Daging Kambing: Tertuduh Penyebab Darah Tinggi, Betul Gak Sih?

Ditulis oleh Laksita Haniifah Pratiwi Momen Idul Adha tiba. Fenomena makan daging akan jadi pemandangan lumrah di setiap rumah pasca […]

blank

Ditulis oleh Laksita Haniifah Pratiwi

Momen Idul Adha tiba. Fenomena makan daging akan jadi pemandangan lumrah di setiap rumah pasca momen qurban tersebut. Lucunya, beberapa ibu rumah tangga suka lebih dahulu request untuk mendapatkan daging jenis apa atau bahkan bagian tertentu. Termasuk Ibu saya yang selalu request daging sapi saja dan jangan daging kambing ke panitia qurban. Waktu saya tanya kenapa, beliau cuma menjawab, daging kambing bisa bikin darah tinggi, yangmana pernyataan itu saya aamiinkan bertahun – tahun sampai saya masuk jurusan Peternakan.

Daging kambing merupakan salah satu daging merah yang umum dikonsumsi masyarakat saat ini. Ditjen PKH melalui instagramnya (ditjen_pkh) pada awal Juni lalu telah membagikan informasi tentang nutrisi per 100 gram daging, termasuk dari daging kambing. Pada infografis tersebut tertera bahwa pada 100 gram daging kambing terdapat 149 kalori, 9,2 g lemak, 0,9 g lemak jenuh, 27 g protein, dan 57 mg kolestrol. Angka nutrisi pada indikator lemak jenuh dan kolestrol tersebut lebih rendah daripada angka nutrisi daging sapi (6 g lemak jenuh, 89 mg kolestrol) dan ayam (3,8 gram lemak jenuh, 83 mg kolestrol) pada indikator dan berat yang sama.

Lemak terbagi menjadi dua jenis yaitu lemak jenuh (saturated fats) dan tidak jenuh (unsaturated fats). Begitupun dengan kolestrol, terdiri atas low density lipoproteins (LDL) dan high density lipoproteins (HDL). Lemak jenuh (saturated fats) merupakan lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap dan berpotensi meningkatkan level kolestrol LDL dalam darah. Sedangkan lemak tak jenuh merupakan lemak yang memiliki ikatan rangkap dan dapat meningkatkan HDL dalam tubuh. Adanya LDL yang sering disebut sebagai kolestrol ‘berbahaya’, disebabkan oleh kandungan kolestrolnya yang lebih tinggi dibandingkan protein dan dibawa dari sel ke seluruh tubuh dalam aliran darah. Berbeda dengan LDL, HDL memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan kolestrol. Lebih lanjut, Ivanović et al. (2016) menjelaskan, apabila jumlah LDL mengalami banjir dalam aliran darah, maka akan terjadi penyumbatan pembuluh darah yang berdampak pada peningkatan resiko stroke atau serangan jantung.

Selain pembelaan tersebut, pembelaan lain terhadap daging kambing sebagai daging yang tidak menyebabkan darah tinggi juga ditunjukkan oleh penelitian Sunagawa et al. (2014) terhadap tikus yang diberi empat jenis daging yaitu daging ayam, daging kambing, daging kambing yang diberi garam, dan daging kambing yang diberi garam dan mugworth. Penelitian tersebut menunjukan, pemberian daging kambing tidak menyebabkan peningkatan tekanan darah dan cenderung memiliki hasil rata – rata yang sama seperti pemberian daging ayam. Sehubungan dengan penelitian tersebut, justru pemberian garam menunjukkan peningkatkan tekanan darah pada tikus.

Dugaan maupun tuduhan terhadap daging kambing sebagai penyebab darah tinggi juga telah disinggung oleh dokter spesialis gizi Samuel Oetoro pada laman P2PTM Kemenkes RI, bahwa efek panas yang timbul sesaat setelah mengkonsumsi daging kambing disebut dengan efek termogenik makanan. Efek termogenik makanan adalah kenaikan suhu tubuh yang terjadi setelah makanan dikonsumsi. Proses termogenesis dikontrol oleh beberapa hormon, seperti adrenalin, noradrenaline, kortikosteroid, dan hormon tiroid. Pada kasus konsumsi daging domba dalam penelitian Wakamatsu et al. (2012), konsumsi tersebut menyebabkan sekresi hormon tiroid dan munculnya sinyal – sinyal terhadap molekul yang ikut dalam proses metabolisme energi sehingga berdampak pada terjadinya proses termogenesis.

Terkait penyebab darah tinggi, penelitian Wu et al. (2015) menyebutkan, daging merah yang mengalami pengolahan secara terus-menerus dimungkinkan dapat menyebabkan resiko diabetes, dimana resiko tersebut dapat menimbulkan gangguan aktivitas insulin sehingga berdampak pada peningkatan tekanan darah. Bahan – bahan yang ditambahkan dalam proses pengolahan daging seperti bahan tambahan pangan (zat aditif), bahan pengawet, maupun bahan kimia juga berhubungan dengan penyebab hipertensi sebagaimana penjelasan     Lajous et al. (2014), daging merah olahan dapat menjadi penyebab hipertensi melalui penambahan natrium. Griep et al. (2016) menambahkan, daging merah olahan memiliki hubungan dengan peningkatan tekanan pada jantung saat jantung memompa darah (tekanan darah sistol). Meskipun pengolahan terhadap daging dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, Wu et al. (2015) menyatakan, peningkatan tekanan darah tersebut dapat diminimalkan dengan pemberian natrium secara minim.

Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa daging kambing bukan penyebab darah tinggi. Tekanan darah tinggi disebabkan oleh proses pengolahan yang melibatkan bahan – bahan tambahan pangan secara berlebihan. Makan dengan bijak dan gizi seimbang, supaya tubuh selalu sehat!

Daftar Pustaka :

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2021. Mana yang lebih baik : daging ayam, daging sapi, dan daging kambing. Instagram ditjen_pkh. https://www.instagram.com/p/CPr1Vo1DeqY/ Diunduh pada 20 Juni 2021.

Griep, L. M. O., P. Seferidi, J. Stamler, L. Van Horn, Q. Chan, I. Tzoulaki, L. M. Steffen, K. Miura, H. Ueshima, N. Okuda, L. Zhao, S. S. Soedamah-Muthu, M. L. Daviglus, P. Elliott, and Intermap Research Group. 2016. Relation of unprocessed, processed red meat and poultry consumption to blood pressure in East Asian and Western adults. Journal Hypertens. 34(9):1721-1729.

Ivanović, S., I. Pavlović, and B. Pisinov. 2016. The quality of goat meat and it’s impact on human health. Biotechnology in Animal Husbandry. 32(2):111-122.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. ‘Ancaman tersembunyi’ dalam hidangan daging kambing. Website P2PTM Kemenkes RI. http://www.p2ptm.kemkes.go.id/artikel-sehat/ancaman-tersembunyi-dalam-hidangan-daging-kambing Diunduh pada 20 Juni 2021.

Lajous, M., A. Bijon, G. Fagherazzi, E. Rossignol, M. C. Boutron-Ruault, and F. Clavel-Chapelon. 2014. Processed and unprocessed red meat consumption and hypertension in women. The American Journal of Clinical Nutrition. 100:948-952.

Sunagawa, K., T. Kishi, A. Nagai, Y. Matsumura, I. Nagamine, and S. Uechi. 2014. Goat meat does not cause increased blood pressure. Asian Australasian Journal of Animal Sciences. 27(1):101-114.

Wakamatsu, J. I., R. Fujii, K. Yamaguchi, S. Miyoshi, T. Nishimura, and A. Hattori. 2012. Effects of meat species on the postprandial thermic effect in rats.Animal Science Journal. 84:416-425.

Wu, P. Y., S. H. Yang, T. C. Wong, T. W. Chen, H. H. Che, T. H. Chen, and Y. T. Chen. 2015. Association of processed meat intake with hypertension risk in hemodialysis patients: a cross-sectional study. Plos One. pp. 1-14.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Yuk Gabung di Komunitas Warung Sains Teknologi!

Ingin terus meningkatkan wawasan Anda terkait perkembangan dunia Sains dan Teknologi? Gabung dengan saluran WhatsApp Warung Sains Teknologi!

Yuk Gabung!

Di saluran tersebut, Anda akan mendapatkan update terkini Sains dan Teknologi, webinar bermanfaat terkait Sains dan Teknologi, dan berbagai informasi menarik lainnya.