Memahami Sindrom Tourette: Penyebab, Gejala, dan Penanganannya

Sindrom Tourette (TS) adalah gangguan neuropsikiatri yang ditandai oleh tics motorik dan vokal yang biasanya muncul pada masa kanak-kanak. Kondisi […]

sindrom tourette

Sindrom Tourette (TS) adalah gangguan neuropsikiatri yang ditandai oleh tics motorik dan vokal yang biasanya muncul pada masa kanak-kanak. Kondisi ini pertama kali dijelaskan oleh Georges Gilles de la Tourette pada tahun 1885 (dalam Ramteke dan Lamture, 2022). Berdasarkan kriteria DSM-5, TS didiagnosis jika pasien memiliki dua atau lebih tics motorik dan setidaknya satu tic vokal yang berlangsung lebih dari satu tahun, dengan onset sebelum usia 18 tahun. Sindrom ini lebih sering terjadi pada laki-laki dengan prevalensi global sekitar 0,53%.

Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab TS bersifat multifaktorial, mencakup faktor genetik, lingkungan, dan imunologis. Disfungsi pada jalur dopaminergik juga diyakini berkontribusi pada munculnya tics. Faktor risiko meliputi komplikasi kelahiran seperti pertumbuhan janin yang abnormal dan infeksi streptokokus yang dapat memicu gangguan imunologis seperti PANDAS (Pediatric Autoimmune Neuropsychiatric Disorders Associated with Streptococcal Infections).

Terdapat studi genetika yang menemukan mutasi pada gen seperti COL27A1 dan Hdc yang terkait dengan patogenesis TS. Selain itu, stres, kelelahan, atau paparan sosial media yang berlebihan selama pandemi COVID-19 juga ternyata dapat memperburuk gejala tics pada pasien.

Gejala Klinis

Sumber: neurologist-ahmedabad.com

Gejala utama TS adalah tics, yang dapat bersifat sederhana atau kompleks. Tics sederhana melibatkan gerakan singkat seperti berkedip atau suara seperti berdehem, sedangkan tics kompleks melibatkan kombinasi gerakan atau suara, seperti mengulangi kata-kata (echolalia) atau mengucapkan kata-kata tidak pantas (coprolalia). Gejala sering kali lebih parah saat pasien mengalami stres atau kegembiraan, namun cenderung berkurang saat tidur.

Sebagian besar pasien TS mengalami kondisi komorbid seperti Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), gangguan obsesif-kompulsif (OCD), depresi, dan gangguan tidur. Kondisi ini dapat memperburuk kualitas hidup pasien dan memerlukan pendekatan pengobatan yang menyeluruh.

Penanganan

Penanganan pada gangguan saraf ini bersifat simptomatik dan disesuaikan dengan kebutuhan individu. Terapi perilaku seperti Comprehensive Behavioral Intervention for Tics (CBIT) dan terapi reversi kebiasaan menjadi pendekatan di tahap pertama. Untuk kasus yang lebih parah, terapi farmakologis dapat menggunakan agonis alfa-adrenergik (clonidine), antipsikotik (aripiprazole), dan penghambat transportasi dopamin (tetrabenazine).

Botulinum toxin dapat bermanfaat untuk mengatasi tics pada skala lokal, sedangkan stimulasi otak dalam (Deep Brain Stimulation atau DBS) dapat dipertimbangkan untuk kasus TS yang parah dan tidak responsif terhadap terapi lain. Namun, DBS membutuhkan evaluasi yang cermat oleh tim multidisiplin yang menangani kasus terkait.

Sindrom Tourette adalah gangguan kompleks yang membutuhkan pendekatan terapi yang terintegrasi. Edukasi pasien dan keluarga tentang perjalanan alami penyakit ini sangat penting untuk membantu mereka mengambil keputusan yang tepat terkait pengobatan.

Baca juga: Terobosan Navigasi Drone: Inovasi Jaringan Saraf Cair dari MIT

Hasil Pengobatan Jangka Panjang pada Pasien Sindrom Tourette

Studi dalam jurnal “Long-Term Follow-up of Patients with Tourette’s Syndrome” menyajikan hasil pengamatan jangka panjang (25-32 tahun) terhadap pasien TS yang sebelumnya menjalani perawatan di Klinik Tourette dan Gangguan Tics di Universitas California, San Francisco. Studi ini memberikan wawasan berharga mengenai perjalanan penderita TS dan hasil pengobatannya.

1. Perbaikan Gejala Tic

Sebagian besar pasien (82%) melaporkan adanya perbaikan signifikan dalam keparahan tic mereka seiring waktu. Dari kelompok ini, 31% menggambarkan kondisi mereka “sangat membaik,” sementara 38% menyatakan “membaik.” Gejala motorik menunjukkan penurunan pada 70% pasien, sementara 79% melaporkan berkurangnya tic vokal. Hanya sebagian kecil pasien yang mengalami penurunan ringan hingga sedang dalam kualitas hidup akibat tics, seperti masalah harga diri (40%) atau fungsi sosial dan pekerjaan (20%).

2. Kondisi Penyerta Psikiatri

Meskipun tics cenderung membaik, kondisi penyerta seperti gangguan obsesif-kompulsif (OCD), ADHD, dan gangguan kecemasan tetap lazim. Sebanyak 35% pasien melaporkan pernah mengalami ADHD, sementara 37% mengalami gangguan kecemasan. Walaupun demikian, 41% pasien tidak memiliki gangguan psikiatri lainnya selain tics. Ini menunjukkan bahwa komorbiditas psikiatri mungkin tidak selalu menentukan hasil jangka panjang.

3. Kualitas Hidup dan Pencapaian Sosial

Pasien TS dalam studi ini menunjukkan pencapaian sosial yang baik. Sebanyak 67% dari mereka memiliki pekerjaan penuh waktu, 50% menyelesaikan pendidikan perguruan tinggi atau lebih tinggi, dan 48% menikah. Mayoritas pasien hidup secara mandiri, dengan 53% memiliki rumah sendiri. Secara umum, kualitas hidup yang diukur melalui Quality of Life Enjoyment and Satisfaction Questionnaire menunjukkan nilai rata-rata yang menggambarkan tingkat kepuasan yang baik.

Faktor Penentu Hasil Pengobatan

Studi ini tidak menemukan prediktor yang signifikan untuk hasil pengobatan atau kualitas hidup di masa depan, seperti tingkat keparahan tics atau adanya komorbiditas. Hal ini mengindikasikan bahwa perjalanan TS sangat dipengaruhi oleh interaksi kompleks antara faktor biologis, lingkungan, dan perilaku, yang sulit diprediksi melalui metrik klinis konvensional.

Implikasi Klinis

Hasil penelitian ini memberikan harapan kepada pasien dan keluarga bahwa sebagian besar individu dengan TS akan mengalami perbaikan tics di masa dewasa dan mampu mencapai kehidupan yang produktif serta memuaskan. Namun, penanganan dini, termasuk terapi perilaku dan pengelolaan gangguan komorbid, tetap penting untuk mengurangi dampak negatif TS pada kehidupan anak-anak.

Referensi

Ramteke A, Lamture Y. 2022. Tics and Tourette Syndrome: A Literature Review of Etiological, Clinical, and Pathophysiological Aspects. Cureus 14(8): e28575. DOI 10.7759/cureus.28575. Diakses pada 6 Januari 2025 dari https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9520955/

Lowe, T.L., Capriotti, M.R. and McBurnett, K. 2019. Long-Term Follow-up of Patients with Tourette’s Syndrome. Mov Disord Clin Pract, 6: 40-45. Diakses pada 6 Januari 2025 dari https://doi.org/10.1002/mdc3.12696

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top