Oleh:Â Fauzi Yusupandi
Litium vs Natrium
Kehadiran mobil listrik dan pembangkit listrik energi terbarukan membutuhkan peran baterai untuk menyimpan energi listrik. Baterai litium ion masih mendominasi pasar dunia sebagai unit penyimpanan energi. Gambar 1 menunjukkan proyeksi produksi mobil listrik akan mengalami peningkatan setiap tahunnya yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan litium. Sumber litium 70% berada di Amerika Selatan, tepatnya di negara Chile, Argentina dan Bolivia[1]. Cadangan litium saat ini hanya akan bertahan kurang lebih 50 tahun dan lambat laun harganya akan melambung tinggi. Sehingga, diperlukan material alternatif yang dapat menggantikan litium sebagai unit penyimpanan energi masa depan yang murah, melimpah dan menunjukkan kinerja yang baik.
Gambar 1. Proyeksi penjualan mobil listrik dunia hingga tahun 2030[2]
Para peneliti mengembangkan material natrium sebagai pengganti litium. Natrium dipilih karena karakteristiknya yang mendekati litium, murah dan melimpah.. Perbandingan karakteristik litium dan natrium ditunjukkan oleh Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan karakteristik litium dan natrium[4]
Litium | Natrium | |
Jari-jari kation (pikometer) | 68 | 97 |
Berat atom (gram/mol) | 7 | 23 |
Titik leleh (oC) | 180,5 | 97,7 |
Ketersediaan di bumi (%) | 0,06 | 2,6 |
Distribusi | 70% di Amerika Selatan | Tersebar secara merata di seluruh dunia |
Tegangan standar (V/SHE) | -3,04 | -2,71 |
Harga ($/ton karbonat) | 5000 | 135 – 165 |
Jari-jari kation natrium lebih besar dari litium sehingga diperlukan modifikasi komponen baterai[3]. Ketersediaan natrium sangat melimpah dan tersedia di berbagai belahan dunia. Cadangan litium dunia hanya sebesar 13 juta ton. Nilai cadangan litium dunia masih kecil dibandingkan dengan cadangan natrium di USA sebesar 23 juta ton[3]. Ketersediaan natrium di bumi sebesar 2,6% dibandingkan dengan ketersediaan litium di bumi hanya sebesar 0,06%[4]. Mineral karbonat merupakan sumber litium dan natrium. Dari sisi harga, natrium karbonat memiliki nilai jual sebesar $135 – 165/ton sedangkan harga litium karbonat sebesar $5000/ton pada tahun 2010[3]. Maka, baterai berbasis material natrium perlu dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan produksi baterai di masa depan.
Baterai Natrium-Sulfur
Litium dan natrium telah dikembangkan sejak tahun 1970. Namun, litium dikomersialisasikan terlebih dahulu karena stabil ketika digunakan pada temperatur ruang dan menghasilkan tegangan yang tinggi (>3 V). Baterai natrium dioperasikan dengan cara melelehkan natrium dalam pipa alumina yang berperan sebagai anoda/kutub negatif dan lelehan sulfur yang berperan sebagai katoda/kutub positif. Baterai tersebut kemudian dikenal dengan nama baterai natrium-sulfur yang menghasilkan tegangan 2,075 V (lebih rendah dari baterai litium)[5]. Karena proses pembuatan dan operasi yang kurang menguntungkan, baterai natrium-sulfur tidak berkembang. Gambar 2 menunjukkan skema baterai natrium-sulfur.
Gambar 2. Skema baterai natrium-sulfur[5]
Baterai Natrium Ion
Para peneliti terus mengembangkan teknologi baterai natrium agar dapat bersaing dengan baterai litium. Pada akhirnya, prinsip kerja dari baterai litium diadopsi oleh baterai natrium. Jika pada baterai litium, ion litium yang berpindah, maka pada baterai natrium, terjadi perpindahan ion natrium. Dari mekanisme tersebut, lahirlah baterai natrium ion. Baterai natrium ion sekunder (dapat diisi ulang) memiliki prinsip charge dan discharge yang mirip dengan baterai litium ion. Ketika proses discharge, ion natrium akan berpindah dari anoda menuju katoda melalui elektrolit dan elektron akan menuju katoda melalui sirkuit luar. Sedangkan pada proses charge, ion natrium akan berpindah dari katoda menuju anoda melalui elektrolit dan elektron akan menuju anoda melalui sirkuit luar. Mekanisme charge dan discharge pada baterai natrium ion ditunjukkan oleh Gambar 3.
Gambar 3. Prinsip kerja baterai natrium ion[1]
Komponen Baterai Natrium Ion
1. Elektrolit
Tantangan dalam pengembangan baterai natrium ion adalah mencari material elektrolit, anoda dan katoda yang dapat menghasilkan tegangan paling tinggi, stabil dan murah serta dapat beroperasi pada temperatur ruang. Elektrolit berfungsi sebagai media perpindahan ion natrium dari anoda ke katoda atau sebaliknya. Nilai konduktivitas ionik Na yang tinggi, stabil secara kimia, mekanik dan elektrokimia serta konduktivitas listrik yang rendah menjadi karakteristik utama dari elektrolit baterai natrium ion. Garam natrium perklorat (NaClO4), natrium heksaperfluoroposfat (NaPF6) dan natrium bis(trifluorometansulfonil)imide (NaTFSI) merupakan elektrolit yang umum digunakan pada baterai natrium ion[3]. Garam-garam tersebut dapat dilarutkan menggunakan berbagai pelarut seperti propilen karbonat (PC), etilen karbonat (EC), dietil karbonat (DEC), dimetil karbonat (DMC), dimethoxyethane (DME), trietilen glikol dimetil eter (Triglyme). Nilai konduktivitas ionik yang dihasilkan oleh elektrolit NaClO4 dalam pelarut propilen karbonat (PC) adalah 12 mS/cm[6]. Nilai tersebut merupakan nilai konduktivitas ionik teringgi jika dibandingkan dengan pelarut lain. Gambar 4 menunjukkan nilai konduktivitas 1 M NaClO4 dalam berbagai pelarut.
Gambar 4. Perbandingan nilai konduktivitas ionik 1 M NaClO4 pada berbagai jenis pelarut[6]
2. Anoda
Selain elektrolit, baterai natrium ion memerlukan anoda yang dapat menyimpan atom Na dan stabil secara kimia dan mekanik dalam jangka waktu yang lama. Anoda merupakan tempat reaksi oksidasi Na menjadi Na+. Anoda grafit yang biasa digunakan pada baterai litium ion tidak dapat digunakan pada baterai natrium ion. Hal ini disebabkan jari-jari atom natrium lebih besar dari jarak antar lapisan grafit sehingga ion natrium tidak dapat masuk ke dalam antar lapisan grafit[7]. Material alternatif pengganti grafit adalah menggunakan karbon kokas dari industri minyak bumi atau graphene. Jarak antar lapisan yang dimiliki oleh kokas dan graphene memungkinkan ion natrium untuk masuk ke dalamnya (Gambar 5a). Selain itu, paduan logam seperti natrium-timah (Na15Sn4), oksida logam transisi seperti kobalt oksida (Co3O4) dan material berbasis titanium seperti titanium oksida (TiO2) dapat digunakan sebagai anoda baterai natrium ion yang ditunjukkan oleh Gambar 5b.
Gambar 5. (a) Mekanisme masuknya ion Li+ dan Na+ ke dalam grafit dan graphene (b) Beberapa material anoda yang dapat digunakan pada baterai natrium ion[3]
3. Katoda
Komponen terakhir yang dibutuhkan adalah katoda. Katoda merupakan tempat reaksi reduksi ion Na+ menjadi Na. Katoda yang umum digunakan adalah kation logam transisi dengan konfigurasi elektron 3d seperti kobalt, nikel, mangan dan besi. Jenis logam transisi tersebut diklasifikasikan menjadi jenis O dan P[3]. Huruf O mendefinisikan struktur oktahedral (segi delapan) dan P mendefinisikan struktur prismatik (bentuk prisma). Selain itu, material polianion seperti posfat (PO4)3-, pyrophosphate (P2O7)4- dan sulfat (SO4)2- merupakan material alternatif untuk katoda baterai natrium ion. Dalam perkembangannya, katoda baterai natrium ion juga dapat menggunakan material organik seperti Na4C8H2O6 dan material berbasis sianida seperti Na1,4MnFe[CN]6[3]. Gambar 6 menunjukkan berbagai material katoda yang dapat digunakan pada baterai natrium ion.
Gambar 6. Beberapa material katoda yang dapat digunakan pada baterai natrium ion[3]
Masa Depan Baterai Natrium Ion
Baterai natrium ion diprediksi akan mulai diproduksi secara massal untuk mengatasi kelangkaan litium di masa depan. Pada tahun 2015, ilmuwan dari berbagai universitas di Perancis membuat prototipe baterai natrium ion dengan format 18650. Format 18650 merupakan desain yang telah tersebar luas di industri untuk baterai litium ion[4]. Setelah dua tahun berlalu, Tiamat, perusahaan start-up baterai natrium ion yang bertempat di Amiens, melanjutkan pekerjaan para ilmuwan tersebut. Tiamat bertujuan untuk menerapkan baterai natrium ion pada semua peralatan elektronik. Tiamat mengklaim bahwa teknologi baterai natrium ion yang akan diproduksi memiliki jangka waktu pemakaian hingga 10 tahun (jangka waktu pemakaian baterai litium ion hanya 3 – 4 tahun)[4].
Baca juga: Sejarah Pengembangan Baterai Litium-Ion, Penemuan yang Diganjar Nobel Kimia Tahun 2019
Perusahaan tersebut juga berharap baterai natrium ion dapat digunakan sebagai unit penyimpanan energi pada pembangkit listrik energi terbarukan (panel surya dan turbin angin) dan kendaraan listrik. Dengan baterai natrium ion, kendaraan listrik dapat menempuh jarak 200 km hanya dengan mengisi ulang baterai selama beberapa menit[4]. Tiamat berharap dapat berkolaborasi dengan perguruan tinggi dan industri untuk terus menyempurnakan baterai natrium ion. Jika teknologi baterai natrium ion ini berhasil diproduksi secara massal, Perancis akan menjadi negara terdepan dalam memproduksi baterai natrium ion. Gambar 7 menunjukkan baterai natrium ion yang telah diproduksi dan telah diaplikasikan pada sepeda.
Gambar 7. Baterai natrium ion yang telah diproduksi dan diaplikasikan pada sepeda oleh Tiamat[8]
Referensi
[1] Pan, H., Hu, Y-S dan Chen, L. 2013. Room-Temperature Stationary Sodium-Ion Batteries for Large-Scale Electric Energy Storage. Energy & Enviromental Science, 6, 2338-2360
[2] Shankleman, J., Biesheuvel, T., Ryan, J dan Merrill, D. 2017. We’re Going to Need More Lithium. Diakses dari : https://www.bloomberg.com/graphics/2017-lithium-battery-future/ pada tanggal 12 Mei 2018
[3] Hwang, J-Y., Myung, S-T dan Sun, Y-K. 2017. Sodium-Ion Batteries : Present and Future. Chemical Society Reviews, 46, 3529-3614
[4] CNRS. 2017. Start-up Aims at Producing Sodium-Ion Batteries. Diakses dari : https://phys.org/news/2017-11-start-up-aims-sodium-ion-batteries.html pada tanggal 12 Mei 2018
[5] Ellis, B.L dan Nazar, L.F. 2012. Sodium and Sodium-Ion Energy Storage Batteries. Current Opinion in Solid State and Material Science, 16, 168-177
[6] Vignarooban, K., Kushagra, R., Elango, A., Badami, P., Mellander, B.E., Xu, X., Tucker, T.G., Nam, C dan Kannan, A.M. 2015. Current Trends and Future Challenges of Electrolytes for Sodium-Ion Batteries. International Journal of Hydrogen Energy, 41, 2829-2846
[7] Tang, J., Dysart, A.D., Pol, V.G. 2015. Advancement in Sodium-Ion Rechargeable Batteries. Current Opinion in Chemical Engineering, 9, 34-41.
[8] Tiamat. Diakses dari : http://www.tiamat-energy.com/ pada tanggal 12 Mei 2018