Baterai litium ion telah menorehkan kisah suksesnya sebagai perangkat penyimpan energi pada berbagai perangkat elektronik. Namun, meningkatnya permintaan baterai litium ion menyebabkan meningkatnya harga baterai karena ketersediaan litium di dunia rendah. Para peneliti mulai mencari material alternatif pengganti litium. Mereka tertuju pada unsur terdekat dengan litium yaitu natrium. Pengembangan natrium sebagai baterai natrium ion telah dilakukan sejak dua dekade terakhir karena kelimpahan natrium di bumi.
Namun, baterai natrium ion memiliki kendala yang berhubungan dengan kestabilan sehingga kurang bisa bersaing dengan baterai litium ion. Sehingga beberapa peneliti mencari opsi lain yang sama melimpahnya seperti natrium tetapi dapat bersaing dengan baterai litium ion. Pilihan itu jatuh kepada kalium, unsur yang berada di golongan yang sama dengan litium dan natrium. Prototipe baterai kalium ion atau potassium ion battery (PIB) sekunder pertama kali diperkenalkan pada tahun 2004 oleh Eftekhari yang memanfaatkan Prussian Blue (PB) sebagai katodanya[1]. Prinsip kerja baterai kalium ion sama dengan baterai litium ion dan natrium ion. Pada baterai kalium ion, ion kalium berpindah dari anoda ke katoda ketika proses discharging dan berpindah dari katoda menuju anoda ketika proses charging.
Gambar 1. Prinsip kerja baterai kalium ion[2]
Baterai kalium ion memiliki beberapa keunggulan seperti harganya yang lebih murah dan tegangannya yang mendekati litium. Kalium memiliki jari-jari atom yang lebih besar dari natrium dan litium. Selain itu, mineral karbonat merupakan sumber litium dan kalium. Perbandingan karakteristik antara litium dan kalium ditunjukkan oleh Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan karakteristik litium dan kalium[3]
Komponen utama baterai kalium ion terdiri dari katoda, anoda dan elektrolit. Material katoda dan anoda mempengaruhi kinerja baterai dan juga harga baterai. Material kobalt pada katoda baterai litium ion mengalami kenaikan harga yang menyebabkan harga baterai litium ion semakin melonjak. Elektrolit pun memegang kunci kemudahan perpindahan ion kalium dari katoda menuju anoda atau sebaliknya. Mari kita bahas satu per satu komponen tersebut.
Katoda
Katoda merupakan tempat reaksi reduksi dari ion K+ menjadi K. Ion K+ lebih sulit ditambahkan pada material katoda karena ukurannya lebih besar dari ion Na+ dan Li+. Material katoda yang umum digunakan adalah hexacyanometalates dengan rumus kimia AxMb[Mc(CN)6]y.zH2O (X = Li, Na, K,dll ; Mb dan Mc = Fe, Mn, dll). Prussian blue (KFeIIFeIII(CN)6) telah diuji coba sebagai katoda baterai kalium ion dalam media elektrolit non-aqueos pada tahun 2004. Hasilnya menunjukkan bahwa tegangan yang dihasilkan adalah 3,7 V yang nilai ini lebih besar daripada digunakan pada baterai litium ion (3,1 V) dan baterai natrium ion (3,2 V)[4]. Katoda Prussian blue juga menghasilkan kapasitas baterai sebesar 142 mAh/gram dimana nilai tersebut hampir mendekatai kapasitas teoritisnya sebesar 156 mAh/gram[1].
Gambar 2. Struktur katoda Prussian blue[1]
Selain itu, baterai kalium ion dapat menggunakan material katoda berbasis lapisan oksida. Rumus kimia lapisan oksida tersebut adalah AxMO2 (A = Li, Na, K, dll ; M = Fe, Ni, Co, Mn, dll). K0,3MnO2 telah diuji coba sebagai katoda baterai kalium ion dalam media elektrolit non-aqueous. Kapasitas yang dihasilkan lebih rendah (65 mAh/gram) dibandingkan dengan material katoda Prussian blue[4]. Namun, material lapisan oksida menjanjikan energi volumetrik yang tinggi sehingga penelitian pada material katoda berbasis lapisan oksida kedepannya sangat menarik. Gambar 3 menunjukkan beberapa material katoda yang dapat digunakan pada baterai kalium ion.
Gambar 3. Beberapa material katoda baterai kalium ion[3]
Anoda
Anoda merupakan tempat reaksi oksidasi dari K menjadi ion K+. Material anoda pada baterai kalium ion umumnya menggunakan karbon. Material tersebut juga digunakan sebagai anoda pada baterai litium ion dan natrium ion. Graphite intercalation compound (GIC) merupakan lapisan graphene yang memuat unsur kalium (K-GIC). Metode pembuatan K-GIC menghasilkan beberapa tahapan proses yang terdiri dari tahap satu (KC8), tahap kedua (KC24), tahap ketiga (KC36) dan tahap keempat (KC48). Perbedaan dari tahap-tahap tersebut adalah jumlah lapisan grafit yang memisahkan antar ion K+. Sebagai contoh, pada tahap keempat ada empat lapisan grafit yang memisahkan antar lapisan ion K+.
Gambar 4. Perbedaan struktur pada setiap tahap K-GIC[3]
Material karbon lainnya yang dapat menjadi anoda baterai kalium ion adalah karbon aktif, graphene dan carbon nanotube (CNT). Graphene menghasilkan kapasitas reversible yang tinggi (300 mAh/gram) dibandingkan material karbon lainnya pada baterai kalium ion. Selain itu, material logam dan logam oksida juga dapat digunakan sebagai anoda seperti Sn, Sb, K2Ti8O17, dll. Tabel 2 menunjukkan beberapa material anoda pada berbagai jenis baterai.
Tabel 2. Beberapa material anoda pada berbagai jenis baterai[3]
Elektrolit
Elektrolit menjadi media perpindahan ion K+ dari anoda menuju katoda atau sebaliknya. Baterai kalium ion dapat beroperasi pada elektrolit aqueous dan non-aqueous. Elektrolit aqueous menggunakan pelarut air. Elektrolit yang biasa digunakan adalah alkil karbonat dan garam kalium seperti KBF4, KPF6, KNO3, KClO4, dll[5]. Harga elektrolit KPF6 lebih rendah (492 AU$/kg) dibandingkan dengan elektrolit LiPF6 (10340 AU$/kg) dan NaPF6 (3764 AU$/kg)[3]. Namun, elektrolit aqueous menghasilkan tegangan yang rendah. Dalam perkembangannya, elektrolit non-aqueous mengguanakan pelarut etilen karbonat (EC) dan dietil karbonat (DEC)[5]. Elektrolit non-aqueous menghasilkan tegangan yang lebih tinggi namun biaya fabrikasinya lebih mahal dibandingkan dengan mengguanakan elektrolit aqueous.
Potensi di Masa Depan
Keunggulan yang dimiliki baterai kalium ion seperti ketersediaannya yang melimpah dan tegangan yang tinggi dalam elektrolit non-aqueous membuat para peneliti dunia berlomba-lomba untuk mengembangkannya. Pada tahun 2017, Comte dkk telah membuat prototipe kapasitor kalium ion (KIC) yang menggunakan format 18650 cell (format standar baterai/kapasitor litium ion). Sebelum membuat KIC dengan format 18650 cell, KIC terlebih dahulu dibuat dalam bentuk pouch. Rapat energi yang dihasilkan pada KIC pouch adalah 12 Wh/kg dimana nilai tersebut lebih besar daripada kapasitor EDLC komersial[6]. KIC dengan format 18650 cell bertujuan untuk menguji KIC lebih akurat secara elektrokimia. Rapat energi yang dihasilkan pada KIC dengan format 18650 cell adalah 9 Wh/kg dengan siklus pemakaian hingga 55.000 kali[6]. Meskipun rapat energi KIC masih rendah dari kapasitor litium ion (LIC), biaya fabrikasi KIC jauh lebih murah dibandingkan dengan LIC. Para peneliti tersebut beraharap KIC dapat diaplikasikan pada kendaraan listrik di masa depan.
Gambar 6. Kapasitor kalium ion berbentuk pouch (kiri) dan 18650 cell (kanan)[6]
Â
Referensi
[1] Eftekhari, A., Jian, Z dan Ji, X. 2016. Potassium Secondary Batteries. Applied Materials & Interfaces, 9, 1-42
[2] Wu, X., Leonard, D.P dan Ji, X. 2017. Emerging Non-Aqueous Potassium-Ion Batteries : Challenges and Opportunities. Chemistry of Materials, 29, 1-36
[3] Pramudita, J.C., Sehrawat, D., Goonetilleke, D dan Sharma, N. 2017. An Initial Review of The Status of Electrode Materials for Potassium-Ion Batteries. Advanced Energy Materials, 1602911, 1-21
[4] Vaalma, C., Buchholz, D dan Passerini, S. 2018. Non-Aqueous Potassium-Ion Batteries : A Review. Current Opinion in Electrochemistry
[5] Lei, Y., Qin, L., Liu, R., Lau, K.C., Wu, Y., Zhai, D., Li, B dan Kang, F. 2018. Exploring Stability of Nonaqueous Electrolytes for Potassium-Ion Batteries. Applied Energy Materials, 1, 1-17
[6] Comte, A.L., Reynier, Y., Vincens, C., Leys, C dan Azais, P. 2017. First Prototype of Hybrid Potassium-Ion Capacitor (KIC) : An Innovative, Cost-Effective Energy Storage Technology for Transportation Applications. Journal of Power Sources, 363, 34-43