Bagi sebagian orang, kopi merupakan salah satu stimulus untuk membangkitkan mood, meningkatkan semangat, dan metabolisme dalam tubuh. Tak hanya itu, kopi juga dipercaya dapat meningkatkan konsentrasi dan motivasi dalam bekerja. Tak heran jika banyak yang kecanduan kopi.

Namun adapula yang lebih menyukai coklat dibanding kopi. Coklat merupakan stimulus pada tubuh yang dapat membangkitkan mood, meningkatkan metabolisme tubuh, dan memperkuat daya pikir otak. Umumnya, setelah mengonsumsi coklat perasaan yang timbulkan adalah senang, relax dan bahagia. Selain itu, coklat tidak menimbulkan sensasi asam di lidah dan tidak menyebabkan asam lambung. Sehingga banyak yang lebih menyukai coklat dibanding kopi.
Nah, senyawa yang menjadi stimulus pada kopi dan coklat berjenis alkaloid. Apa itu alkaloid dan bagaimana proses stimulusnya pada tubuh akan dijelaskan pada ulasan berikut ini!
alkaloid; kafein; teobromin; feniletilamin
Senyawa Alkaloid; Metabolit Sekunder yang bikin Addicted

Metabolit sekunder adalah golongan senyawa yang terkandung dalam tubuh mikroorganisme, flora dan fauna yang terbentuk melalui proses metabolisme sekunder yang disintesis dari banyak senyawa metabolit primer seperti asam amino, asam mevalonat dan senyawa dari jalur shikimat. Senyawa metabolit sekunder paling banyak ditemukan pada tumbuhan terdiri dari alkaloid, flavonoid, steroid, saponin, terpenoid dan tannin. Metabolit sekunder merupakan biomolekul yang memiliki aktivitas biologis yang baik pada tubuh manusia. Sehingga banyak senyawa metabolit sekunder yang digunakan sebagai stimulus dan bahan obat.
Alkaloid adalah sekelompok senyawa kimia yang bersifat basa dan memiliki satu atau lebih atom nitrogen dalam bentuk heterosiklik maupun non siklik, serta ditemukan pada tumbuhan. Alkaloid ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan seperti akar, batang, daun, bunga dan biji. Keberadaan alkaloid dalam tumbuhan sebagai senyawa untuk pertahanan alami dalam melawan hama. Selain itu, juga berperan dalam fungsi ekologis tumbuhan seperti daya tarik bagi serangga untuk terjadi penyerbukan.
Alkaloid memiliki beragam efek biologis dan farmokologis yang signifikan terhadap sistem saraf organisme. Sehingga alkaloid banyak digunakan dalam obat-obatan. Namun, jika dikonsumsi secara berlebih juga memiliki efek racun pada tubuh. Beberapa jenis senyawa alkaloid dapat dikategorikan sebagai zat adiktif, psikotropika dan narkotika. Alkaloid berjenis purin seperti kafein dan teobromin dikategorikan sebagai zat adiktif bukan narkotika dan psikotropika, dengan struktur aromatik nitrogen heterosiklik yang terdiri dari dua cincin yang menyatu (Gambar 2. dan 3.)
Kafein dan Teobromin merupakan Zat Adiktif Bukan Narkotika
Badan Narkotika Nasional (BNN) menjelaskan bahwa zat adiktif pada dasarnya merupakan bahan-bahan aktif yang jika dikonsumsi oleh makhluk hidup akan menyebabkan ketergantungan yang cukup sulit dihentikan. Zat adiktif dibedakan menjadi tiga kelompok utama, yaitu zat adiktif bukan narkotika dan psikotropika, zat adiktif narkotika, dan zat adiktif psikotropika. Sepintas, zat adiktif bukan narkotika dan psikotropika ini tidak berbahaya dan sering dikonsumsi seperti kopi, teh, coklat, dan rokok. Kafein dan teobromin merupakan senyawa alkolid purin yang terdapat pada kopi dan coklat serta bersifat zat adiktif bukan narkotika dan psikotropika. Namun, demikian konsumsinya harus dalam jumlah yang wajar.
Kafein pada Kopi

Kafein adalah alkaloid purin yang paling banyak terdapat pada biji kopi. Selain itu, kafein juga ditemukan pada daun teh. Kafein bekerja sebagai stimulant sistem saraf pusat. Zat tersebut akan diserap ke dalam aliran darah menuju otak. Perlu diketahui kafein memiliki struktur kimia yang mirip dengan adenosin. Adenosin berperan dalam mengatur siklus tidur dan bangun. Di otak, kafein berinteraksi dengan reseptor adenosin sebagai penghambat, sehingga kafein meningkatkan aktivitas sistem saraf pusat. Ini mengarah pada pelepasan neurotransmiter seperti dopamin, norepinefrin, dan glutamat. Dopamin, misalnya, terlibat dalam pengaturan suasana hati, motivasi, dan fungsi kognitif. Norepinefrin meningkatkan kewaspadaan dan energi. Glutamat adalah neurotransmiter yang berperan dalam fungsi kognitif, belajar, dan memori.
Ketika seseorang mengonsumsi kafein secara teratur, tubuh mereka dapat mengembangkan toleransi terhadap kafein. Ini berarti bahwa untuk mendapatkan efek yang sama, mereka mungkin perlu mengonsumsi kafein dalam jumlah yang lebih besar. Ketika seseorang secara tiba-tiba mengurangi atau berhenti mengonsumsi kafein setelah kebiasaan yang berkepanjangan, mereka dapat mengalami gejala penarikan, seperti sakit kepala, kelelahan, kecemasan, dan iritabilitas. Inilah yang sering disebut sebagai kecanduan kafein.
Teobromin dan Feniletilamin pada Coklat

Coklat mengandung senyawa alkaloid teobromin dan feniletilamin. Teobromin adalah alkaloid purin yang juga ditemukan dalam coklat dan memiliki sifat stimulan yang lebih ringan dibandingkan kafein, tetapi masih mempengaruhi sistem saraf pusat. Sedangkan, feniletilamin (PEA) adalah alkaloid monoamina.
PEA bekerja dengan cara meningkatkan pelepasan dan aktivitas neurotransmiter seperti dopamin dan norepinefrin di otak. Dopamin terkait dengan regulasi suasana hati, perasaan kesejahteraan, dan motivasi, sedangkan norepinefrin dapat meningkatkan kewaspadaan dan energi. Teobromin bekerja dengan cara menghambat aktivitas enzim fosfodiesterase, yang bertanggung jawab untuk memecah senyawa siklik adenosin monofosfat (cAMP) dalam sel. Penghambatan pada fosfodiesterase, teobromin meningkatkan kadar cAMP dalam sel, yang pada gilirannya dapat meningkatkan konduksi saraf, memperlebar pembuluh darah, dan mempengaruhi fungsi otot polos. Sehingga, menimbulkan efek relax dan menyenangkan. Efek teobromin terhadap sistem saraf dapat mencakup peningkatan kewaspadaan, perasaan terjaga, dan peningkatan aliran darah ke otak. Meskipun efek stimulannya lebih ringan daripada kafein, beberapa orang mungkin merasa sedikit terjaga setelah mengonsumsi coklat yang mengandung teobromin.
PEA dan teobromin juga merangsang pelepasan serotonin di otak. Serotonin adalah neurotransmiter yang terkait dengan perasaan bahagia, relaksasi, dan kesejahteraan. Meningkatnya kadar serotonin dapat meningkatkan suasana hati dan mengurangi gejala depresi.
Kopi dan Coklat boleh dikonsumsi, namun dalam batas wajar
Kopi dan coklat, keduanya merupakan zat adiktif yang bersifat sebagai stimulus pada sistem saraf manusia. Efeknya membangkitkan semangat dan mood. Ada baiknya untuk dikonsumsi dalam batas wajar. Mengonsumsi kopi terlalu banyak juga tidak baik bagi kesehatan jantung. Hal tersebut dapat diatasi dengan mengurangi konsumsi kopi maupun mengganti sumber kafeinnya seperti teh. Begitupula dengan konsumsi coklat. Banyak produk tinggi gula saat ini memiliki cita rasa coklat. Sebaiknya kita juga mengurangi konsumsi gula pada produk coklat tersebut. Tujuannya untuk menjaga kadar gula dalam darah. Terlalu banyak gula dalam darah dapat menyebabkan diabetes.
Referensi
- A. Nehlig, J. L. Daval, and G. Debry, “Caffeine and the central nervous system: mechanisms of action.,” Brain Res. Rev., vol. 17, no. 2, pp. 139–170, 1992.
- A. Scholey and L. Owen, “Effects of chocolate on cognitive function and mood: A systematic review,” Nutr. Rev., vol. 71, no. 10, pp. 665–681, 2013.
- CNN Indonesia, “9 Manfaat Cokelat untuk Kesehatan, Bikin Sehat dan Bahagia,” CNN Indonesia, 2023. [Online]. Available: https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20230707104131-262-970582/9-manfaat-cokelat-untuk-kesehatan-bikin-sehat-dan-bahagia. [Accessed: 10-Jul-2023].
- D. R. M. Novia, “Apa Penyebab Kopi Bikin Kecanduan?,” okezone, 2022. [Online]. Available: https://lifestyle.okezone.com/read/2023/05/20/298/2817013/apa-penyebab-kopi-bikin-kecanduan. [Accessed: 10-Jul-2023].
- Humas BNNK Kuningan, “Rokok, Kopi dan Alkohol Termasuk Narkoba? Yuk Cari Tahu!,” kuningankab.bnn.go.id, 2022. [Online]. Available: https://kuningankab.bnn.go.id/rokok-kopi-alkohol-termasuk-narkoba-yuk-cari-tahu/. [Accessed: 10-Jul-2023].
- T. S. Julianto, Fitokimia Tinjauan Metabolit Sekunder dan Skrining fitokimia, vol. 53, no. 9. Yogya: Universitas Islam Indonesia, 2019.