Detoks Dopamin, Mengurangi Kegiatan Buruk yang Membuat Stres dan Kecanduan

Apakah anda sering menggunakan media sosial? Seberapa lama anda mengaksesnya? Apakah anda sudah merasa kecanduan media sosial? Fakta dari globalwebindex.com […]

Apakah anda sering menggunakan media sosial? Seberapa lama anda mengaksesnya? Apakah anda sudah merasa kecanduan media sosial? Fakta dari globalwebindex.com yang dirilis Januari 2021, rata-rata orang Indonesia menghabiskan waktu di media sosial selama 3 jam 14 menit, di atas rata-rata penduduk dunia yang hanya selama 2 jam 25 menit.   

Lalu, bagaimana tingkat kecanduannya? Data penelitian yang dilakukan pada usia remaja SMA tahun 2018 oleh Rizky Amalia, dkk. dari Universitas Padjajaran mengungkapkan, dari 72 siswa, 51% diantaranya mengalami kecanduan media sosial tingkat rendah, dan sisanya mengalami kecanduan media sosial tingkat tinggi. Artinya, bisa disimpulkan sementara, bahwa banyak dari kita yang mengalami kecanduan media sosial. Orang dengan kecanduan media sosial, banyak yang mengalami berbagai gangguan mental seperti yang digambarkan pada film dokumenter keluaran Netflix, The Social Dilemma.  

Selain media sosial, hal lainnya yang dapat membuat kecanduan adalah bermain gim. Menurut data penelitian 2012 dari theconversation.com, siswa-siswa yang berada di kota Medan, Pontianak, Yogyakarta, dan Manado dari 3.264 siswa, 48% diantaranya adalah siswa sekolah yang bermain gim dalam sebulan terakhir, dan tidak ada niatan untuk berhenti. Memang belum ada kriteria resmi penggolongan seseorang yang kecanduan gim, namun peneliti tersebut membuat kriteria kecanduan gim dari kriteria kecanduan judi.

Kriterianya adalah bila seseorang bermain gim selama 4-5 dari perminggu dan setiap harinya bermain selama 4 jam, maka bisa terindikasi adiksi atau kecanduan. Hasil penelitiannya, terdapat 150 dari 1447 siswa yang mungkin mengalami kecanduan bermain gim, dan 89% dari 150 siswa tersebut yang mungkin mengalami kecanduan gim kategori kecanduan berat, berarti prevelensi kecanduan gim sekitar 6,1%. Data pemain gim di indonesia di tahun 2017 sebanyak 53 juta orang, bila dipakai prevelesi tersebut, terdapat 6,1% dari 53 juta orang atau sekitar 2,1 juta orang yang mungkin mengalami kecanduan. WHO mengkategorikan kecanduan gim adalah gangguan mental.

Dari fakta di atas, teknologi selain dapat mempermudah kehidupan kita, dapat juga merusak kualitas kesehatan mental jika digunakan secara berlebihan. Lalu, bagaimana bila kita sudah termasuk dalam kategori kecanduan terhadap hal seperti di atas, atau hal lain seperti pornografi, minum beralkohol, atau perilaku negatif lainnya? Solusi yang salah satunya bisa kita terapkan adalah Detoks Dopamin.

Apa Itu Detoks Dopamin?

Apa yang dimaksud Sepah dengan Detoks Dopaminnya adalah sebuah metode, berdasarkan terapi perilaku kognitif, di mana kita bisa mengurangi dominasi rangsangan tidak sehat yang menyertai hidup di era modern, dengan masyarakat teknologi-sentris. Di metode ini, kita harus membiarkan otak kita beristirahat dan mengatur ulang dari ledakan stimulus yang berpotensi membuat ketagihan ini. Caranya adalah dengan membiarkan diri kita merasa kesepian atau bosan, atau menemukan kesenangan dalam melakukan aktivitas lain yang lebih sederhana dan lebih alami, kita akan mendapatkan kembali kendali atas hidup kita dan lebih mampu mengatasi perilaku kompulsif yang mungkin mengganggu kesehatan mental kita.

Enam perilaku kompulsif yang beliau sebutkan sebagai perilaku yang dapat dibatasi atau bahkan dihilangkan dengan cara Detoks Dopamin adalah: makan secara emosional, penggunaan internet dan gim yang berlebihan, perjudian dan belanja dengan boros, pornografi dan masturbasi, pencarian sensasi dan kebaruan (Fear of missing out), dan narkoba. Tetapi beliau menegaskan bahwa Detoks Dopamin dapat digunakan untuk membantu mengendalikan berbagai perilaku yang menyebabkan seseorang merasa tertekan atau berdampak negatif pada hidup kita.

Detoks dopamin secara sederhananya dapat diartikan sebagai usahan untuk menjauhi hal-hal yang dapat menimbulkan kecanduan dan emosi negatif, seperti seperti enam perilaku kompulsif di atas. Biasanya kita mendapatkan respon bahagia yang instan namun semu, di metode ini membiarkan otak kita untuk beristirahat sejenak dan memulihkan diri dari stimulus yang menimbulkan kecanduan. Pada akhirnya, kita dapat mendapatkan kendali atas perilaku kompulsif yang mengganggu.

Cara Detoks Dopamin dan Membuat Kebiasaan Baru yang Positif

Mengutip dari akun LinkedIn miliknya, Cameron Sepah membagikan beberapa cara yang dapat diterapkan saat melakukan Dopamine Detox. Setidaknya ada tiga cara yang paling utama.  

  1. Pertama, meletakkan benda yang bisa menjadi stimulus.
  2. Kedua, melakukan aktivitas alternatif yang tidak sesuai dengan stimulus.
  3. Ketiga, menggunakan aplikasi untuk memblokir situs-situs web tertentu yang memicu kecanduan.

Menurut James Clear, hampir sama seperti yang dikemukakan Cameron Sepah, menurut dia terdapat 4 cara yang dapat digunakan untuk membangun kebiasaan baik dan bisa dilakukan juga sebaliknya untuk menghilangkan kebiasaan buruk, yaitu:

  1. Menjadikannya terlihat. Melihat ke belakang kebiasaan baik apa saja yang sudah ada, dan apa saja kebiasaan buruk kita, kemudian merancang lingkungan dan petunjuk yang terlihat untuk menstimulus kebiasaan baik. Bila hendak menghilangkan kebiasaan buruk, bisa dijadikannya tidak terlihat. Seperti menyembunyikan ponsel di tempat yang jauh dari meja kerja kita.
  2. Menjadikannya menarik. Sebisa mungkin kebiasaan yang perlu dibentuk selalu dipasangkan dengan keinginan kita. Misal belajar 25 menit, istirahat dengan buka sosial media selama 5 menit, dan dilakukan dalam beberapa sesi. Atau bisa dengan bergabung di lingkungan yang mendukung, dan menciptakan ritual yang dapat membangkitkan motivasi. Bila menghilangkan kebiasaan buruk, dapat dijadikannya tidak menarik dengan memikirkan akibat yang ditimbulkan di kemudian hari.
  3. Menjadikannya mudah. Melakukan kebiasaan dengan kemajuan yang perlahan namun pasti. Berprogres 1% setiap hari dan konsisten. Menurunkan ekspektasi terhadap hasil akhir, dan menikmati prosesnya. Hilangkan kebiasaan buruk dengan menjadikannya sulit dengan meningkatkan hambatan.
  4. Menjadikannya memuaskan. Memberikan penghargaan terhadap diri sendiri ketika selesai melakukan tahapan dalam membentuk kebiasaan baik, serta dipantau dengan catatan harian. Bila untuk kebiasaan buruk, dapat meminta tolong orang lain sebagai pengawas agar kita dapat teguran.

Istilah Detoks Dopamin Berpotensi Menimbulkan Kesalahpahaman untuk Orang Awam

Meskipun bisa dijadikan cara untuk mengubah kebiasaan buruk, istilah Detoks Dopamin rupanya dikritisi oleh Kontributor health.harvard.edu/ Peter Grispoon. Ia mengungkapkan, Dopamin hanyalah mekanisme yang menjelaskan bagaimana kecanduan dapat diperkuat, dan hadirlah Cameron Sepah  membuat istilah “Detoks Dopamin” yang kemudian menjadi begitu menarik. Istilah seperti itu tidak boleh diartikan secara harfiah. “Sayangnya, dengan nama yang begitu menarik, siapa yang bisa menolak? Di sinilah ada potensi kesalahpahaman, kesalahpahaman sains dapat menciptakan perilaku maladaptif” ujarnya.

Dari paparan Peter Grispoon, kita perlu memahami bahwa Detoks Dopamin tidak serta merta menghilanhkan dopamin yang menstimulus kecanduan, namun dengan metode tersebut bisa mengalokasikan dopamin menjadi stimulus kecanduan kebiasaan baik dan menghilangkan kecanduan kebiasaan buruk.

Referensi:

  • Clear, James. 2019. Atomic Habits: Perubahan Kecil yang Memberikan Hasil Luar Biasa. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
  • Peter Grinspoon, MD. 2020. https://www.health.harvard.edu/blog/dopamine-fasting-misunderstanding-science-spawns-a-maladaptive-fad-2020022618917 diakses 9 Maret 2021.
  • Prodita Sabarini. 2018. https://theconversation.com/who-tetapkan-kecanduan-game-sebagai-gangguan-mental-bagaimana-gamer-indonesia-bisa-sembuh diakses 9 Maret 2021.
  • Rizki Aprilia, Aat Sriati, Sri Hendrawati. 2020. Tingkat Kecanduan Media Sosial pada Remaja. Journal of Noursing Care – Vol 3: 41-53.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top