Ditulis oleh Sholahuddin*
Artikel ini akan membahas sanggahan terhadap beberapa argumen dalam artikel berjudul “Membuang Air Radioaktif Fukushima Daiichi ke Laut, Bahayakah?” yang ditulis oleh R. Andika Putra Dwijayanto terkait dampak Tritium pada manusia atau makhluk hidup lainnya:
“Radiasi beta yang dipancarkan tritium tidak cukup kuat untuk menyebabkan dampak kesehatan apapun. Tidak ada hubungannya kontaminasi tritium pada air dengan kanker atau defek genetik lain pada manusia atau biota apapun. Tidak ada bukti ilmiahnya, hanya hipotesis yang tidak memiliki landasan saintifik apapun”
Kalimat Tidak ada bukti ilmiahnya, hanya hipotesis yang tidak memiliki landasan saintifik apapun merupakan argument yang dapat disanggah agar tidak menimbulkan salah tafsir pembaca. Bukti tersebut sudah dipublikasikan 45 tahun yang lalu, dimana di tahun 1976 Dobson [1] menyimpulkan bahwa dosis rendah dari tritium dapat menyebabkan banyak kematian pada sel, kemudian Ito ditahun 1978 [2] mengatakan, tritium dapat mengakibatkan mutasi dan kerusakan kromosom, per dosis daripada dosis tritium yang lebih tinggi [3]. Tritium dapat menyebabkan kerusakan dua kali atau lebih tinggi per dosis yang lebih besar daripada sinar-x atau sinar gamma [4, 5].Kemudian di tahun 1982, Dobson [5] kembali mempublikasikan dampak Tritium pada kesuburan sel germinal dan menyebutkan bahwa 3HOH (Tritiated) dalam body water dapat membunuh oosit murine (Murine oocytes) secara eksponensial dengan dosis LD50 untuk paparan kronis pada 2μCi/ml. Paparan kronis tingkat rendah telah diteliti juga pada tiga spesies primata tupai, rhesus, dan monyet bonnet. Pada monyet tupai, suplai sel germinal ovarium 99% hancur saat lahir akibat paparan prenatal terhadap body water. Situasi tersebut memiliki implikasi untuk memperkirakan risiko genetik radiasi pada manusia berjenis kelamin wanita. Hal tersebut
dikuatkan oleh hasil penelitian Straume pada tahun 1993 [4] terkait perkiraan risiko kesehatan pada manusia dari paparan tingkat rendah terhadap tritium. Hilangnya sel germinal yang disebabkan oleh tritium dapat mempengaruhi kesuburan. Selain itu, kematian oosit tikus oleh radiasi tritium adalah contoh kematian interfase yang diinduksi, sebuah fenomena yang terjadi juga pada populasi sel lain. Penemuan yang lain menunjukan kematian oosit akibat radiasi pada tikus juga melibatkan membran plasma, bukan nukleus, sebagai target radiosensitive [6]. Di tahun 1982, Clerici [7] menginvestigasi toksisitas tritium: efek asam amino tritiated pada embrio tikus praimplantasi dengan hasil kesimpulan bahwa asam amino tritiated sama toksiknya dengan timidin tritiated, menghasilkan radiotoksisitas tinggi dari asam amino dibasa berlabel (labeled alkaline amino acids).
Penelitian terbaru dilakukan oleh Giorgio dkk [8] ditahun 2021 mengujikan epitel saluran napas manusia yang terkena air Tritiated menyatakan, setelah terpapar aktivitas tertinggi, viabilitas sel tidak menurun; namun, mereka menemukan efek pada integritas epitel dan respons inflamasi yang bertahan setelah tujuh hari.
“Ikan-ikan dan hewan laut yang ditangkap dari perairan Pasifik tempat dibuangnya air radioaktif Fukushima Daiichi bisa dikatakan tidak akan mengalami bioakumulasi tritium dalam jaringan tubuhnya [2].”
Jauh sebelum isu Fukushima Daiichi radioactive wastewater discharges, ditahun 2005 Awadesh [9] mempublikasikan hasil penelitiannya “Dampak dosis rendah tritium pada kerang laut, Mytilus edulis: Efek genotoksik dan biokonsentrasi spesifik jaringan” dengan kesimpulan menyatakan bahwa HTO (Tritiated) yang diberikan pada tingkat dosis di bawah 500 μGy h−1 terbukti mampu menginduksi kerusakan genetik pada hemosit dari bivalvia ini. Studi tersebut juga menunjukkan bahwa tritium anorganik terakumulasi secara berbeda dalam jaringan kerang dengan cara yang bergantung pada dosis, dengan usus yang mengakumulasi jumlah radioaktivitas tertinggi, diikuti oleh insang, mantel, otot, kaki dan benang byssus. Ditahun yang sama, Josephine [10] meneliti tentang efek genotoksik, sitotoksik, perkembangan dan kelangsungan hidup air hasil tritiated pada tahap awal kehidupan moluska laut, Mytilus edulis, yang menyimpulkan bahwa HTO secara signifikan meningkatkan kerusakan sitogenetik, sitotoksisitas, kelainan perkembangan dan kematian embrio-larva.
“Kesimpulannya, tidak ada potensi bahaya dari membuang air terkontaminasi radioaktif Fukushima Daiichi ke laut Pasifik. Kontaminan pada air radioaktif Fukushima Daiichi hanya tinggal tritium, isotop hidrogen yang merupakan radionuklida lemah. Radiasi beta yang dipancarkan tritium lemah dan isotop ini sangat mudah terdilusi dalam air, tidak mengalami bioakumulasi.”
Kalimat kesimpulan penulis sangat mudah terdilusi dalam air mengesampingkan fakta bahwa diluted tritium faktanya juga berpengaruh pada living organism dan terakumulasi seperti tersampaikan pada uraian diatas.
Demikian sanggahan yang dilakukan pada artikel “Membuang Air Radioaktif Fukushima Daiichi ke Laut, Bahayakah?”.
Referensi:
[1] T. Dobson, RL and Kwan, “The RBE of Tritium Radiation Measured in Mouse Oocytes: Increase at Low Exposure Levels,” Radiat. Res., vol. 66, pp. 615-625., 1976.
[2] K. Ito, T and Kobayashi, “Mutagenesis in Yeast Cells by Storage in Tritiated Water,” Radiat. Res., vol. 76, pp. 139–144, 1978.
[3] S. Hori, TA and Nakai, “Unusual Dose-Response of Chromosome Aberrations Induced in Human Lymphocytes by Very Low Dose Exposures to Tritium,” Mutat. Res., vol. 50, p. : 101-110.
[4] A. Straume, T and Carsten, “Tritium Radiobiology and Relative Biological Effectiveness,” Health Phys., vol. 65, no. 6, pp. 657–672, 1993.
[5] R. Dobson, “The Toxicity of Tritium,” in International Atomic Energy Agency symposium: Biological Implications of Radionuclides Released from Nuclear Industries, 1979, p. 203.
[6] R. L. Dobson, T. C. Kwan, and T. Straume, “TRITIUM EFFECTS ON GERM CELLS AND FERTILITY,” in European Seminar on the Risks from Tritium Exposure, 1982, pp. 1–13.
[7] L. Clerici, M. J. Carroll, M. Merlini, L. Vercellini, and F. Campagnari, “The toxicity of tritium: The effects of tritiated amino-acids on preimplanted mouse embryos,” Int. J. Radiat. Biol., vol. 45, no. 3, pp. 245–250, 1984, doi: 10.1080/09553008414550341.
[8] V. M. Giorgio Baiocco, Isabelle George, Sébastien Garcia-Argote, Isabella Guardamagna, Leonardo Lonati, Yordenca Lamartinière, Thierry Orsière, Bernard Rousseau, Andrea Ottolenghi, Awadhesh Jha, Laurence Lebaron-Jacobs, Christian
Grisolia, “A 3D In Vitro Model of the Human Airway Epithelium Exposed to Tritiated Water: Dosimetric Estimate and Cytotoxic Effects,” Radiat Res, vol. 195, no. 3, pp.
256–274, 2021.
[9] G. E. M. Awadhesh N. Jha, Yuktee Dogra, Andrew Turner, “Impact of low doses of tritium on the marine mussel, Mytilus edulis: Genotoxic effects and tissue-specific bioconcentration,” Mutat. Res. Toxicol. Environ. Mutagen., vol. 586, no. 1, pp. 47–57.
[10] A. N. J. Josephine A. Hagger, Franck A. Atienzar, “Genotoxic, cytotoxic, developmental and survival effects of tritiated water in the early life stages of the marine mollusc, Mytilus edulis,” Aquat. Toxicol., vol. 74, no. 3, p. 2005.
*Penulis adalah Researcher at Nusantara Scientific Research Center (NSRC), for research group: Biomass Conversion, Biomaterial, Biopharmaceutical, and Renewable Energy. Lulusan S1 Department of Agrotechnology, Faculty of Agriculture, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, lulusan S2 Department of Biological Science and Technology, Life and Material System Engineering, Tokushima University, dan sedang menempuh S3 Department of Biological Science and Technology, Life and Material System Engineering, Tokushima University.