Pemateri: Nadia Nuraniya Kamaluddin (University of Tsukuba, Japan)
Moderator : Aminah Umi Khamidah
Pengantar
Komunikasi dapat didefinisikan sebagai pertukaran informasi antar individu. Pada manusia, ini adalah bagian terpenting dari semua interaksi sosial. Manusia berkomunikasi melalui suara, tulisan, isyarat, bahasa tubuh, Braille, serta teknologi lainnya. Bahkan ada beberapa bukti bahwa kita menggunakan bau badan dalam komunikasi. Otak kita secara unik diadaptasi untuk komunikasi simbolis, namun sebagian besar kemampuan “bahasa” diperoleh melalui pembelajaran.
Serangga juga memiliki banyak cara untuk berkomunikasi namun, tidak seperti manusia, “Bahasa” mereka hampir seluruhnya bersifat bawaan. Setiap individu dilahirkan dengan “kosa kata” khas yang hanya dibagikan dengan anggota spesies lainnya. Untuk menghasilkan kosa kata ini, hewan dapat belajar atau secara alamiah terbentuk terlahir dengan kemampuan tersebut.
Komunikasi tidak selalu terbuka atau jelas. Tidak ada entitas fisik yang berpindah dari satu individu ke orang lain, seringkali amatlah sulit untuk mengetahui kapan pertukaran informasi terjadi. Bayangkan menjadi makhluk asing di planet lain dimana cara berkomunikasi mereka amatlah berbeda dengan kita. Kita berada dalam situasi yang sama ketika mempelajari komunikasi serangga. Satu-satunya cara untuk membedakan perilaku komunikatif dari perilaku non-komunikasi adalah dengan mencari bukti adanya perubahan perilaku (atau kadang-kadang, fisiologi) individu lain. Dalam siringmakar kali ini, mari kita bahas sedikit mengenai metode komunikasi serangga tersebut dan bersama-sama mencoba memahami cara-cara interaksi serangga sehingga dapat kita rekayasa agar bermanfaat bagi kehidupan kita, dalam hal ini pengendalian serangga tidak menguntungkan atau hama.
Diskusi
A. Hal-hal yang membuat serangga (dalam hal ini intraspesies) berkomunikasi. Perilaku komunikasi tersebut adalah untuk:
1. Mengidentifikasi teman satu sarang (nestmate identification)
2. Identifikasi lawan jenis atau sesama jenis (same or opposite sex identification)
3. Memfasilitasi perkawinan atau pembentukan koloni (mating and colony making facilitation)
4. Memberitahu lokasi makanan (food location or direction)
5. Memberitahu untuk pengumpulan dan pembubaran individu satu sarang (aggregation and dispersal of nestmates)
6. Memberitahu atau memperingatkan kehadiran individu lain (advertising)
7. Tanda bahaya atau alarm (warning sign or alarm)
8. Meniru musuh (enemy mimicry)
B. Komunikasi pada serangga ini melibatkan setidaknya 3 hal:
1. Lawan komunikasi (dua arah)
2. Bahasa/ pesan yang akan disampaikan
3. Reseptor bahasa/ pesan
Reseptor komunikasi pada hewan-hewan yang sederhana, mereka berkomunikasi dengan indera yang salah satunya disebut “chemoreseptor“, yakni suatu bentuk Chemical Communication, chemo (zat kimia) reseptor (penerima) pada umumnya ditemukan pada bagian antena serangga. Bahasa yang dijadikan pembawa/ isyarat pada Chemical Communication ini dinamakan semiochemicals, dimana saat ini dalam ilmu ekologi kimia, semiochemicals ini dibagi menjadi dua, yaitu feromon (menjadi bahasa intraorganisme) dan allelochemicals (allel: yang lain/ menjadi bahasa interorganisme).
Chemoreceptor ini menerima sinyal dari zat kimia, lalu diteruskan seperti impuls-impuls lainnya, kemudian diteruskan ke susunan syaraf pusat atau langsung ke kelenjar-kelenjar serangga.
Selain Chemoreceptor ini, ada mekanisme komunikasi lainnya pada serangga pada tingkat yang lebih kompleks, misalnya via suara (accoustic communication) pada ngengat atau jangkrik, via penglihatan (visual communication) pada serangga yang punya mata majemuk (ocelli), tubuhnya berwarna bermacam-macam yang kemudian berfungsi untuk menarik atau menakuti serangga lain, dan via sentuhan (tactile communication) pada semut yang sedang berbaris-baris yang saling menyentuhkan bagian tubuhnya.
Pada diskusi lebih pada pembahasan Chemical Communication. Bermula pada kasus codling moth (ngengat yang merusak apel petani varietas codling) di tahun 1960an, para ilmuwan mulai melirik chemical communication sebagai cara pengendalian hama. Untuk mengendalikan hama yang kemudian dinamakan “codling moth”, akhirnya para ilmuwan meneliti zat kimia yang dapat memancing serangga tersebut. Setelah diisolasi, ditemukan zat kimia dengan rumus C12H22O, zat ini adalah feromon seks codling moth. Zat feromon (C12H22O) ini lalu diproduksi secara massal untuk memerangkap jantan-jantan yang akan kawin. Jantan-jantan yang tertangkap karena feromon buatan tadi, lalu diradiasi sehingga mandul dan dikembalikan lagi ke alam. Cara ini memadukan 2 teknik pengendalian hama; pertama melalui perangkap (trap) dengan feromon seks sebagai umpan (lure) kemudian dikembalikan ke alam untuk mengontrol populasi melalui teknik pelepasan serangga mandul (Sterile Insect Release/ SIR), yang selanjutnya kemudian dapat mengendalikan perilaku makan pada hama ini. Selain metode lure-SIR tadi, ada metode lainnya untuk mengendalikan perkembangbiakan hama, yakni metode Juvenille Hormone (JH). Juvenille hormone adalah hormon yang dikeluarkan oleh koloni serangga sosial (lebah, semut, rayap) untuk mengontrol populasi per kasta, dimana dalam serangga sosial biasanya dibagi menjadi 3 kasta, yaitu pekerja (worker), prajurit (soldier) dan ratu/ raja serta calonnya (reproductives). Dalam koloni, soldier dan reproductives tidak dapat mencari atau membuat makanan, karena hal tersebut, kasta yang paling merugikan ini worker. Larva sendiri tidak akan terdeferensiasi menjadi worker, soldier atau reproductives setelah tahap keempat perkembangan fisiknya. Oleh karena itu, sebelum terdeferensiasi, JH diberikan pada larva agar populasi soldier lebih banyak, dengan cara tersebut akan otomatis koloni mengecil sendiri karena kekurangan worker dan reproductives. Feromon dan JH sendiri adalah contoh pengendalian melalui chemical communication. Pada allelochemicals, aplikasi allelochemicals dapat dilakukan untuk mengendalikan:
- Memberitahu atau memperingatkan kehadiran individu lain (advertising);
- Tanda bahaya atau alarm (warning sign or alarm)
Jadi, pada allelochemicals diaplikasikan dengan tujuan seolah-olah ada musuh serangga tersebut atau pura-pura memberitahu bahwa ada bahaya apabila mendekat/ mencoba mengkonsumsi tanaman panen.
Sesi Tanya-Jawab (Q&A)
1. Halim dan Fahmi;
Q: Bisa dijelaskan bagaimana cara kerja JH (Juvenille Hormone) sehingga bisa menekan worker?
A: JH sendiri bervariasi pada tiap spesies serangga sosial, tetapi lazimnya, seperti feromon lainnya, JH memiliki berat molekul antara 180-280 da. Secara alamiah, JH dikeluarkan dengan beberapa cara, yakni dikeluarkan oleh ratu melalui kelenjar tergal atau dikeluarkan oleh seluruh koloni dalam kondisi stres musuh. Kalau terkait kinerja saat ini masih banyak diteliti, teori yang paling banyak diterima adalah JH ini mempengaruhi metamorfosis larva pada tahap 4 atau 5 , sehingga secara fisik berubah menjadi prajurit (soldiers).
2. Masnur
Q: Adakah pengaruh residu pestisida pertanian terhadap keberhasilan pengendalian hama secara biologi (biocontrol) melalui rekayasa komunikasi serangga?
A: Saat ini pestisida banyak mengandung bahan sukar didegradasi dan tipe overkill, seperti DDT, sudah tidak diperkenankan. Perlu saya tekankan disini, untuk biokontrol sendiri, sebetulnya target utama ada konservasi plasma nutfah, dan keseimbangan ekosistem, karena hama pada dasarnya adalah sesuatu yang ada pada waktu dan tempat yang salah. Namun tentu saja misalnya karena penggunaan pestisida yang aplikasinya menggunakan spraying dapat mengganggu sinyal-sinyal kimia dari kegiatan biokontrol sehingga sulit diterima oleh organ reseptor serangga, sehingga kemudian menurunkan efektivitasnya. Tetapi juga, apabila sudah menggunakan pestisida, maka biokontrol tidak perlu digunakan lagi.
3. Izzah
Q: Dalam penelitian yang dilakukan Ibu Nadia, mekanisme apa yang diterapkan dan pada serangga apa?
A: Saya mengekstraksi allelochemicals yang diproduksi jamur sebagai sinyal warning or alarm bagi rayap agar tidak mendekati kertas-kertas atau kayu-kayu berharga.
4. Ami
Q: Pada era intensifikasi pertanian, mengganggap hama sebagai musuh yang harus dimusnahkan sehingga pada era tersebut menggunakan pestisida yang berlebihan yang menyebabkan hancurnya sebagian ekosistem. Bagaimana cara mengubah pemikiran tentang penggunaan pestisida untuk penanggulangan hama, karena ada cara yang lebih baik yaitu dengan cara mempelajari hama seperti yang terjadi di british columbia?
A: Saya suka pertanyaannya sekali. Menurut saya dengan merubah stigma. Stigma bahwa semua makhluk hidup yang tidak menguntungkan harus dimusnahkan. Contohnya, rayap, di tempat yang tepat, rayap adalah detritivor yang sangat efisien. Rayap berperan penting dalam siklus nutrisi tanah, mengurangi volume sampah selulosa di permukaan tanah, meningkatkan porositas tanah. Pengertian yang harus dipahami adalah hama sendiri adalah individu yang berada di tempat dan waktu yang salah.
Pembelajar | Penikmat kopi | DIII Teknik Kimia Undip Alumni | Semarang | @nailulizzaaah