Hawa Panas Menurunkan Tingkat Kecerdasan

Udara terasa panas saat musim kemarau, tepatnya pada bulan April-September. Umumnya kita merasa kegerahan, terutama saat kita berada di luar […]

blank

Udara terasa panas saat musim kemarau, tepatnya pada bulan April-September. Umumnya kita merasa kegerahan, terutama saat kita berada di luar ruangan akibat panas sinar matahari yang menyengat. Jika udara di luar ruangan panas, bagaimana kondisi udara di dalam ruangan?

Udara di dalam ruangan bersuhu lebih tinggi daripada suhu di luar ruangan. Pergerakan udara di dalam ruangan lebih sedikit sehingga suhu udara dalam ruang akan meningkat[1]. Udara mengalir dari wilayah bertekanan tinggi ke rendah. Dengan kata lain, udara mengalir dari wilayah bersuhu rendah ke tinggi. Oleh sebab itu, dibutuhkan sirkulasi udara yang baik. Jika luas ruangan kurang mendukung pergerakan sirkulasi udara yang baik, dibutuhkan pendingin ruangan, misalnya air conditioning (AC), untuk menurunkan suhu ruangan.

blank

Siklus udara di dalam ruangan (Sumber: http://manajemenproyekindonesia.com/)

Kondisi ruangan yang dilengkapi dengan pendingin ruangan berbeda dengan tanpa pendingin ruangan (non-AC). Perbedaan tersebut dapat dilihat pada pengaruh setiap kondisi terhadap kemampuan kognitif manusia. Kemampuan kognitif ialah kemampuan berpikir, berkhayal, bercita-cita, melihat masa depan (visi), membuat tujuan-tujuan, dan menyusun rencana (misi) guna mencapai berbagai tujuan. Potensi kognitif telah ada sejak kita dilahirkan[2]. Kognitif termasuk bagian dari intelegensi atau kecerdasan[3]. Kemampuan tersebut menghasilkan keterampilan berpikir[4]. Penurunan pada kemampuan kognitif pada seseorang menyebabkan ia mudah lupa; orientasi waktu, ruang, dan tempat melemah; serta tidak mudah menerima hal-hal atau ide-ide baru[5].

Perbedaan tersebut dibuktikan dari penelitian yang diadakan di Amerika Serikat. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang berada di dalam ruangan yang tidak dilengkapi pendingin ruangan mengalami penurunan kemampuan kognitif[6]. Penelitian yang diikuti oleh remaja hingga dewasa berusia 18-29 tahun dilaksanakan di dua tipe kamar asrama kampus, yaitu kamar yang dilengkapi AC dan kamar berjendela (non-AC), selama 12 hari saat musim panas. Kemampuan kognitif dipantau setiap hari saat bangun tidur di pagi hari. Temperatur selama 12 hari terbagi menjadi dua periode, periode pertama diperoleh rerata suhu selama 5 hari pertama sebesar 20.4⁰ C, sedangkan periode kedua mencakup 5 hari dengan suhu lebih tinggi, namun tidak stabil. 5 hari tersebut disebut sebagai hawa panas. Rerata suhu di luar ruangan ialah 33.4⁰ C. 2 hari terakhir disebut masa pendinginan karena rerata suhu di luar ruangan mencapai 28.1⁰ C. Kecepatan pemrosesan atau perhatian tertentu diketahui dari Stroop color-word test (STROOP), sedangkan kecepatan kognitif dan memori yang bekerja diperoleh dari tes subtraction (ADD). Akibat yang ditimbulkan udara panas terhadap fungsi kognitif dinilai dari pemodelan difference-in-difference (DiD).

Penurunan kognitif pada kelompok non-AC lebih tinggi daripada kelompok pengguna AC. Faktor lingkungan dan perilaku mempengaruhi penurunan kognitif. Suhu, kelembaban, dan kandungan karbondioksida (CO2) rata-rata dalam ruangan kelompok non-AC lebih tinggi daripada kelompok pengguna AC, sedangkan gangguan suara rata-rata justru sebaliknya sehingga nilai STROOP dan ADD kelompok non-AC lebih rendah. Kebiasaan meminum air mineral kurang dari 6 gelas per hari menyebabkan nilai ADD rendah. Detak jantung kelompok non-AC pun lebih tinggi selama periode hawa panas terjadi.

blank

Distribusi suhu ruangan berdasarkan kelompok penelitian (plot kotak) dan suhu di luar ruangan tertinggi per hari (garis dan titik) (Sumber: Laurent dkk., 2018)

Suhu di dalam ruangan mempengaruhi fungsi kognitif. Semakin tinggi suhu di dalam ruangan selama jam tidur, fungsi kognitif mengalami penurunan karena paparan panas memicu sensitivitas termal zona spesifik dalam otak dan mengubah konektivitas fungsi area otak, sehingga terjadi peningkatan hambatan waktu dalam merespon sesuatu. Peningkatan tersebut menjadi salah satu pemicu hipertermia (suhu inti tubuh lebih dari 39°C[7]). Kandungan CO2 yang tinggi menyebabkan suhu di dalam ruangan semakin tinggi sehingga waktu reaksi penghambatan menjadi lebih lama. Kekurangan cairan dalam tubuh saat suhu di lingkungan sekitar lebih tinggi pun mengakibatkan hipovolemia (kondisi tubuh yang kehilangan volume intravaskuler[8]).

Selama ini bangunan yang dilengkapi AC memiliki konstruksi yang serupa dengan bangunan tanpa AC, padahal hawa panas di luar ruangan memperlama paparan panas tinggi di dalam ruangan. Sebaiknya bangunan dilengkapi dengan pengelolaan termal yang dapat mengatur paparan panas di dalam ruangan untuk memprediksi indeks panas dalam ruangan dengan resolusi spasial tinggi. Bangunan tersebut dapat menjadi pertimbangan dalam perencanaan pendirian bangunan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, keamanan, dan produktivitas demi peningkatan kemampuan kognitif.

Sumber:

[1] Tarigan, R. (2016). Metode Penyusunan prototipe denah seri pemrograman, perencanaan, dan perancangan arsitektur. Yogyakarta: Andi.

[2] Warumu, A. (2010). Membangun budaya berbasis nilai. Yogyakarta: Kanisius.

[3] Sujiono, Yuliani Nurani. (2009). Konsep dasar pendidikan anak usia dini. Jakarta: Indeks.

[4] Chatib, M. (2012). Orangtuanya manusia. Bandung: Mizan.

[5] Maryam, S., Ekasari, M. F., Rosidawati, Jubaedi, A., dan Batubara, I. (2008). Mengenal usia lanjut dan perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.

[6] Laurent, J. G. C., Williams, A., Oulhote, Y., Zanobetti, A., Allen, J. G., dan Spengler, J. D. (2018). Reduced cognitive function during a heat wave among residents of non-air-conditioned buildings: An observational study of young adults in the summer of 2016. PLOS Medicine, (10)_:1-20 . doi: 10.1371/journal.pmed.1002605

 [7] Baradero, M., Dayrit, M. W., dan Siswadi, Y. (2009). Prinsip dan praktik keperawatan perioperatif. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

[8] Wahab, S. (1996). Ilmu kesehatan anak Nelson. Vol. 1. E/15. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

3 komentar untuk “Hawa Panas Menurunkan Tingkat Kecerdasan”

  1. Jika masalah utama yg dibahas adalah hawa panas ruangan, saya rasa akan lebih bijak jika solusi ditujukan pada perancangan tata lingkungan bangunan. Sirkukasi udara yg baik, lingkungan yg hijau dan araitektur bangunan yg sesuai tentu memberi dampak positif bagi kondisi ruang tempat beraktivitas. Mungkin cara termudah mengatur suhu ruangan ialah dgn memasang AC, namun jika dikaitkan dengan dampak trhdp tubuh, tentu di sisi lain AC memberi efek minus yg dapat mengurangi produktivitas individu .

    1. Terima kasih atas solusi yang kakak berikan. Disamping memiliki dampak positif, tidak bisa dipungkiri bahwa AC pun memiliki dampak negatif. Alangkah baiknya jika AC digunakan secara bijak demi menjaga kesehatan manusia dan lingkungan..

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Yuk Gabung di Komunitas Warung Sains Teknologi!

Ingin terus meningkatkan wawasan Anda terkait perkembangan dunia Sains dan Teknologi? Gabung dengan saluran WhatsApp Warung Sains Teknologi!

Yuk Gabung!

Di saluran tersebut, Anda akan mendapatkan update terkini Sains dan Teknologi, webinar bermanfaat terkait Sains dan Teknologi, dan berbagai informasi menarik lainnya.