Permintaan global terhadap produksi plastik meningkat dua kali lipat dari 245 menjadi 359 juta ton (2008 – 2018) dan bahkan diperkirakan akan meningkat tiga kali lipat pada tahun 2060. Dengan meningkatnya populasi global, terjadi peningkatan surplus dalam permintaan produksi plastik. Peningkatan ini merupakan ancaman berkelanjutan bagi lingkungan di seluruh dunia dan konsekuensinya tidak hanya sebatas polusi, tetapi juga menyebabkan kerusakan pada kehidupan manusia dan laut. Menurut laporan yang diselidiki oleh U.S. Environmental Protection Agency (EPA) di tahun 2020, sekitar 34 juta ton plastik bocor ke lingkungan perairan setiap tahun karena teknik pengelolaan limbah yang buruk. Kebocoran ini diperkirakan akan meningkat 3 kali lipat di tahun 2040 jika tidak segera diatasi.
Ancaman Nyata Limbah Plastik Konvensional
Kebanyakan plastik yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah plastik konvensional dengan bahan baku yang berasal dari sumber daya alam seperti gas alam atau minyak mentah olahan. Plastik konvensional memang memiliki kelebihan dalam hal fisik seperti daya tahannya tinggi, mudah dibentuk, dan sifat mekanisnya kuat tetapi memiliki tingkat biodegradabilitas yang sangat buruk. Plastik dapat bertahan di lingkungan selama beberapa dekade tanpa membusuk dan plastik ini dapat terfragmentasi menjadi partikel yang lebih kecil hingga menjadi mikroplastik ( < 5 mm). Mikroplastik ini menjadi polutan baru yang menyebabkan ancaman bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Di sisi lain, penggunaan bahan baku untuk pembuatan plastik konvensional juga menguras sumber daya alam bumi kita. Oleh karena itu, perlu adanya solusi alternatif berkelanjutan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan berbasis minyak bumi dan salah satu alternatifnya adalah bioplastik.
Apa Itu Bioplastik?
Bioplastik atau yang sering disebut sebagai plastik biodegradable merupakan jenis plastik yang hampir seluruhnya terbuat dari bahan yang dapat diperbarui seperti pati, minyak nabati, dan mikrobiota. Ketersediaan bahan dasarnya di alam sangat melimpah dengan keragaman struktur dan tidak beracun. Saat ini, bakteri dan tanaman pangan seperti tebu, jagung, kentang, singkong, dan gandum digunakan untuk produksi bioplastik dengan mengekstrak pati, karbohidrat, dan enzim dari tanaman tersebut. Meskipun tanaman menghasilkan bioplastik dengan sifat mekanik dan kimia yang baik, namun sayangnya mengakibatkan masalah baru yaitu munculnya persaingan bahan baku untuk sumber pangan manusia. Selain itu, metode ekstraksi bioplastik dari tanaman cukup rumit. Dengan pertimbangan yang ada, muncul kebutuhan alternatif yang lebih baik dan salah satu alternatif itu adalah alga, khususnya mikroalga.

Perbandingan antara bioplastik dengan plastik konvensional [6]
Mikroalga : Jawaban Polusi Plastik Global
Mikroalga tengah menarik banyak perhatian karena cakupan aplikasinya yang luas, misalnya sebagai biofilter, produksi biofuel, biofertilizer, bahan baku untuk industri farmasi, dan nanoteknologi. Beberapa tahun terakhir para peneliti fokus pada upaya sintesis bioplastik dari alga. Mengapa mikroalga menjadi alternatif bahan baku bioplastik? Apa keistimewaannya?
- Ramah Lingkungan
Penggunaan mikroalga sebagai bahan baku bioplastik tidak menghasilkan limbah berbahaya dan dapat terurai secara alami dalam waktu yang relatif singkat.
- Berkelanjutan
Proses produksi bioplastik dari mikroalga tidak bersaing dengan sumber daya pangan (misalnya jagung atau singkong) dan ketersediaannya melimpah. Pertumbuhan mikroalga cepat dan mudah dibudidayakan.
- Mengurangi Emisi Karbon
Mikroalga menggunakan karbondioksida (COâ‚‚) untuk fotosintesis sehingga dapat mengurangi emisi gas rumah kaca.
- Adaptasi Lingkungan yang Tinggi
Mikroalga dapat beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan termasuk suhu ekstrim dan kadar garam tinggi. Hal ini memungkinkan budidaya mikroalga di berbagai wilayah.
- Kemampuan Produksi Polimer Alami
Secara alami, mikroalga menghasilkan berbagai jenis polimer, senyawa organik yang merupakan komponen utama plastik. Polimer-polimer ini sifatnya beragam, dari yang lentur hingga keras sehingga dapat disesuaikan dengan berbagai jenis produk plastik.

Skema pembuatan bioplastik berbahan baku mikroalga [7]
Jenis Mikroalga Potensial untuk Produksi Bioplastik
Beberapa jenis mikroalga telah diteliti dan menunjukkan potensi yang menjanjikan dalam menghasilkan biopolimer dalam jumlah yang signifikan. Pemilihan mikroalga ini menjadi sangat krusial karena akan berkaitan dengan karakter biopolimer yang dihasilkan. Berikut adalah beberapa genus mikroalga yang dapat digunakan sebagai bahan baku bioplastik :
- Chlorella : Pertumbuhannya cepat dan mampu menghasilkan biomassa dalam jumlah besar. Chlorella mampu menghasilkan berbagai jenis biopolimer termasuk polihidroksibutirat (PHB).
- Scenedesmus : Memiliki produktivitas tinggi dan kemampuan menghasilkan biopolimer dalam jumlah yang cukup.
- Nannochloropsis : Sering digunakan sebagai sumber asam lemak omega-3, tetapi juga memiliki potensi untuk menghasilkan biopolimer.
- Botryococcus : Mampu menghasilkan hidrokarbon hidrofobik dalam jumlah tinggi. Hidrokarbon ini dapat digunakan sebagai bahan baku produksi bioplastik.
- Dunaliella : Mampu memproduksi β-karoten, tetapi beberapa spesies Dunaliella juga mampu menghasilkan biopolimer.
Tantangan dan Masa Depan
Meskipun potensi mikroalga sangat menjanjikan sebagai bahan baku bioplastik, masih ada beberapa tantangan yang perlu diatasi seperti :
- Biaya produksi yang masih relatif tinggi jika dibandingkan dengan plastik konvensional.
- Skala produksi bioplastik dari mikroalga masih dalam skala kecil dan perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pasar yang besar.
- Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan teknologi yang lebih efisien dan efektif dalam produksi bioplastik dari mikroalga.
Inovasi bioplastik dari mikroalga memberi secercah harapan untuk masa depan. Dengan menawarkan solusi berkelanjutan dan ramah lingkungan, mikroalga bisa menjadi salah satu jawaban utama dalam mengatasi tantangan polusi plastik global. Tantangan yang ada saat ini, seperti skala produksi dan boasa perlahan mulai teratasi seiring dengan kemajuan teknologi dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya produk yang lebih hijau.
Referensi
[1] Chia, W.Y.; Tang, D.Y.Y.; Khoo, K.S.; Lup, A.N.K.; Chew, K.W.: Nature’s fight against plastic pollution: algae for plastic biodegradation and bioplastics production. Environ. Sci. Ecotechnol. 4, 100065 (2020). https://doi.org/10.1016/j.ese.2020.100065
[2] A, A.D., G, K. Microalgae: an emerging source of bioplastics production. Discov Environ 2, 10 (2024). https://doi.org/10.1007/s44274-024-00038-0
[3] OECD: Global Plastics Outlook: Policy Scenarios to 2060 (2022). https://www.oecd.org/environment/global-plastic-waste-set-to-almost-triple-by-2060.htm
[4] Adetunji, A.I.; Erasmus, M. Green Synthesis of Bioplastics from Microalgae: A State-of-the-Art Review. Polymers 2024, 16, 1322. https://doi.org/10.3390/polym16101322
[5] Wahyudi, Alya Keisya. Transisi Plastik Konvensional ke Bioplastik Berbasis Alga https://ftmm.unair.ac.id/transisi-plastik-konvensional-ke-bioplastik-berbasis-alga/ diakses pada 1 Oktober 2024
[6] https://www.researchgate.net/figure/Comparison-between-bioplastic-and-petroleum-based-plastic-40_fig7_362808679 diakses pada 1 Oktober 2024
[7] https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0013935121019216?via%3Dihub diakses pada 1 Oktober 2024