Hutomo Suryo Wasisto: Dari Tidak Bisa Membuat Abstrak Hingga Menjadi Ilmuwan Berprestasi di Jerman

Halo sahabat warstek.com, kali ini saya berkesempatan bertemu langsung dengan seorang Ilmuwan diaspora yang sedang pulang kampung sejenak ke Indonesia. […]

blank

Halo sahabat warstek.com, kali ini saya berkesempatan bertemu langsung dengan seorang Ilmuwan diaspora yang sedang pulang kampung sejenak ke Indonesia. Beliau datang ke Indonesia dalam rangka menghadiri SCKD (Simposium  Cendekia Kelas Dunia) 2019 di Jakarta yang diadakan oleh Kemenristekdikti RI. Setelah menghadiri simposium ilmuwan tersebut, beliau membagikan pengalamannya di luar negeri ke berbagai instansi kampus yang ada di Indonesia. Salah satu acara yang dikunjunginya yaitu Seminar yang diadakan di Universitas Diponegoro Semarang tepatnya di ruang pertemuan di Gedung UNDIP Inn pada tanggal 2 September 2019. Penasaran siapa Ilmuwan diaspora yang berhasil penulis temui? Yuk baca artikel hasil diskusi ini, selamat membaca!

Perjalanan sebagai Peneliti Nano

Tidak pernah menyangka seorang yang bernama lengkap Dr.-Ing. Hutomo Suryo Wasisto, M.Eng ini menjadi ilmuwan di bidang Nanoteknologi. “Saya tidak menyangka sekarang terjun di bidang nanoteknologi, sebab latar belakang keluarga saya adalah kedokteran” kata Pak Ito, sapaan akrabnya.

“Saya dahulu ketika studi S1 mendaftar jurusan Kedokteran dan Teknik Elekto di Universitas Gajah Mada. Saat melihat pengumuman penerimaan kuliah, saya kaget saat membaca ‘selamat Anda diterima’, kelanjutannya ada kalimat ‘di jurusan teknik elektro’. Hahaha, pada awalnya saya sempat bingung karena ada keinginan di kedokteran. Ya, saya tetap jalani.”

Ketika wisuda pada studi S1 Teknik Elektro, Pak Ito mendapat penghargaan tiga kategori sekaligus yakni Mahasiswa cum laude lulus Tercepat, Terbaik dan Termuda di UGM pada tahun 2008. Merasa membutuhkan pendidikan yang lebih tinggi, selanjutnya Pak Ito melanjutkan studi S2, Master of Engineering (M.Eng.) di Asia University, Taichung, Taiwan. Pada awalnya, beliau hanya mengira Taiwan hanya sebatas negara dengan film terkenal “Meteor Garden” saja. Namun, dari negara ini, Pak Ito mulai bersemangat mendalami teknologi khususnya yang bersinggungan dengan bidang elektronika.

“Yang ada di pikiran saya waktu ke Taiwan, di sana hanya negara penghasil fim ‘Dao Ming Si’ saja. Setelah saya pelajari teknologi orang-orang di sana dan akhirnya negara ini mampu menginspirasi saya dalam mengembangkan teknologi bidang elektronik (Hi-Tech)”

Sekali lagi, beliau kembali lulus berpredikat cum laude di Ilmu Komputer dan Teknik Informasi pada tahun 2010 di Asia University, Taichung, Taiwan. Kemudian, pendidikannya berlanjut ke Jerman untuk menempuh pendidikan S3.

Ada motivasi unik dari seorang Hutomo Suryo Wasisto saat ditanya mengapa memutuskan Jerman sebagai Negara tempatnya berkuliah. “Saya terinspirasi dari sosok Pak Habibie pada waktu itu. Saya awalnya hanya ingin memiliki gelar seperti yang Pak B.J Habibie miliki (Dr.-Ing) dan hal tersebut dapat terwujud jika saya kuliah di Jerman seperti Pak Habibie.” Ujar Pak Ito. Beliau berpendapat bahwa figur atau tokoh yang memotivasi itu sangat perlu untuk kita. Ketika studi di Jerman, beliau memilih berfokus pada bidang Nanoteknologi. Sahabat warstek, sekarang muncul istilah Nanoteknologi, Apa sih Nanoteknologi itu?

blank
The Dream Come True. Pak Ito berfoto dengan Prof. B.J. Habibie (Sumber: Kompas)

Sekilas tentang Nanoteknologi

Nanoteknologi merupakan teknologi yang berkaitan dengan material berukuran nanometer, yang dapat bermanfaat untuk berbagai bidang baik sains, kedokteran, dll. Nanoteknologi dikenal masyarakat umum sebagai teknologi penyusun komponen yang ada di gawai (gadget) dan benda-benda elektronik lainnya seperti chip. Tidak hanya pada bidang elektronik, nanoteknologi sekarang telah banyak digunakan di segala aspek, misalkan pada kosmetik. Kini, kosmetik yang berukuran partikel nano lebih melindungi kulit dari sinar UV secara merata dibanding ukuran yang lebih besar daripada Nanometer. Ada juga pada bidang food packaging, misalkan untuk mengirim (ekspor) buah-buahan ke luar negeri digunakan material organik berukuran nanometer untuk melapisi (coating) ke permukaan kulit buah agar awet (tidak cepat busuk). Pada bidang kedokteran misalnya pada penambalan gigi yang menggunakan material nanometer hasilnya akan lebih padat dan baik. Intinya, nanoteknologi ini dapat dimanfaatkan pada bidang yang sangat luas.

“Sayangnya, banyak pihak yang menggunakan kata ‘Nano’ sebagai trend saja. Padahal, pada kenyataannya tidak terdapat teknologi nano di dalamnya. Istilah  Nano ini semakin ‘sexy’ menurut saya, sebab diminati oleh kebanyakan pebisnis,” Kata Pak Ito.

Pak Ito pada kesempatan diskusi seminar juga menjawab permasalahan-permasalahan dari peserta diskusi yang berasal dari berbagai latar belakang keilmuwan. Pak Ito menjawab permasalahan Teknik Perkapalan yang saat ini juga sudah mulai bersentuhan dengan nanoteknologi misalkan pada material penyusun kapal. Selanjutnya, beliau juga menjawab permasalahan pada bidang Peternakan dan Pertanian, persoalan pangan dengan pembuatan nano-protein untuk meningkatkan produktivitas ternak. Pak Ito beranggapan bahwa untuk menciptakan hasil riset yang berkualitas dibutuhkan kolaborasi yang apik dari berbagai disiplin ilmu.

“Riset saya, pembuatan gas-sensor ini membutuhkan pengetahuan atau keahlian mengenai susunan material sensor tersebut. Gas Sensor memiliki musuh utama yaitu air atau akan tidak berjalan apabila berinteraksi dengan air. Di sini saya membutuhkan mixed-material antara hidrofobik dan hidrofilik. Tujuannya, agar material itu menyerap target molekul yang kita sensor. Nah, pengetahuan semacam ini saya dapatkan dari orang kimia. Ini sangat penting karena komposisi material mempengaruhi performance dari sebuah sensor”

Pak ito menambahkan penjelasan kerangka berpikirnya bahwa dalam pembuatan sensor misalkan dibuat hidrofobik (anti air) saja, maka gasnya tidak akan terdeteksi. Di satu sisi jika hanya menyusun sensor dengan material hidrofilik saja, maka sensor akan rusak karena berinteraksi dengan air. Kemudian dia berinisiatif mengkombonasikan kedua sifat material tersebut dengan diperhitungkan optimasinya bersama orang kimia.

blank
Dr.-Ing. Hutomo Suryo Wasisto, M.Eng (sumber gambar: ristekdikti)

 Nanoteknologi di Indonesia

Pak Ito beranggapan bahwa teknologi nano di Indonesia sebenarnya sudah mulai berkembang. Namun, lebih cenderung ke arah materialnya dan jarang ada yang masuk ke ranah teknologi Hi-tech.

“Research tentang nano ada yang bersifat top-down dan buttom-up. Kini Indonesia masih berfokus pada arah pembuatan materialnya saja.”

Ada beberapa Ilmuwan Diaspora Indonesia apabila kembali ke Indonesia membutuhkan adaptasi dalam beraktivitas untuk waktu yang cukup lama, sebab kebutuhan bahan riset dengan ketersediaan fasilitas atau bahan yang ada di Indonesia belum seperti tempat negara asalnya berkuliah dahulu.

Selama di Jerman, Pak Ito sering dipandang sebelah mata oleh orang di sekelilingnya sampai akhirnya dia membuktikan lulus di usia muda (27 tahun) sebagai lulusan predikat summa cum laude di Technische Universität Braunschweig, Braunschweig, Jerman, dan akhirnya mendapatkan gelar Dr.-Ing yang sejak awal diimpikannya. Impiannya tidak selesai sampai di sana, Pak Ito tetap melakukan kerja-kerjanya dengan berkontribusi di bidang nanomaterial dan sensor, dengan menjadi kepala sebuah laboratorium Nano yaitu Laboratory for Emerging Nanometrology (LENA) di Technische Universität Braunschweig.

Berbagi Pengalaman dalam Berkontribusi

Kontribusi seorang Pak Ito dalam dunia riset tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga melibatkan orang lain. Dirinya mengajak peneliti-peneliti Indonesia dalam timnya, beliau juga mendirikan instansi bernama Indonesian-German Center for Nano and Quantum Technologies (IG-Nano), kini beliau sebagai CEO. Selain aktif dalam laboratorium risetnya, Pak Ito sehari-hari juga membagikan ilmunya dan membimbing mahasiswa S1, S2 dan S3 di Technische Universität Braunschweig. Kontribusinya terhadap dunia teknologi, selain mengajar dan riset di dalam Laboratorium, beliau aktif menulis jurnal internasional dan hampir seluruhnya Q1. Kemudian kini juga ikut me-review berbagai jurnal yang berindeks Q1 milik peneliti-peneliti lainnya. Atas kontribusinya dalam me-review jurnal, beliau mendapat penghargaan karena me-review lebih dari 20 jurnal internasional bereputasi.

Pencapaian Pak Ito, kini tidak bisa dipandang sebelah mata lagi. Pasalnya, pada usia yang relatif muda (30an tahun) sudah mencapai banyak pencapaian, penelitian yang berintegritas tinggi yang saat ini sudah mencapai 700 kutipan, memiliki H indeks 14, 2 hak paten telah didapatkan, dan belasan penghargaan skala internasional pun telah diperoleh.

blank
Seminar General Lecture tentang Nanoteknologi bersama Dr.-Ing. Hutomo Suryo Wasisto, M.Eng

Dibalik Kesuksesan Pak Ito

Pria yang aktif dalam organisasi I-4 (Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional) ini tidak disangka-sangka memiliki fakta menarik yang dia bagikan kepada peserta seminar. Siapa sangka, Pak Ito mengaku dahulu waktu kuliah S1, kesulitan dalam berbahasa Inggris dan menulis karya tulis ilmiah. Bahkan dalam menulis abstrak berbahasa inggris Pak Ito dahulu membutuhkan waktu satu pekan.

“Saya dahulu pada awal pertama kali menulis, membuat abstrak berbahasa inggris dalam waktu satu pekan. Kemudian, hasil abstrak tersebut saya berikan kepada teman saya yang sudah advanced berbahasa Inggris karena memang dia sudah dari lahir di luar negeri. Hasilnya abstrak saya bagaimana? Saya terkejut, dari satu paragraf yang saya buat, hanya satu kalimat yang dinilai benar. Akhirnya saya memutuskan mulai banyak belajar lagi” Ujarnya

blank
Foto Penulis (kiri) bersama Dr.-Ing. Hutomo Suryo Wasisto, M.Eng (kanan)

Dahulu Pak Ito yang kesulitan menulis dalam berbahasa Inggris, kemudian belajar keras hingga saat ini dapat menulis artikel Jurnal Internasional dan pernah juga sebagai asisten pengajar di English Center, Foreign Language Department, di Asia University, Taiwan.

Nah, bagaimana sahabat warstek.com, seorang Dr.-Ing. Hutomo Suryo Wasisto sangat menginspirasi bukan? Semoga sahabat warstek semakin semangat belajar dan berkontribusi untuk menjayakan negeri.

Penulis: Budiman Prastyo

Editor: Nur Abdillah Siddiq

2 komentar untuk “Hutomo Suryo Wasisto: Dari Tidak Bisa Membuat Abstrak Hingga Menjadi Ilmuwan Berprestasi di Jerman”

  1. Assalamualaikum

    Ijin Pak
    Jika diperkenankan saya ingin mengetahui no telepon beliau Pak Hutomo Suryo Wasisto
    Saya ingin mengenal lebih jauh beliau dan mengenai Teknologi yang dapat digunakan untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan di Indonesia

    Terima Kasih
    Wassalam

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *