Terjadinya kasus terkait penolakan maupun outbreak pangan adalah hal yang sering terjadi. Tindakan yang dilakukan merujuk pada penarikan produk atau yang sering disebut dengan recall. Menurut BPOM (2016), pengertian recall merupakan suatu tindakan menarik pangan yang berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan yang serius dalam keadaan darurat dan atau tidak sesuai dengan peraturan perundangan dari setiap tahapan pada rantai pangan, termasuk telah dimiliki oleh konsumen dalam upaya untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen.
Penerapan recall biasanya terjadi akibat adanya penyimpangan pangan yang tidak terkontrol, sehingga menyebabkan terjadinya outbreak atau kejadian luar biasa. Pada artikel ini, akan dijelaskan mengenai penerapan recall yang merujuk pada kasus penolakan produk udang beku.
Outbreak atau Kejadian Luar Biasa
Kasus outbreak pernah terjadi di Indonesia maupun di Dunia. Berdasarkan data Pusat Krisis Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2020 melaporkan bahwa sebanyak 57 warga di Kecamatan Tempuran dan Kecamatan Cilebar, Kabupaten Karawang mengalami keracunan massal setelah memakan udang (Kemenkes RI, 2020). Kasus outbreak pada udang di berbagai negara di Dunia terjadi seperti yang termuat dalam Centers for Disease Control and Prevention (CDC), sebanyak 9 orang dari 4 negara bagian telah terinfeksi Salmonella Weltevreden dari tanggal 26 Februari sampai 17 Juli 2021.
Kejadian tersebut dialami oleh masyarakat dengan rentang usia 30-80 tahun, dan rata-rata 60 tahun, sebanyak 56% nya berjenis kelamin perempuan. 3 dari 6 orang yang dilaporkan telah dilarikan ke rumah sakit. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini. Setelah dilakukan wawancara, sebanyak 7 orang melaporkan memakan udang sebelum sakit. FDA akhirnya melakukan penelusuran kembali berdasarkan catatan dan lokasi pembelian. Penelusuran tersebut mengerucut pada sebuah perusahaan bernama Avanti Frozen Food asal India. Akibatnya, produk yang terkontaminasi Salmonella dimusnahkan dan ditarik peredarannya dari masyarakat.
Udang yang ditarik dijual dengan berbagai merek dan kemasan, termasuk udang yang dikemas dengan saus koktail. Penarikan saat itu mencakup merek-merek berikut: CENSEA, CHICKEN OF THE SEA, HONEST CATCH, CWNO, HANNAFORD, WATERFRONT BISTRO, OPEN ACRES, 265, dan MEIJER. Penarikan tersebut disebabkan oleh adanya potensi kontaminasi Salmonella pada udang beku. Avanti Frozen Foods juga memperluas penarikannya hingga tingkat hilir untuk produk sushi yang mengandung udang, seperti yang dijual di negara bagian California untuk memastikan produk terkait sudah tidak ada di masyarakat (FDA, 2021).
Penyebab Kasus
Manajemen budidaya dan pengolahan udang yang buruk, menyebabkan terjadinya kasus penyakit sehingga tak menutup kemungkinan jika pembudidaya mengalami kerugian dalam usahanya. Pada kasus penolakan ekspor akibat kontaminasi udang oleh bakteri Salmonella dapat dimulai dari perairan tempat hidup, pengangkutan, pencucian, dan penyimpanan udang. Salmonella dapat mencemari udang sejak udang dalam masa budidaya. Hal ini dikarenakan air merupakan tempat hidup udang menjadi salah satu faktor pencemaran.
Kondisi perairan yang tidak sehat, terutama jika sanitasi di sepanjang rantai pasok kurang memadai dapat meningkatkan pertumbuhan beberapa bakteri patogen seperti Salmonella, spp. Selain dari perairan, Salmonella juga dapat berasal dari pakan udang. Pakan udang biasanya berupa pakan alami atau konsentrat. Bahan pakan seperti tepung ikan, tepung darah, tepung tulang beresiko tinggi tercemari Salmonella. Bakteri ini dapat berasal dari kontaminasi silang dari berbagai sumber, salah satunya berasal dari peralatan yang digunakan pada saat bersinggungan dengan ikan.
Bakteri Salmonella termasuk jenis bakteri gram negatif yang berkontribusi terhadap kasus-kasus fatal di dunia (FAO, 2010). Salmonella mampu bertahan hidup di lingkungan yang ekstrim, seperti pembekuan dan pengeringan. Hal tersebut menyebabkan Salmonella mampu beradaptasi dan bertahan dalam kondisi pengolahan waktu yang lama, termasuk pada udang beku (Indrotristanto, et al. 2023).
Udang beku merupakan salah satu komoditi ekspor yang mulai banyak dikembangkan. Udang yang telah dipanen harus melalui beberapa proses sebelum di ekspor. Tahapan pencucian dan pembekuan udang merupakan tahap yang paling penting diperhatikan. Kebersihan karyawan, air, alat, ruang produksi dan hal lain yang kontak langsung dengan udang harus dipastikan terjamin. Selain itu, suhu dan kondisi ruang pendingin juga harus sesuai agar pertumbuhan mikroorganisme patogen dapat dihindari. Aktivitas mikroba mengalami penurunan di atas suhu beku dan terhenti dibawah titik beku. Pembekuan akan menyebabkan aktivitas air berkurang dan reaksi-reaksi kimia maupun enzimatis terhambat.
Konsekuensi Outbreak
Dikutip dari Foodborne Disease Burden Epidemiology Reference Group (FERG) dari WHO pada tahun 2010, melaporkan bahwa Salmonella bertanggung jawab atas total 180 juta penyakit dan 298.496 kematian. Salmonella merupakan organisme yang dapat menyebabkan infeksi serius pada anak-anak, lansia, dan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Orang sehat yang terinfeksi Salmonella bisa mengalami gejala seperti demam, diare, mual, muntah, dan sakit perut (Wali, et al. 2020). Lebih lanjut, Ehuwa, et al (2021) menambahkan bahwa infeksi Salmonella juga menyebabkan bakteremia, meningitis, dan infeksi pada amandel.
Pencegahan Recall
Recall terjadi akibat adanya keluhan dari masyarakat. Oleh karena itu, sebelum didistribusikan perlu diperhatikan beberapa hal termasuk apabila produk akan diekspor. Hal ini karena setiap negara mempunyai standar penerimaan pangan, seperti di Amerika Serikat yang memiliki aturan ketat terkait udang beku. Sebelum di ekspor, udang beku harus telah mematuhi peraturan Food and Drug Administration (FDA), Food Safety and Inspection Service (FSIS), dan National Marine Fisheries Services (NMFS).
Diantara persyaratan yang harus terpenuhi pada udang beku yaitu dengan memperhatikan kandungan dan keberadaan kontaminan yang mungkin ada pada udang seperti kandungan logam (merkuri dan timah hitam), bahan kimia: polychlorinated biphenyls (PCB) yang mencakup 209 jenis bahan kimia yang terkandung dalam limbah industri, pestisida: DDT dan dieldrin serta Salmonella.
Kasus penarikan (recall) dapat dicegah dengan penerapan manajemen yang baik pada setiap rantai produksi mulai dari penerimaan hingga distribusi produk. Pemantauan dan recording tersebut bertujuan untuk memudahkan evaluasi dan perbaikan produk agar kasus recall serupa tidak berulang.
Penulis: Isdiana Fitriyani, Nailus Syarifah
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Pangan IPB University
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Pangan, Institut Pertanian Bogor 2024