Kecerdasan manusia, menjadi satu bagian dalam kehidupan yang terus berkembang dan dipelajari. Elemen dalam perkembangan manusia ini dapat mempengaruhi kemampuan adaptasi dan menjadi faktor penting yang mendukung kesuksesannya. Pada 1943, Cattle merumuskan teori kecerdasan manusia menjadi crystallized intelligence (Gc) dan fluid intelligence (Gf).
Penjelasan Gc dan Gf secara lebih mendetail
Mengutip Schneider dan McGrew, Crystallized intelligence (Gc) mengacu pada kemampuan untuk memahami dan memanfaatkan pengetahuan yang bernilai budaya, meliputi informasi dan keterampilan dari pengalaman, pendidikan, dan akulturasi. Menurut Cattell, di masa dewasa, Gc menentukan puncak kinerja otak, yang dapat terus meningkat hingga dewasa dan hanya menurun secara perlahan menjelang akhir kehidupan. Fluid Intelligence (Gf), merupakan penerapan prosedur yang bertujuan untuk memecahkan masalah baru yang tidak terselesaikan dengan pengetahuan sebelumnya. Menurut Cattell, Gf meningkat hingga dewasa muda, mencapai titik tertinggi, dan kemudian menurun seiring berjalannya waktu. Dia berpendapat bahwa Gf sebagian besar mendefinisikan kinerja puncak selama masa kanak-kanak dan remaja (Scherrer, et al., 2024).

Sumber: id.pinterest.com
Berdasarkan artikel penelitian oleh Scherrer, et al. (2024) pada jurnal yang berjudul “Crystallized Intelligence, Fluid Intelligence, and Need for Cognition: Their Longitudinal Relations in Adolescence”, menyelidiki hubungan longitudinal antara kecerdasan kristalisasi (crystallized intelligence/Gc), kecerdasan fluida (fluid intelligence/Gf), dan kebutuhan untuk kognisi (Need for Cognition/NFC) pada remaja. Ketiga komponen ini termasuk ke dalam konteks teori investasi, yang mengusulkan bahwa Gf dapat memengaruhi Gc melalui faktor-faktor motivasi kognitif, seperti NFC.
Kecerdasan dan Perannya pada Remaja
Penelitian ini mendalami teori investasi dari Cattell, yang berpendapat bahwa Gf merupakan kemampuan untuk memecahkan masalah baru tanpa menggunakan pengetahuan sebelumnya, sedangkan Gc mengacu pada pengetahuan dan keterampilan yang berasal dari pengalaman dan pendidikan. Teori investasi berasumsi bahwa seseorang dengan Gf tinggi dapat mengembangkan Gc lebih cepat dengan adanya kecenderungan kognitif, seperti NFC. NFC di sini merujuk pada kecenderungan seseorang untuk menikmati aktivitas berpikir dan belajar, yang dapat memperkaya lingkungan belajar mereka.
Penelitian dilakukan terhadap 341 siswa Jerman di kelas 7 hingga 9, dengan dua pengukuran yang dilakukan dalam rentang satu tahun. Para peneliti menggunakan model perubahan skor laten untuk menganalisis bagaimana perubahan pada satu variabel dapat memengaruhi variabel lainnya dari waktu ke waktu. Pengukuran Gf berlangsung melalui tes analogi figuratif yang relatif bebas dari pengaruh budaya, sementara Gc dinilai melalui tes pengetahuan deklaratif pada bidang sains alam, humaniora, dan ilmu sosial. NFC diukur menggunakan skala yang dikembangkan oleh Preckel dan Strobel.
Temuan Utama
Penelitian ini menemukan bahwa perubahan pada Gf mendapat pengaruh positif oleh NFC awal, yang menunjukkan bahwa motivasi kognitif mendorong perkembangan kemampuan untuk berpikir secara fleksibel dan beradaptasi dengan situasi baru. Namun, perubahan pada Gc tidak secara signifikan dipengaruhi oleh Gf awal atau NFC awal, yang bertentangan dengan asumsi teori investasi. Penyebab hal ini mungkin karena durasi studi yang relatif singkat (satu tahun) yang mungkin tidak cukup lama untuk mendeteksi perubahan signifikan dalam Gc. Hasil ini mendukung hipotesis bahwa Gf dan NFC berinteraksi positif dalam perkembangan kognitif pada remaja, namun hubungan ini terutama terbatas pada Gf saja.
Penemuan bahwa NFC mempengaruhi perkembangan Gf mendukung hipotesis “environmental enrichment,” yang mengusulkan bahwa kebutuhan untuk berpikir mendorong remaja untuk mengeksplorasi lingkungan mereka dan belajar dari pengalaman baru, yang pada gilirannya meningkatkan Gf. Namun, tidak adanya pengaruh signifikan pada Gc mengindikasikan bahwa mungkin dibutuhkan lebih banyak waktu atau metode yang berbeda untuk mengamati dampak nyata NFC atau Gf pada pengetahuan kristalisasi.
Peneliti juga menekankan pentingnya memahami bagaimana sifat kognitif seperti NFC, yang dapat memperkaya pengalaman belajar seseorang, terutama dalam lingkungan pendidikan yang beragam. Hasil penelitian ini berkontribusi pada pemahaman perkembangan kecerdasan di kalangan remaja, dan hasilnya dapat menjadi dasar untuk intervensi pendidikan yang mempromosikan pertumbuhan kognitif melalui motivasi kognitif dan eksplorasi.
Model Pendidikan yang Melibatkan Motivasi Kognitif
Penelitian ini menyoroti hubungan yang kompleks antara Gc, Gf, dan NFC. Meskipun hasilnya mendukung peran NFC dalam meningkatkan Gf, perlu penelitian lebih lanjut untuk memahami bagaimana interaksi ketiga komponen ini dalam jangka panjang. Penemuan ini dapat berdampak pada pendekatan pendidikan yang memfasilitasi pengembangan fluid intelligence melalui peningkatan kebutuhan akan peningkatan kemampuan kognisi, serta rancangan strategi pendidikan yang dapat mendorong keterlibatan kognitif pada remaja melalui berbagai macam metode yang memancing rasa ingin tahu atau studi kasus pemecahan masalah.
Peran Kecerdasan pada Lansia
Lansia merupakan kelompok yang rentan mengalami penurunan fungsi kognitif seiring bertambahnya usia. Ternyata, salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi kondisi kognitif mereka adalah kecerdasan, khususnya Gc dan Gf. Berdasarkan penelitian oleh Salas et al. (2021),Gc dan Gf berperan sebagai bentuk cadangan kognitif (cognitive reserve) yang dapat memprediksi kemampuan sosial dan fungsi eksekutif pada lansia.
Penelitian menunjukkan bahwa Gf sangat berkaitan dengan fungsi eksekutif dan kemampuan adaptasi sosial, seperti kemampuan mengenali emosi dan memahami perspektif orang lain. Di sisi lain, pendidikan dan pengalaman hidup mempengaruhi kecerdasan kristal atau Gc, yang juga berperan dalam kemampuan adaptasi sosial.
Dampak Positif Kecerdasan terhadap Kesehatan Sosial dan Kognitif Lansia
Gf yang tinggi berhubungan erat dengan kemampuan eksekutif yang lebih baik, seperti pengambilan keputusan dan kontrol emosi. Lansia yang memiliki Gf yang tinggi cenderung mampu beradaptasi dengan situasi sosial yang kompleks dan menjaga keterampilan kognitif mereka. Sementara itu, Gc membantu dalam menjaga hubungan sosial melalui pengetahuan dan keterampilan yang telah terasah selama hidup. Hal ini penting, terutama di lingkungan yang rentan dimana akses ke pendidikan dan sumber daya lainnya terbatas.
Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa Gf dan Gc berperan sebagai faktor perlindungan terhadap penurunan kognitif pada lansia di lingkungan yang rentan. Lansia dengan Gf yang tinggi dapat mengatasi tantangan hidup sehari-hari lebih baik dan memiliki kapasitas untuk beradaptasi dengan perubahan sosial. Demikian pula, Gc memungkinkan mereka untuk mengakses pengetahuan yang berguna dalam situasi sosial, sehingga memperkuat hubungan sosial dan meningkatkan kesejahteraan.
Hasil penelitian ini menekankan pada pentingnya mengembangkan program-program yang mendukung Gf dan Gc pada lansia, khususnya di lingkungan dengan akses ke pendidikan dan sumber daya lainnya yang terbatas. Program-program yang mendukung aktivitas sosial dan intelektual dapat membantu lansia mempertahankan keterampilan kognitif mereka dan mencegah penurunan fungsi kognitif. Hal ini juga mendukung lansia dalam menghadapi tantangan psikososial dengan lebih baik, yang pada akhirnya meningkatkan kualitas hidup mereka.
Referensi
Scherrer, et al. 2024.Crystallized Intelligence, Fluid Intelligence, and Need for Cognition: Their Longitudinal Relations in Adolescence. Diakses pada 5 November 2024 dari https://www.mdpi.com/2079-3200/12/11/104
Salas, et al. 2021. Two Sides of the Same Coin: Fluid Intelligence and Crystallized Intelligence as Cognitive Reserve Predictors of Social Cognition and Executive Functions Among Vulnerable Elderly People. Diakses pada 5 November 2024 dari https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8639504/pdf/fneur-12-599378.pdf