Berkaca Dari Film Mission Mangal, Mungkinkah Indonesia Menggapai Mars?

  Mission Mangal dirilis pada 16 Agustus 2019 mengisahkan tentang organisasi penelitian luar angkasa India, Indian Space and Research Organization […]

blank

 

Mission Mangal dirilis pada 16 Agustus 2019 mengisahkan tentang organisasi penelitian luar angkasa India, Indian Space and Research Organization (ISRO) yang bertekad meluncurkan satelit ke orbit planet Mars. Dengan biaya paling murah, India berhasil menjadi negara Asia pertama yang berhasil mencapai orbit mars.

Dari sebuah artikel dikatakan bahwa biaya pembuatan roket dan satelit atau disebut dengan Mars Orbiter Mission (MOM) ini bahkan lebih murah dari biaya pembuatan film Hollywood, Gravity. Peristiwa ini tepatnya terjadi pada 24 September 2014, yang pada waktu itu sangat mendebarkan bagi para ilmuwan India yang terlibat. Diangkat dari kejadian nyata, Mission Mangal menjadi perhatian tersendiri bagi para pemerhati luar angkasa. Film tersebut menggambarkan besarnya perjuangan para ilmuwan India dengan kendala dan keterbatasan yang mereka miliki.

Berkaca dari film tersebut, mungkinkah Indonesia di kemudian hari akan berhasil menggapai Mars? Berkumpul dengan negara-negara lain untuk meneliti mineral atau komponen lain yang ada di Mars? Menjawab pertanyaan tersebut, mari kita analisis perkembangan roket dan satelit Indonesia.

Perkembangan teknologi roket di Indonesia diawali pada 27 Agustus 1963 di pantai Pakenawon, Sanden, Bantul. Roket setinggi 900 mm dengan diameter 76 mm berhasil dibuat dan diluncurkan oleh sejumlah mahasiswa teknik Universitas Gajah Mada (UGM). Roket yang diluncurkan tersebut dinamakan Gamma-III, sementara Gamma-I dan II peluncurannya tidak dipublikasikan karena masih terdapat banyak kekurangan.

Roket Gamma-IV dan IV berhasil diluncurkan pada 1 Maret 1964. Roket Gamma-IV merupakan roket bertingkat, yang panjang keseluruhannya mencapai 4,5 meter dengan berat 65 kilogram. Bahan bakar yang digunakan adalah tipe Z 2048. Gama IV bermuatan tikus putih, kamera, sensor suhu, dan sensor tekanan serta dilengkapi parasut. Ketinggian yang dicapai sejauh 11 mil atau 20 kilometer. Sedangkan Gama V adalah roket satu tingkat berbahan bakar padat tipe APT 71. Sayangnya, roket ini meledak pada saat diluncurkan.

Tiga kali peluncuran, roket Gamma cukup memikat pemerintah Indonesia kala itu. Presiden Soekarno dengan lantang mengumumkan bahwa Indonesia sudah bisa membuat roket. Suasana panas konfrontasi dengan Malaysia ketika itu membuat banyak instansi lain ikut mengembangkan roket. Tidak ketinggalan mahasiswa dan keluarga besar Institut Teknologi Bandung (ITB), yang bekerja sama dengan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI).

Setelah peristiwa itu, kemudian lahirlah roket Ganesha, yang konon ”menjiplak” roket Leska buatan Uni Soviet (Rusia). Pada saat itu, tak hanya mahasiswa yang keranjingan roket. Pemerintah, lewat AURI, Pabrik Senjata dan Mesiu (sekarang PT Pindad), ITB, dan UGM, juga mengembangkan roket. Begitu antusiasnya masyarakat dengan roket pada waktu itu, maka lahirlah PRIMA (Proyek Roket Ilmiah Militer Awal) 1. Dari proyek ini lahirlah roket Kartika 1, yang berdiameter 250 milimeter dan berbahan bakar propelan double base. Kartika 1 diluncurkan pada 14 Agustus 1964.

Bagaimana dengan perkembangan roket saat ini? Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) sudah menargetkan roket peluncur satelit khususnya untuk ketinggian Low Earth Orbit (LEO), sekitar 620 km pada tahun 2039. Untuk mencapai target tersebut butuh dukungan dan kerjasama dari negara lain khususnya dalam transfer teknologi. Akan sangat sulit bagi perkembangan teknologi roket jika tidak ada transfer teknologi dari negara yang telah memiliki pengalaman dengan teknologi roket itu sendiri. Mengingat kegunaan roket yang memiliki dual fungsi, yaitu sipil dan militer, maka cukup sulit bagi LAPAN untuk bekerja sama dalam pembuatan roket ini.

 

blank

Gambar 1. Road map satelit dan roket LAPAN, Indonesia

 

Untuk meningkatkan terus kapabilitas para ilmuwan di bidang teknologi roket. Saat ini LAPAN telah berhasil meluncurkan roket balistik dengan panjang 7,1 m dengan diameter 0.45 m yang dinamakan Rhan-450 dan roket sonda (roket untuk penelitian atmosfer) dengan panjang 6,11 mm dengan diameter 450 mm yang dinamakan Rx-450. Dalam road mapnya, penelitian dalam bidang roket ini akan terus ditingkatkan agar roket tersebut memiliki peningkatan khususnya dari segi ketinggian yang dicapai.

Dari segi perkembangan teknologi satelit, Indonesia telah mengembangkan satelit skala mikro dengan ketinggian LEO sekitar 600 km. Saat ini Indonesia memiliki tiga satelit buatan sendiri yang telah mengorbit di angkasa, yaitu satelit LAPAN-A1/LAPAN-TUBSAT, satelit LAPAN-A2/ORARI, dan satelit LAPAN-A3/IPB. Selain itu, telah dikembangkan satelit LAPAN-A4 yang memuat kamera multispektral resolusi tinggi dan satelit LAPAN-A5 yang merupakan satelit komunikasi konstalasi.

Penelitian tentang satelit terus dikembangkan dari segi misi dan bus satelit. Sama halnya dengan penelitian pada teknologi roket, LAPAN juga telah memiliki road map perkembangan satelit Indonesia. Dimulai dengan satelit eksperimen berbasis remote sensing sampai dengan satelit remote sensing operasional yang ditargetkan akan meluncur pada tahun 2025.

Dari segi kemandirian, perkembangan teknologi roket dan satelit di Indonesia dapat dikatakan belum dapat benar-benar mandiri. Dari segi komponen dan manufaktur sangat sulit diperoleh dari Indonesia sendiri. Ditambah lagi pada teknologi roket sangat sulit dilakukan kerjasama dengan negara lain, karena sifat roket yang dapat digunakan dalam bidang militer.

Akan tetapi, menilik sejarah, Indonesia merupakan negara kedua Asia setelah Jepang yang mampu menerbangkan roket pada tahun 1963 (India dan China belum). Kini, saatnya bagi kita belajar dari sejarah bahwa Indonesia pernah unggul dibanding India. Maka, tak ada yang tidak mungkin. Di kemudian hari rasanya kita akan mampu menggapai Mars, asalkan semangat tahun 1963 itu terus berkobar dalam jiwa peneliti-peneliti Indonesia.

Referensi :

[1] Haryadi, Rohmat. 2007. Unjuk Digdaya Lewat Roket. Tersedia di http://arsip.gatra.com/2007-12-10/majalah/artikel.php?pil=23&id=110473, diakses pada Januari 2020.

[2] Pusat Teknologi Roket. 2017. Fokus Pengembangan Roket Peluncur Satelit. Tersedia di http://pustekroket.lapan.go.id/index.php/subblog/pages/2014/17/Fokus-Pengembangan-Roadmap-Roket-  Peluncur-Satelit, diakses pada Januari 2020.

[3]  Wikipedia. 2020. Mission Mangal. Tersedia di https://en.wikipedia.org/wiki/Mission_Mangal, diakses pada Januari 2020.

 

Baca : https://warstek.com/2019/11/28/lisa/

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *