaimana mestinya sehingga menyebabkan beberapa penyakit-penyakit saraf.
Berikut merupakan jalur sintesis de novo sphingolipid yang berlangsung di dalam retikulum endoplasma (Hussain et al., 2019).
Disfungsional pada Sphingolipid
Otak mamalia terdiri dari neural stem cells (NSCs) yang berfungsi sebagai tempat untuk perkembangan dan kematangan neuron sejak embrio dan berlanjut di sepanjang kehidupan mamalia dewasa. Mekanisme yang terdapat pada gambar di bawah dapat melibatkan gabungan penghambatan sintesis GluCer. Hal ini dapat menyebabkan penurunan perkembangan aksonal bersamaan dengan percabangan saraf sehingga dapat menyebabkan beberapa penyakit saraf, seperti: penyakit Parkinson, Alzheimer, penyakit Huntington, dan epilepsi (Hussain et al., 2019).
Penyakit Parkinson
Penyakit ini disebabkan oleh degenerasi neuron yang diikuti oleh fibrilasi dan akumulasi α-synuclein. ‘Salah’nya jalur yang terjadi selama proses metabolisme, lisosom/autofagus, dan disfungsi mirokondria merupakan penyebab dari penyakit Parkinson. Enzim yang mendegradasi glucosylceramide (GlcCer) dikodekan oleh gen yang disebut dengan glucocerebrosidase-1 (GBA) yang merupakan penyebab dari penyakit Parkinson. Oleh karenanya, GlcCer memfasilitasi pembentukan α-synuclein (Hussein et al., 2019). Penyakit Parkinson juga disebabkan oleh kolesterol.
Beberapa data dari penelitian menunjukkan bahwa tingginya kadar kolesterol dan hasil produk oksidasinya (oksisterol) memiliki peranan penting dalam perkembangan Penyakit Parkinson oleh agregasi α-synuclein. Hal ini dapat menyebabkan inflamasi, meningkatkan kadar stress oksidatif, dan dapat berujung pada kematian neuron dopaminergik. Selain itu, kolesterol juga memegang peranan penting pada penyakit neuron lainnya, seperti penyakit Huntington, penyakit Alzheimer, dan epilepsi (Hussein et al., 2019). Penderita penyakit Parkinson ini mengalami beberapa gejala, di antaranya: tangan atau jari bergetar, tulisan yang semakin mengecil, hilang pembauan dari hidung, kesulitan tidur, kesulitan bergerak atau berjalan, konstipasi, suara yang lembut atau kecil, wajah ‘bertopeng’, pusing atau pingsan, membungkuk.
Penyakit Alzheimer
Penyakit Alzheimer merupakan penyakit utama neurodegeneratif atau NDD (Neurodegenerative Disease). Penyakit ini ditandai dengan pembentukan β-amiloid (Aβ) dan pembentukan plak (Gambar 10). Seperti penyakit Parkinson, kolesterol juga memegang peranan pada penyakit Alzheimer, khususnya dalam pembentukan plak (Hussein et al., 2019). Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan daya ingat dan kemampuan berpikir. Beberapa gejala dari penyakit Alzheimer yaitu: hilangnya ingatan, kesulitan dalam merencanakan atau menyelesaikan masalah, kesulitan dalam menyelesaikan beberapa hal sederhana,bingung dengan waktu atau tempat, kesulitan dalam memahami gambar visual dan hubungan spasial, bermasalah ketika berbicara atau menulis.
Penyakit Huntington
Penyakit Huntington merupakan salah satu jenis lain dari penyakit neurodegeneratif atau NDD (Neurodegenrative Disease). Mutasi autosom dominan alel dengan pengulangan gen Htt (huntingtin) berlebih merupakan penyebab penyakit Huntington. Hal ini ditandai dengan degenerasi neuron pada daerah korteks dan striatum (Hussein et al., 2019). Beberapa gejala dari penyakit ini yaitu kesulitan berkonsentrasi, penyimpangan memori, dan depresi.
Epilepsi
Epilepsi merupakan penyakit dengan ketidaknormalan aktivitas otak, hal ini dapat menyebabkan beberapa perilaku menyimpang bagi penderita dan kejang-kejang. Disregulasi metabolisme dari lipid merupakan faktor yang penting dari aktivitas otak yang tidak normal. Sphingolipid juga memerankan peranan penting pada penyakit epilepsi, yaitu tidak normalnya aktivitas CERS (Ceramide Synthase 2) dalam otak (Hussein et al., 2019).
Demikian berbagai fakta unik dari Sphingolipid, semoga dapat menambah wawasan dan dapat menjadi salah satu ide penelitian ya.
Referensi
- Berg, Jeremy M., Tymoczko, J. L., Jr, G. J. G., and Stryer, L. 2015. Biochemistry Eighth Edition. United States of America: W. H. Freeman and Company.
- Alaamery, Manai. 2019. “Role of Sphingolipid Metabolism in Neurodegeneration”. Journal of Neurochemistry. 2020;00:1-11. DOI: 10.1111/jnc.15044.
- Chen, Yanfeng, Liu, Ying., Sullards, M. C., H, Alfred., Jr, Merril. 2010. “An Introduction to Sphingolipid Metabolism and Analysis by New Technologies”. Neuromol Med. 12:306-319. Doi: 10.1007/s12017-010-8132-8.
- Hussain, Ghulam et al., 2019. “Role of Cholesterol and Sphingolipids in Brain Development and Neurological Diseases”. Lipids in Health and Disease. 18(26). https://doi.org/10.1186/s12944-019-0965-z.
- Kleuser, Burkhard. 2018. “The Enigma of Sphingolipids in Health and Disease”. International Journal of Molecular Sciences. 19,3126. doi:10.3390/ijms19103126.
- Brock, Tom. 2009. https://www.caymanchem.com/news/sphingolipids. Diakses pada 17 November 2020.
- https://www.alz.org/alzheimers-dementia/10_signs. Diakses pada 22 November 2020 pukul 22.46 WIB.
- https://www.nhs.uk/conditions/huntingtons-disease/symptoms/. Diakses pada 24 November 2020 pukul 23.51 WIB.
- https://www.parkinson.org/understanding-parkinsons/10-early-warning-signs. Diakses pada 22 November 2020 pukul 21.19 WIB.