Tes Darah Untuk Memprediksi Timbulnya Penyakit Alzheimer Menjadi Semakin Akurat dan Sempurna (94%)

Alzheimer merupakan penyakit kemunduran saraf tersering yang ditemukan (60-80%). Karateristik klinik berupa berupa penurunan progresif memori episodik.[1] Di Indonesia, jumlah […]

blank

Alzheimer merupakan penyakit kemunduran saraf tersering yang ditemukan (60-80%). Karateristik klinik berupa berupa penurunan progresif memori episodik.[1] Di Indonesia, jumlah orang dengan alzheimer diperkirakan akan semakin meningkat dari 960.000 di tahun 2013, menjadi 1.890.000 di tahun 2030 dan 3.980.000 di tahun 2050.[2]

Penyebab dan proses terjadinya Alzheimer sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Secara umum pada Alzheimer terdapat kerusakan sel-sel otak. Secara patologi dapat ditemukan plak neuritik dan neurofibrillary tangles (hypertphosphorylated protein tau) yang disebut sebagai ciri khas Alzheimer. Telaah secara biologi menunjukkan adanya proses inflamasi, stress oksidatif, perubahan lingkungan mikro, dan fungsi metabolisme otak.[3]

Alzheimer membawa dampak yang sangat besar bagi penderita, lingkungan, dan negara. Penderita alzheimer memiliki tingkat kematian lima kali lipat lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang tanpa alzheimer. Alzheimer yang berat dapat menimbulkan berbagai komplikasi seperti imobilisasi, kesulitan menelan, dan kekurangan nutrisi yang akan berujung pada kerentanan terhadap penyakit-penyakit jantung dan radang paru-paru.[4] Otak tidak sehat dan tidak produktif di masa tua tidak saja mengakibatkan timbulnya masalah kesehatan dan masalah sosial tetapi juga menjadi beban ekonomi. Beban biaya yang harus ditanggung untuk orang dengan alzheimer yang dikeluarkan oleh negara-negara berpenghasilan menengah keatas, diperkirakan mencapai US$ 32,5 Milliar atau 325 Triliun rupiah per tahun.[5]

Deteksi alzheimer untuk saat ini menggunakan PET amiloid (positron emission tomography) suatu alat pemindaian otak menggunakan alat radiologi canggih yang memakan waktu lama dan biaya besar sehingga penanganan alzheimer sering terlambat, namun dengan ditemukannya deteksi baru pada pemeriksaan alzheimer hal tersebut mungkin bisa diatasi.

Sebuah terobosan baru untuk mendeteksi perubahan otak akibat alzheimer menggunakan sampel darah selangkah lebih dekat menjadi kenyataan. Para peneliti menemukan bahwa mengukur rasio kadar β-amiloid (Aβ) 42 dan Aβ40 dalam darah menggunakan uji imunopresipitasi dan kromatografi-spektrometri 94% akurat dalam mendiagnosis alzheimer. Dengan tes darah berpotensi memeriksa ribuan orang dalam sebulan, melakukan perawatan lebih cepat, dan biaya lebih murah. [6]

Dengan menggunakan imunopresipitasi dan uji kromatografi-spektrometri, para peneliti mengukur Aβ42 / Aβ40 dalam sampel plasma dan cairan serebrospinal otak dari 158 orang yang lebih tua, sebagian besar orang dengan kognitif normal yang dikumpulkan dalam 18 bulan setelah pemindaian PET amiloid. Plasma Aβ42 / Aβ40 berkorelasi tinggi dengan PET amiloid. [6]

Kombinasi plasma Aβ42 / Aβ40, usia, dan status apolipoprotein (APOE) ε4 memiliki korelasi sangat tinggi dengan PET amiloid yang menunjukkan bahwa plasma Aβ42 / Aβ40 dapat digunakan sebagai alat skrining bagi orang yang berisiko alzheimer. Selain itu, individu dengan plasma positif Aβ42 / Aβ40 tetapi pemindaian amiloid PET negatif memiliki risiko 15 kali lipat lebih tinggi dari konversi menjadi amiloid PET-positif. [6]

Sensitivitas uji plasma Aβ42 / Aβ40 terhadap individu amiloid PET-negatif yang mengonversi ke amiloid PET-positif menunjukkan bahwa plasma Aβ42 / Aβ40 menjadi positif lebih awal daripada pemeriksaan PET amiloid yang digunakan pada penelitian ini. Oleh karena itu, plasma positif Aβ42 / Aβ40 dengan pemindaian PET amiloid negatif dapat mewakili amiloidosis awal daripada hasil positif palsu pada beberapa individu. [6]

Dengan beberapa keunggulan di atas, tidak menutup kemungkinan dengan menggunakan tes darah sebagai skrining alzheimer, penyakit tersebut bisa ditangani lebih dini.

REFERENSI

  1. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Panduan Praktik Klinik Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia. Jakarta. 2015.
  2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Strategi Nasional Penanggulangan Penyakit Alzheimer dan Demensia Lainnya: Menuju Lanjut Usia Sehat dan Produktif. Jakarta. 2015.
  3. Thies W, Bleiler L. Alzheimer’s Association Report 2011 Alzheimer’s Disease Facts and Figuress. Alzheimer’s Association. 2011.
  4. Prince M, Acosta D, Ferri CP, Guerra M, Huang Y, Rodriguez JJL. Dementia Incidence and Mortality in Middle-Income Countries and Association with Indicator of Cognitive Reserve. Journal of The Lancet. 2012; 380(9836): 50-8.
  5. World Alzheimer Report 2015 The Global Impact of Dementia an Analysis of Prevalence, Incidence, Cost, and Trend. Alzheimer’s Disease International. London. 2012.
  6. Schindler SE, Bollinger JG, Ovod V, Mawuenyega KG, Li Y, Gordon BA, Holtzman DM, Morris JC, Benzinger TLS, Xiong C, Fagan AM, Bateman RJ. High precision plasma amyloid-β 42/40 predicts current and future brain amyloidosis. Neurology, August 1, 2019

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *