Cara Membuat Protein dari CO2, Air, dan Nitrogen

Oleh: Guntur Adisurya Masalah sumber daya dewasa ini menjadi topik yang tidak pernah sepi dibahas. Baru-baru ini, film populer dengan karakter […]

blank

Oleh: Guntur Adisurya

Masalah sumber daya dewasa ini menjadi topik yang tidak pernah sepi dibahas. Baru-baru ini, film populer dengan karakter antagonis pemilik sarung tangan dengan 6 batu sakti pun ikut mengangkat topik ini, walaupun dengan solusi yang bersifat sangat pesimis, ya film yang dimaksud tentunya adalah The Avengers – Infinity War.

Baca juga: Menalar Kejahatan Thanos-Infinity War Secara Ilmiah (Dikupas dari Ilmu Demografi dan Fisika)

Salah satu perhatian besar para peneliti yang bekerja pada bidang perkembangan berkelanjutan (sustainable development) adalah populasi bumi yang diperkirakan akan mencapai 9 miliar pada 2050, meningkat pesat dari jumlah penduduk yang sudah banyak saat ini (sekitar 7,5 miliar jiwa). Perhatian besar ada pada pemenuhan kebutuhan pokok manusia, yakni pangan, sandang dan papan (Wi-Fi tidak usah dimasukkan di sini ya). Di antara semua aspek tersebut, pangan yang bergizi menjadi masalah yang mengkhawatirkan. Populasi yang membengkak dan tanah yang kian habis untuk pemukiman membuat semakin minimnya lahan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Karena itu, penelitian mengenai pengembangan makanan yang sustainable dan ringkas mulai menjadi penelitian yang menarik.

Protein dari Air dan CO2

Salah satu penelitian yang makin berkembang adalah mengenai produksi pangan bergizi adalah melalui produksi protein dari mikroba. Sebuah penelitian yang dilakukan di VTT Technical Research Centre of Finland memproduksi protein melalui fermentasi dengan memanfaatkan karbon dioksida, air serta arus listrik dan tambahan garam-garam sulfat dan fosfat[1]. Dalam riset tersebut, digunakan reaktor seukuran cangkir kopi. Listrik digunakan untuk mengelektrolisis air menjadi hidrogen dan oksigen. Hidrogen serta karbon dioksida ini dimanfaatkan sebagai sumber energi bagi mikroorganisme untuk tumbuh secara aerobik.

Mikroorganisme yang digunakan merupakan jenis bakteri Knallgas, atau bakteri pengoksidasi hidrogen. Hasilnya? Dalam dua minggu, diperoleh sekitar 1 gram protein. Walau masih minim, namun penelitian ini masih akan terus dikembangkan terutama dari sisi volume kerjanya. Target yang diharapkan nantinya dapat diperoleh protein-protein karungan (seperti beras karungan) hasil fermentasi tersebut.

Konsep Power-to-Protein

Bila penelitian tersebut masih berskala kecil, KWR Watercycle Research Institute bahkan telah mengembangkan reaktor skala pilot untuk produksi protein, juga melalui proses fermentasi. Gerakan yang diusung bertemakan Power-to-Protein, dengan ide utama adalah bagaimana memanfaatkan energi berlebih untuk memproduksi makanan.

Konsep yang diterapkan, seperti dapat dilihat pada Gambar 1, adalah memanfaatkan komponen-komponen tidak terpakai/berlebih dari sistem produksi energi terbarukan. Umpan yang dibutuhkan adalah air, karbon dioksida dan ammonia serta bakteri pengoksidasi hidrogen. Air dielektrolisis untuk menghasilkan oksigen dan hidrogen yang akan dimanfaatkan mikroba sebagai sumber energi. Energi untuk mengelektrolisis diambil dari energi berlebih saat off-peak power.

blank

Gambar 1. Konsep Power-to-Protein [2]

Karbon dioksida serta ammonia merupakan produk samping dari tahapan pengolahan air limbah. Pengolahan air limbah, terutama secara anaerobik, akan menghasilkan biogas, khususnya ammonia (NH4+) yang biasa dimanfaatkan sebagai sumber energi mandiri pengolahan limbah tersebut. Salah satu komponen biogas yang dihasilkan adalah karbon dioksida (CO2), komponen dengan energi rendah yang tidak termanfaatkan. Gas CO2 tersebut di-capture dan diumpankan ke dalam reaktor. Seringkali biogas pengolahan limbah menjadi surplus energi bagi sistem pengolahan tersebut (energi yang dihasilkan lebih banyak dari energi yang digunakan untuk mengolah limbah), sehingga biogas surplus tersebut dapat direformasi dengan kukus untuk menjadi sumber H2 tambahan.

Selanjutnya, lumpur yang terbentuk dari pengolahan limbah tersebut perlu diolah sebelum dibuang ke lingkungan. Hasil dari pengolahan lumpur tersebut akan menghasilkan ammonia yang kemudian diumpankan ke reaktor. Melalui konsep ini, siklus nitrogen diharapkan menjadi semakin efisien serta masalah pangan untuk masa depan dapat menuju titik terangnya.

Penutup

Masalah pangan di masa depan adalah masalah umat manusia secara keseluruhan. Penemuan-penemuan ini diharapkan dapat menjadi jawaban, atau setidaknya pemicu jawaban terkait dengan masalah tersebut. Dengan begini, sang karakter antagonis yang disebutkan di awal tulisan tidak perlu lagi menjentikkan jarinya demi memecahkan masalah sumber daya (dengan menghilangkan separuh populasi dunia). Cukup dengan inovasi-inovasi, manusia juga dapat memecahkan masalah dunia.

Referensi

  1. Tracy Staedter. 2017. Researches Create Protein Powder with Just Microbse, Electricity, CO2 and Water. Diakses dari: https://science.howstuffworks.com/innovation/edible-innovations/protein-powder-made-from-microbes-electricity-co2-water.htm pada 17 Mei 2018.
  2. Oesterholt, F., Matassa, S., Palmen, L., Roest, K., dan Verstraete, W. 2017. Pilot scale production of single cell proteins using the power-to-protein concept. The 2nd International Resource Recovery Conference, New York: United States.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *