Biodiesel: Pengertian, Standar Mutu, dan Keunggulan [Lengkap+Referensi]

Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang menjanjikan yang dapat diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui esterifikasi dengan alkohol. Dalam penggunaan biodiesel perlu diperhatikan standar mutunya yang meliputi angka setana, nillai kalor, dst.

blank

Hingga saat ini Indonesia masih sangat bergantung pada bahan bakar berbasis fosil sebagai sumber energi. Data yang didapat dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukkan bahwa dengan persediaan minyak mentah di Indonesia, yaitu sekitar 9 milyar barrel, dan dengan laju produksi rata-rata 500 juta barrel per tahun, persediaan tersebut akan habis dalam 18 tahun. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi dan memenuhi persyaratan lingkungan global, satu-satunya cara adalah dengan pengembangan bahan bakar alternatif ramah lingkungan seperti biodiesel pengganti solar. Biodiesel yang berasal dari minyak tanaman seperti kelapa sawit, jarak, kelapa dll, juga dengan mudah diperoleh di Indonesia. Kedua bahan energi dapat dimanfaatkan sebagai pengganti bahan bakar fosil. Tahukah Anda apa sebenarnya pengertian biodiesel? Bagaimana standar mutunya? Simak artikel ini ya!

Pengertian

blank

Penggunaan nama biodiesel telah disetujui oleh Department of Energi (DOE), Environmental Protection Agency (EPA) dan American Society of Testing Material (ASTM), biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang menjanjikan yang dapat diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui esterifikasi dengan alkohol (Özgul dan Türkay 1993; Pamuji, dkk. 2004; Gerpen 2004).

The American Society for Testing and Materials (ASTM) (1998) mendefinisikan biodiesel sebagai mono-alkil ester yang terdiri dari asam lemak rantai panjang, didapat dari lemak terbarukan, seperti minyak nabati atau lemak hewani. Mono-alkil ester dapat berupa metil ester atau etil ester, tergantung dari sumber alkohol yang digunakan. Metil ester atau etil ester adalah senyawa yang relatif stabil, berwujud cairan pada suhu ruang (titik leleh antara 4°-18°C), nonkorosif, dan titik didihnya rendah (Swern, 1982).

Pada dasarnya semua minyak nabati atau lemak hewan dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mendapatkan bahan baku alternatif yang dapat dikembangkan secara luas sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Biodiesel berasal minyak sawit, minyak jelantah, minyak jarak, dan minyak kedelai (Zuhdi, 2002). Karena bahan bakunya berasal dari minyak tumbuhan atau lemak hewan, biodiesel digolongkan sebagai bahan bakar yang dapat diperbarui (Knothe 2005). Berikut adalah video potensi biodiesel di Indonesia.

Biodiesel dapat digunakan tanpa modifikasi ulang mesin diesel. Biodiesel juga dapat ditulis dengan B100, yang menunjukkan bahwa biodiesel tersebut murni 100 % monoalkil ester. Biodiesel campuran ditandai dengan ”BXX”, yang mana ”XX” menyatakan persentase komposisi biodiesel yang terdapat dalam campuran. B20 berarti terdapat biodiesel 20% dan minyak solar 80 % (Zuhdi, 2002).

Standar Mutu Biodiesel

blank

Berdasarkan peraturan Dirjen migas No.002/P/DM/ MIGAS/1979, tanggal 25 Mei 1979 tentang spesifikasi bahan bakar minyak dan gas dan standar pengujian SNI (Standart Nasional Indonesia) dapat dianalisa :

  • Angka Setana

Untuk bahan bakar motor diesel digunakan acuan Angka Setana, yaitu dengan bahan referensi normal cetane (C16H34) yang tidak memiliki keterlambatan menyala dan aromat methyl naphtalene (C10H7CH3) yang keterlambatannya besar sekali. Angka Setana dari biodiesel sebesar minimal 51 sedangkan standar dari solar sebesar 48. Pada bahan bakar biodiesel yang memiliki Angka Setana 46,95 berarti bahan bakar tersebut mempunyai kecenderungan menyala pada campuran 46,95 bagian normal angka Setana dan 53,05 bagian methyl naphtalena. Apabila dilihat dari angka Setana biodiesel yaitu 51 maka dapat digolongkan sebagai bahan bakar mesin diesel jalan cepat (mesin diesel jalan cepat pada angka cetane 40 sampai 70). Makin tinggi angka setananya maka makin rendah titik penyalaannya.

  • Kinematic Viscosity

Standar Kinematik viscosity dari biodiesel adalah sebesar 2,3 cSt sampai 6 cSt. Jika harga viskositas terlalu tinggi maka akan besar kerugian gesekan di dalam pipa, kerja pompa akan berat, penyaringannya sulit dan kemungkinan kotoran ikut terendap besar, serta sulit mengabutkan bahan bakar. Sebaliknya jika viskositas terlalu rendah berakibat pelumasan yang tipis, jika dibiarkan terus menerus akan mengakibatkan keausan.

  • Nilai Kalor

Standar minimal kalori yang dihasilkan oleh biodiesel adalah 17,65 Btu/lb. Sebagai bahan bakar, biodiesel harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh SNI seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut:

Persyaratan biodiesel yang ditetapkan oleh SNI

NoParameterSatuanNilai
1Massa jenis pada 40 °Ckg/m3850 – 890
2Viskositas kinematik pada 40 °Cmm2/s (cSt)2,3 – 6,0
3Titik nyala°Cmin. 100
4Titik kabut°Cmaks. 18
5Air dan sedimen%-vol.maks. 0,05
6Belerangppm-m (mg/kg)maks. 100
7Fosforppm-m (mg/kg)maks. 10
8Angka asammg-KOH/gmaks.0,8
9Angka setana min. 51
10Gliserol bebas%-massamaks. 0,02
11Gliserol total%-massamaks. 0,24
12Kadar ester alkil%-massamin. 96,5
13Angka iodium%-massa(g-I2/100 g)maks. 115
14Residu karbon- dalam contoh asli, atau- dalam 10 % ampas distilasi%-massamaks 0,05maks. 0,3
15Abu tersulfatkan%-massamaks.0,02
16Korosi lempeng tembaga (3 jam pada 50 °C maks. no 3
17Temperatur distilasi 90 %°Cmaks. 360
18Uji Halphen Negatif
Sumber : SNI 04-7182-2006
  • Spesific Gravity

Specific gravity dari biodiesel masih masuk dalam kisaran solar yaitu antara 0,82 sampai 0,95. Dari pengujian spesific gravity pada 60 ini juga dapat ditentukan API.

Keunggulan

Implementasi biodiesel di beberapa negara
Implementasi biodiesel di beberapa negara

Biodiesel memiliki tingkat polusi yang lebih rendah dari pada solar dan dapat digunakan pada motor diesel tanpa modifikasi sedikitpun (Briggs, 2004). Biodiesel dianggap tidak menyumbang pemanasan global sebanyak bahan bakar fosil. Mesin diesel yang beroperasi dengan menggunakan biodiesel menghasilkan emisi karbon monoksida, hidrokarbon yang tidak terbakar, partikulat, dan udara beracun yang lebih rendah dibandingkan dengan mesin diesel yang menggunakan bahan bakar petroleum (Gerpen, 2004). Penggunaan biodiesel mempunyai beberapa keuntungan, menurut studi yang dilakukan National Biodiesel Board beberapa keuntungan penggunaan biodiesel antara lain :

  • Biodiesel mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan minyak diesel, sehingga dapat langsung dipakai pada motor diesel tanpa melakukan modifikasi yang signifikan dengan resiko kerusakan yang sangat kecil.
  • Biodiesel memberikan efek pelumasan yang lebih baik daripada minyak diesel konvensional. Bahkan satu persen penambahan biodiesel dapat meningkatkan pelumasan hampir 30 persen.
  • Hasil percobaan membuktikan bahwa jarak tempuh 15.000.000 mil, biodiesel memberikan konsumsi bahan bakar, HP, dan torsi yang hampir sama dengan minyak diesel konvensional.
  • Biodiesel dapat diperbarui dan siklus karbonnya yang tertutup tidak menyebabkan pemanasan global (Dunn, 2005). Analisa siklus kehidupan memperlihatkan bahwa emisi CO2 secara keseluruhan berkurang sebesar 78% dibandingkan dengan mesin diesel yang menggunakan bahan bakar petroleum.

Alasan penggunaan metil ester sebagai pengganti minyak diesel diungkapkan oleh Swern (1982) yaitu karena metil ester menghasilkan proses pembakaran bersih tanpa emisi sulfur dioksida. Walaupun tingkat panas pembakarannya lebih rendah, tidak diperlukan penyesuaian mesin, dan efisien . Selain itu, menurut Prihandana et al. (2006), viskositas minyak nabati lebih tinggi dibandingkan diesel, sehingga harus diturunkan. Viskositas CPO sebesar 24,3; minyak jarak sebesar 49,15; sedangkan minyak solar atau diesel sebesar 1,6-5,8. Viskositas rendah memudahkan bahan bakar mengalir dan teratomisasi sehingga menguntungkan pada putaran mesin yang cepat.

Pertimbangan lain yang diungkapkan oleh Prihandana et al. (2006) adalah proses termal (panas) di dalam mesin diesel akan menyebabkan minyak nabati akan terurai menjadi gliserol dan asam lemak. Asam lemak dapat teroksidasi atau terbakar relatif sempurna, tetapi pada gliserol akan terbentuk senyawa akrolein dan terpolimerisasi menjadi senyawa plastis yang agak padat. Senyawa ini akan membentuk deposit pada pompa injektor yang akan berdampak pada kerusakan mesin diesel. Untuk mencegah pembentukan deposit tersebut, maka gliserol harus dibuang yang akan berdampak pada penurunan berat molekul sebesar 30% dan viskositas sebesar 5-10%. Asam lemak sebagai penyusun utama minyak atau lemak sangat mempengaruhi karakteristik minyak atau lemak tersebut. Begitu pula dengan biodiesel yang berasal dari minyak, dipengaruhi oleh komposisi asam lemaknya. Menurut Tysonet al. (2004), perbedaan susunan molekul pada asam lemak mempengaruhi kualitas pembakaran, rendahnya viskositas, emisi NOx, dan stabilitas biodiesel. Minyak yang banyak mengandung asam lemak dengan satu ikatan rangkap ditengarai sebagai pilihan terbaik untuk biodiesel.

Angka setana menunjukkan kemampuan bahan bakar untuk menyala sendiri (auto ignition). Angka setana yang tinggi menunjukkan bahwa bahan bakar dapat menyala pada temperatur yang relatif rendah. Sebaliknya, angka setana yang rendah menunjukkan bahan bakar baru dapat menyala pada temperatur yang relatif tinggi. Penggunaan bahan bakar mesin diesel yang mempunyai angka setana tinggi dapat mencegah terjadinya detonasi dan knocking karena begitu bahan bakar diinjeksikan ke dalam silinder pembakaran, bahan bakar akan langsung terbakar dan tidak terakumulasi (Prihandana et al., 2006).

Biodiesel dapat disimpan minimum setahun dalam berbagai iklim. Biodiesel juga dapat disimpan dimana saja seperti bahan bakar minyak bumi, termasuk didalam tangki pengangkut bahan bakar, tangki kendaraan, penyimpanan bawah tanah, tangki baja, alumunium, dan plastik. Tangki penyimpanan harus diisi penuh untuk menimalkan paparan biodiesel dengan udara. Jika biodiesel disimpan lebih dari setahun dalam iklim sedang, harus dipastikan keasamaannya tidak meningkat diatas 10 (Nur, 2006). Perlu juga ditambahkan anti oksidan untuk mengurangi reaksi oksidasi yang terjadi.

Saat ini, tingginya harga biodiesel menjadi penghambat untuk komersialisasinya. Menurut Soerawidjaja et al.(2005), produk biodiesel dapat bersaing jika ada kemungkinan penurunan harga bahan baku dan naiknya harga solar. Penggunaan minyak jelantah merupakan cara yang efektif untuk mengurangi biaya bahan baku, karena diperkirakan harganya setengah dari harga minyak nabati asli.Selain itu, jika dibandingkan dengan sumber bahan baku biodiesel murah lainnya, seperti CPO off grade, CPO parit, dan PFAD, minyak jelantah memiliki potensi produksi biodiesel yang terbesar

Sebagian besar minyak goreng yang dikonsumsi di Indonesia berasal dari minyak kelapa sawit yang banyak mengandung asam palmitat (asam lemak jenuh) dan asam oleat (asam lemak tidak jenuh). Oleh karena itu, metil ester yang dihasilkan terdiri dari metil palmitat dan metil oleat. Kedua jenis metil ester ini cukup baik digunakan sebagai biodiesel karena memiliki angka setana sesuai SNI biodiesel No. 04-7182-2006.

Baca juga: Mengenal Reaksi Esterifikasi-Transesterifikasi pada Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah – Warung Sains Teknologi (warstek.com)

Referensi

  •  Aulia, Willy. 2010. “Pengaruh ukuran partikel ampas tebu sebagai baha penyerap asam lemak tak jenuh (asam oleat, asam linoleat, Asam lonolenat) dan minyak pelikan dalam minyak jelantah tahu. Other Thesis, Fakultas FMIPA., Universitas Andalas.
  • Darmawan S. 2006. Pembuatan Minyak Kemiri dan Pemurniannya dengan Arang Aktif dan Bentonit. Jurnal Penelitian Hasil Hutan24:413-423.
  • Djatmiko B, S Ketaren. 1985. Pemurnian Minyak. Bogor: Agroindustri Press.
  • Fessenden RJ., 1996. Organic Chemistry. 2nd Edition. Willard Grant Press/ PWS Publisher, Massachusetts, USA.
  • Freedman, B., Pryde, EH., Mounts, TL., 1984. Variable Affecting the Yields of Fatty Esters From Transesterification Vegetable Olis. J Am Oil Chem Soc 61:1638-1643.
  • Heyne, K., 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Terjemahan Badan Peneltian dan Pengembangan Kehutanan. Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan. Vol 3. Jakarta.
  • Ketaren, S., 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI pRess. Jakarta.
  • Kirk, RE dan Othmer, D.F., 1982. Encyclopedia of Chemical Technology, vol 8-9 third edition, John Wiley and Sons, New York.
  • Kusuma, I.G.B.W., 2003,” Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah dan Pengujian terhadap Prestasi Kerja Mesin Diesel”, Poros, volume 6 no 4 2003, hal 227-234
  • Ma, Fangrui dan Milford A. Hanna, (1999), “Biodiesel Production : A review”, ELSEVIER.
  • Ozgul S, Turkay S., 2002. Vegetables Affecting the Yields of Methyl ester Derived from in situ Esterification of Rice Bran oil. J Am Oil Chem. 79:611-614.
  • SNI.2006.SM 07 182-2006. Biodiesel. Badan Standardisasi Nasional
  • Sudradjat, R., Setiawan, D.,2004, Laporan hasil penelitian pembuatan biodisel dari tanaman jarak pagar (Lanjutan). Pusat Litbang Hasil Hutan. Bogor. Tidak diterbitkan.
  • Widiono, B., 1995, “ Alkoholisis Minyak Biji Jarak dalam reaktor Kolom Berpulsa secara Sinambung Ditinjau Dari Segi Kinetika”, Tesis diajukan kepada Fakultas Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.
  • Wijayanti, Ria 2009.”Arang Aktif dari Ampas Tebu sebagai Adsorben pada Pemurnia Minyak Goreng Bekas’. Departemen Kimia, FMIPA,, Institut Pertanian Bogor.

Baca juga: Memanen Energi dari Bakteri dan Limbah Cair

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Yuk Gabung di Komunitas Warung Sains Teknologi!

Ingin terus meningkatkan wawasan Anda terkait perkembangan dunia Sains dan Teknologi? Gabung dengan saluran WhatsApp Warung Sains Teknologi!

Yuk Gabung!

Di saluran tersebut, Anda akan mendapatkan update terkini Sains dan Teknologi, webinar bermanfaat terkait Sains dan Teknologi, dan berbagai informasi menarik lainnya.