Perkembangan teknologi yang pesat menyebabkan perubahan jadwal dan kondisi pekerjaan. Hal-hal yang umum terjadi dalam pekerjaan telah mengalami perubahan, salah satunya adalah tempat kerja. Perusahaan biasanya menyediakan suatu lokasi untuk bekerja, namun kini hal tersebut tidak berlaku bagi beberapa perusahaan sehingga para pekerja terutama generasi milenial memiliki kebebasan dalam memilih lokasi kerjanya. Perkembangan teknologi mendukung kebebasan tersebut karena hal terpenting dalam bekerja bagi para pekerja adalah mereka telah memiliki peralatan lengkap untuk mengerjakan pekerjaan yang telah diberikan.
Dikarenakan perkembangan teknologi dan layanan telekomunikasi, tren pekerja untuk teleworking meningkat sejak 1980. Pekerjaan yang tidak dikerjakan di tempat kerja disebut teleworking, sedangkan pekerja yang tidak bekerja di tempat kerjanya disebut teleworker.
Gambar 1. Pekerja yang bekerja dengan sistem teleworking
(Sumber: https://www.commuteoptions.org/telework/ )
Teleworking membantu mengurangi volume lalu lintas sekaligus polusi[1]. Waktu yang dihabiskan di Amerika Serikat, salah satu negara yang telah menerapkan teleworking, dalam kemacetan setara dengan waktu bekerja selama lebih dari dua minggu[2] sehingga teleworking membantu mengurangi total waktu terjebak dalam kemacetan. Selain itu pekerja yang bekerja di rumah terbebas dari rasa frustasi dan kehilangan waktu dalam menempuh perjalanan dari rumah ke tempat kerja dan sebaliknya. Sekitar 30% pekerja di sana menjadi pekerja teleworking. Turunnya tingkat kemacetan dan polusi menjadi penanda keberhasilan manajemen transportasi. Teleworking menurunkan penggunaan benzena dan petroleum dalam skala nasional, mengurangi angka kecelakaan, dan mempermudah pemenuhan kebutuhan infrastruktur transportasi.
Tidak hanya mengurangi kemacetan dan polusi, teleworking membuat produktivitas pekerja meningkat. Hal itu dikarenakan pekerja dapat mengatur waktunya secara lebih luwes sehingga mereka dapat menghabiskan lebih banyak waktu bersama keluarga. Jumlah pekerja paruh waktu pun meningkat karena kemudahan dalam mengatur waktu untuk mengerjakan pekerjaan kantor dan rumah. Teleworking turut mempengaruhi perilaku seseorang dalam bepergian menuju lokasi tertentu. Saat pekerja teleworking berada dalam hari kerja, pekerja cenderung lebih sedikit bepergian dan jarak yang ditempuh saat bepergian pun lebih singkat[3]. Dampak teleworking antar negara tidak selalu sama karena ada beberapa faktor tertentu yang mempengaruhi teleworking dalam masing-masing negara, khususnya faktor budaya dan infrastruktur.
Teleworking dapat merugikan pekerja dan pengusaha dari segi sosial, keuangan, dan keamanan. Pekerja kekurangan waktu untuk saling berinteraksi dengan pekerja lainnya dalam pekerjaan sehingga produktivitas menurun akibat kualitas kemampuan berkomunikasi menurun[4]. Biaya pekerja pun kurang sepadan dengan tantangan bekerja secara jarak jauh.
Gambar 2. Teleworking menghubungkan pekerja dari lokasi selain tempat kerjanya (misalnya rumah) ke perusahaan yang mempekerjakannya
(Sumber: https://www.wdc.ie/e-working-what-are-the-trends/ )
Model efek tetap (fixed effects) diterapkan dan uji ketahanan diketahui dari regresi yang tampak tidak berkaitan (seemingly unrelated regression/SUR). Pendekatan Instrumental Variable (IV) pun diterapkan dengan memakai metode two stage least square (2SLS). Model efek tetap berperan untuk menghitung ketergantungan dari bias variabel yang dihilangkan (omitted variable bias) sehingga estimasi terhadap teleworking, lalu lintas, dan polusi udara secara berkelanjutan dapat diketahui dari SUR. Pendekatan IV berguna untuk mencari tahu kemungkinan kausalitas terbalik (reverse causality) diantara teleworking, lalu lintas, dan polusi udara. IV menggunakan tiga faktor, yaitu posisi pekerjaan, kepemilikan komputer di rumah, dan kelas sosial.
Data diperoleh dari Survei Swiss Household Panel (SHP) tahun 1999-2013. Data volume lalu lintas tersedia dari tahun 2002-2013 sehingga 12 gelombang tes digunakan. Volume lalu lintas dihitung setiap bulan. Responden berjumlah lebih dari 5000 rumah tangga yang berusia di atas 15 tahun karena pertanyaan ditujukan untuk mengetahui perubahan sosial dan ekonomi individu dan rumah tangga di Swiss.
Teleworking dipilih sebagai variabel bebas, sedangkan lalu lintas dan polusi udara menjadi variabel terikat. Teleworking diukur dari setiap individu, sedangkan pengukuran lalu lintas dan polusi udara dilakukan dalam lingkup regional. Polusi udara yang diukur setiap hari dibagi menjadi 5 jenis berdasarkan polusi udara yang paling berbahaya dan berkaitan dengan kondisi cuaca[5], yaitu ozon level tanah (O3), sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), karbon monoksida (CO), dan zat khusus berukuran kurang dari sama dengan 10 µm (PM10).
Beberapa faktor yang mempengaruhi lalu lintas dan polusi udara ialah kondisi cuaca, pendapatan, dan umur. Cuaca yang dinyatakan dengan temperatur udara, curah hujan, dan kecepatan angin dan diamati setiap bulan. Karena data volume lalu lintas diamati sepanjang bulan, perhitungan harian polusi udara dan cuaca diubah menjadi bulanan. Pendapatan dan umur menjadi variabel berkelanjutan. Pendapatan menurut hipotesis kurva Kuznets lingkungan merupakan faktor yang penting. Umur menjadi salah satu faktor karena umur berkaitan dengan tingkat pendidikan. Jika seseorang semakin berumur, berpendidikan, dan berpengalaman dalam bekerja, maka seseorang semakin sering menjalani teleworking[6].
Polusi udara dan data volume lalu lintas dipetakan berdasarkan kode pos setiap orang. Titik-titik stasiun pemantau lalu lintas dan udara diinterpolasi berdasarkan titik pusat berbagai kota dengan metode inverse distance weighting (IDW), salah satu metode interpolasi berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG).
Volume lalu lintas selama 2002-2013 mengalami penurunan sehingga kualitas udara mengalami peningkatan. Seluruh jenis polusi udara mengalami penurunan, kecuali ozon. Hal tersebut ditunjukkan oleh korelasi teleworking yang berbanding terbalik dengan volume lalu lintas dan kualitas udara. Teleworking diperkirakan mampu mengurangi volume lalu lintas hingga 1,9%. Jenis polusi udara yang mengalami penurunan mulai yang terbesar secara berurutan ialah NO2 (3,6%), CO (3,4%), PM10 (3,3%), dan O3 serta SO2 (2,1-2,3%). Volume lalu lintas berkaitan dengan polusi udara yang dibuktikan dengan 1% peningkatan volume lalu lintas setara dengan peningkatan polusi udara sebesar 3,2-4,3%. Teleworking berdasarkan pendekatan IV mampu mengurangi rata-rata volume lalu lintas hingga 2.7% dan menurunkan polusi udara sebesar 2,6-4,1%. Kausalitas terbalik antara teleworking dengan volume lalu lintas dan polusi udara pun terbukti dengan kemunculan derajat kemungkinan. Dampak teleworking semakin meningkat apabila radius jarak semakin mengecil dan semakin dekat dengan stasiun pemantau udara.
Pendapatan seseorang, curah hujan, dan kecepatan angin yang semakin meningkat pun menurunkan volume lalu lintas dan polusi udara. Semakin kaya seseorang, seseorang akan mencari tempat tinggal yang semakin jauh dari kemacetan lalu lintas. Temperatur tinggi atau cuaca cerah meningkatkan kemampuan seseorang untuk berkendara, namun hal tersebut turut mendorong seseorang untuk berlibur di luar ruangan[7]. Saat hujan sering terjadi dan kecepatan angin meningkat, orang-orang akan lebih tertarik menggunakan transportasi umum karena kedua kondisi tersebut menyebabkan jarak pandang saat berkendara menurun dan kondisi infrastruktur jalan memburuk.
Teleworking mengurangi kecenderungan seseorang untuk berkendara sendirian. Pengurangan tersebut mendorong terjadinya penurunan kemacetan dan polusi udara sehingga konsumsi bahan bakar pun menurun dan kualitas kesehatan meningkat. Keinginan seseorang untuk menjadi teleworker dapat semakin meningkat jika kualitas jalan dan transportasi umum ditingkatkan.
Sumber:
[1]Bentley, T.A., Teo, S.T.T., McLeod, L., Tan, F., Bosua, R., dan Gloet, M. (2016). The role of organizational support in teleworker wellbeing: a socio-technical systems approach. Applied Ergonomics, (52), 207-215. doi:10.1016/j.apergo.2015.07.019.
[2]Schrank, D. dan Tim Lomax. (2005). The 2005 Urban Mobility Report. Texas Transportation Institute, Texas A&M University. Diambil dari http://tti.tamu.edu/documents/mobility_report_2005.pdf.
[3]Wells, K., Douma, F., Loimer, H., Olson, L., dan Pansing, L. (2001). Telecommuting implications for travel behavior: Case Studies from Minnesota. Transportation Research Record, (1752), 148-156.
[4]Lowry, P.B., Roberts, T.L., Romano, N.C., Cheney, P.D., dan Hightower, R.T. (2006). The impact of group size and social presence on small-group communication: does computer-mediated communication make a difference? Small Group Research, (37), 631-661. doi:10.1177/1046496406294322.
[5]Lecoeur, E., Seigneur, C., Terray, L., dan Pagé, C. (2012). Influence of climate on PM2.5 concentrations over Europe: a meteorological analysis using a 9-year model simulation. Geophysical Research Abstract, (14), 3976-3984.
[6]Giovanis, E. (2018). The relationships between teleworking, traffic and air pollution. Atmospheric Pollution Research, (9), 1-14. doi:10.1016/j.apr.2017.06.004
[7]Leard, B. dan Roth, K. (2015). Weather, Traffic Accidents, and Climate Change. Resources for the Future, Working Paper, RFF DP 15-19, Washington.
Alumni Kartografi dan Penginderaan Jauh UGM Yogyakarta. Senang membaca buku, menulis, dan menggambar. Walau berpeluh, pantang mengeluh. Walau berdarah, pantang menyerah!