Kelekatan (attachment) antara anak dan orang tua, khususnya ibu, memainkan peran penting dalam perkembangan sosial-emosi anak. Kelekatan yang sehat dapat membantu anak mengembangkan rasa aman, percaya diri, dan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial secara positif. Berdasarkan penelitian, kualitas hubungan anak dengan orang tua tidak hanya memengaruhi aspek emosi tetapi juga berdampak signifikan pada kemampuan anak dalam menghadapi tantangan dalam perkembangannya.

Sumber: id.pinterest.com
Penelitian Membuktikan
Hubungan yang baik (aman) antara ibu dan anak menjadi fondasi bagi perkembangan psikologis yang sehat. Anak yang memiliki kelekatan kuat dan aman dengan orang tua cenderung lebih mudah mengekspresikan emosi mereka secara tepat dan memiliki keterampilan sosial yang lebih baik saat berinteraksi dengan teman sebaya. Sebaliknya, kelekatan yang tidak aman, seperti pola ambivalen atau menghindar, berkaitan dengan masalah perilaku dan kesulitan dalam mengatur emosi. Penelitian menunjukkan bahwa kelompok anak yang tidak mendapatkan kelekatan yang baik dengan orang tuanya dipengaruhi oleh faktor orang tua yang memiliki pola asuh otonom, sering menolak permintaan anak, memiliki kesibukan sendiri, dan memilki urusan pribadi yang belum terselesaikan.
Penelitian juga menekankan bahwa kelekatan yang terjalin kuat sejak dini dapat mengurangi risiko masalah mental di masa depan, seperti kecemasan dan depresi. Anak dengan ikatan emosional yang aman lebih siap menghadapi stres dan lebih mampu mencari dukungan sosial ketika mereka merasa tertekan. Hal ini menunjukkan bahwa pola pengasuhan yang penuh perhatian, kasih sayang, dan konsistensi sangat penting dalam membentuk kelekatan yang berkualitas.
Mengapa Kelekatan Dapat Memengaruhi Perkembangan Sosial Emosi Anak?
Pada usia prasekolah, anak-anak mulai belajar mengembangkan keterampilan sosial dasar, seperti berbagi, bergiliran, dan berempati terhadap orang lain. Kelekatan dengan orang tua memberikan anak rasa aman untuk mengeksplorasi lingkungan mereka tanpa rasa takut. Anak yang merasa aman dalam hubungan dengan orang tua lebih berani menghadapi situasi baru dan memiliki rasa percaya diri dalam menjalin pertemanan. Pola kelekatan ini juga memberikan anak kemampuan untuk belajar dari pengalaman sosial, seperti memahami perasaan orang lain dan belajar menyelesaikan konflik secara konstruktif.
Selain itu, anak-anak yang memiliki kelekatan kuat dengan orang tua menunjukkan kemampuan regulasi emosi yang lebih baik. Mereka mampu menenangkan diri ketika menghadapi situasi yang menekan dan lebih tahan terhadap frustrasi. Ini penting untuk perkembangan emosi yang sehat, terutama dalam menghindari perilaku impulsif dan agresif. Dengan demikian, pola asuh orang tua yang responsif terhadap kebutuhan anak memainkan peran penting dalam membantu anak mengenali dan mengelola emosi mereka dengan lebih efektif.
Namun, penting untuk diingat bahwa kelekatan anak dengan orang tua juga mendapat pengaruh dari berbagai faktor, meliputi:
- Bentuk kelekatan yang dialami orang tuanya di masa lalu,
- Kondisi psikologis orang tua,
- Status ibu bekerja,
- Pola komunikasi dalam keluarga,
- Tingkat pendidikan ibu,
- Pengalaman hidup anak.
Oleh karena itu, membangun hubungan kelekatan yang baik membutuhkan keterlibatan aktif orang tua dalam memberikan dukungan emosional dan perhatian secara konsisten. Orang tua perlu menunjukkan kepekaan terhadap kebutuhan anak, baik secara emosional maupun fisik, untuk memastikan anak merasa mendapatkan penghargaan dan kasih sayang.
Langkah Orang Tua dalam Membangun Kelekatan dengan Anak
Adapun beberapa cara yang dapat dilakukan orang tua dalam membangun kelekatan yang baik dengan anaknya, meliputi:
- Pemberian perhatian secara fisik,
- Membangun komunikasi dengan emosional yang positif,
- Memberi bentuk kasih sayang yang jelas dengan tanda-tanda kebutuhan mereka (misalnya memeluk, mencium, mengajak bermain, membacakan buku, dan lain sebagainya).
Membangun Kelekatan dengan Reflective Parenting
Reflective parenting atau pola pengasuhan reflektif adalah pendekatan pengasuhan yang mendorong orang tua untuk memahami dan mengevaluasi secara mendalam emosi, pikiran, serta perilaku anak mereka. Dalam pendekatan ini, orang tua diharapkan untuk tidak hanya bereaksi terhadap perilaku anak tetapi juga merenungkan apa yang ada di balik perilaku tersebut. Hal ini mencakup pemahaman terhadap kebutuhan emosional anak dan dampak pola asuh terhadap perkembangan anak. Konsep ini ditekankan dalam publikasi Introduction to Reflective Parenting yang menyoroti pentingnya refleksi diri bagi orang tua dalam membangun hubungan yang sehat dengan anak.
Pengasuhan reflektif berfokus pada kemampuan orang tua untuk mentalize, yaitu memahami pikiran dan perasaan yang tidak terlihat tetapi memengaruhi perilaku anak. Pendekatan ini melibatkan proses pemikiran yang mendalam, di mana orang tua tidak hanya mengamati perilaku anak tetapi juga mempertimbangkan kondisi emosi atau psikologis yang melatarbelakangi perilaku tersebut. Melalui mentalizing, orang tua dapat lebih responsif dan tidak hanya reaktif dalam menghadapi tantangan pengasuhan.
Misalnya, ketika seorang anak menangis karena tidak ingin berpisah dari orang tuanya di sekolah, reflective parenting membantu orang tua untuk melihat bahwa mungkin anak merasa cemas atau takut menghadapi situasi baru. Alih-alih memarahi anak karena menangis, orang tua bisa memberikan dukungan emosional dengan mengatakan, “Aku tahu kamu merasa takut saat berpisah, dan itu tidak apa-apa. Tapi, aku akan menjemputmu segera setelah sekolah selesai.”
Secara keseluruhan, kelekatan yang sehat antara anak dan orang tua adalah kunci bagi perkembangan sosial-emosi anak yang optimal. Hubungan yang penuh kasih sayang dan perhatian membantu anak tumbuh menjadi individu yang mampu mengelola emosi, menjalin hubungan positif dengan orang lain, dan menghadapi tantangan hidup dengan percaya diri. Oleh karena itu, harapannya orang tua dapat terus berperan aktif dalam membentuk kelekatan yang kuat dengan anak sejak dini.
Referensi
Adkins, Tina. 2012. Introduction to Reflective Parenting. Diakses pada 22 Oktober 2024 dari https://www.researchgate.net/publication/299408362_Introduction_to_Reflective_Parenting
Hong, Y.R. and Park J.S. 2012. Impact of attachment, temperament and parenting on human development. Diakses pada 22 Oktober 2024 dari https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3534157/
Wijirahayu, dkk. 2016. KELEKATAN IBU-ANAK, PERTUMBUHAN ANAK, DAN PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSI ANAK USIA PRASEKOLAH. Diakses pada 22 Oktober 2024 dari https://www.researchgate.net/publication/314385405_Kelekatan_Ibu-Anak_Pertumbuhan_Anak_dan_Perkembangan_Sosial_Emosi_Anak_Usia_Prasekolah