Halo semua, semoga diberikan kesehatan selalu, aamiin. Para astronom baru-baru ini menemukan struktur kosmik yang begitu besar hingga memaksa kita mempertanyakan kembali pemahaman tentang alam semesta. Tembok Besar Hercules-Corona Borealis, demikian struktur ini dinamai, membentang sejauh sepuluh miliar tahun cahaya – ukuran yang hampir tak terbayangkan, setara dengan sekitar 70 kali diameter galaksi Bima Sakti. Penemuan ini tidak hanya memecahkan rekor sebagai struktur terbesar yang diketahui, tetapi juga menantang prinsip dasar kosmologi modern.
Struktur raksasa ini pertama kali teridentifikasi melalui analisis terhadap ledakan sinar gamma (GRB) yang berfungsi sebagai penanda posisi galaksi-galaksi jauh. Dengan memetakan 542 peristiwa GRB, para ilmuwan menemukan konsentrasi yang tidak biasa di wilayah antara rasi Hercules dan Corona Borealis. Yang mengejutkan, pengukuran terbaru menunjukkan struktur ini mungkin lebih dekat ke Bumi daripada perkiraan sebelumnya, sekitar 8-10 miliar tahun cahaya.
Penemuan ini dipublikasikan dalam jurnal Monthly Notices of the Royal Astronomical Society dan langsung memicu perdebatan sengit di kalangan kosmolog. “Kami menemukan sesuatu yang seharusnya tidak ada menurut model standar kami,” ungkap Dr. Jon Hakkila, astrofisikawan yang terlibat dalam penelitian. Struktur ini begitu besar sehingga menempati sekitar 10% dari alam semesta yang teramati, sebuah skala yang sulit dijelaskan dengan teori kosmologi saat ini.
Anatomi Struktur Raksasa
Tembok Besar Hercules-Corona Borealis diklasifikasikan sebagai supergugus galaksi – kumpulan dari miliaran galaksi yang terikat oleh gravitasi dalam skala yang belum pernah terlihat sebelumnya. Struktur ini bukanlah dinding padat, melainkan jaringan filamen galaksi yang membentuk semacam “tulang kosmis” dengan kepadatan materi yang lebih tinggi dibanding wilayah sekitarnya.
Yang membuat struktur ini unik adalah organisasinya yang menyerupai jaringan saraf raksasa, dengan simpul-simpul padat di tempat gugusan galaksi saling berpotongan. Para peneliti memperkirakan massa total struktur ini mencapai 10^18 massa matahari – angka yang begitu besar hingga sulit dipahami. Untuk memvisualisasikannya, bayangkan semua bintang di Bima Sakti dikalikan dengan seratus miliar, lalu dikalikan lagi dengan seribu.
Analisis lebih lanjut mengungkapkan bahwa struktur ini tidak statis. Galaksi-galaksi di dalamnya bergerak dengan kecepatan hingga ribuan kilometer per detik, menciptakan aliran kosmik yang kompleks. “Ini seperti melihat sungai terbesar di alam semesta, tapi alih-alih air, yang mengalir adalah galaksi-galaksi,” jelas Dr. Istvan Horvath, salah satu peneliti utama dalam proyek ini.
Metode Deteksi yang Inovatif
Tidak seperti struktur kosmik besar lainnya yang ditemukan melalui survei galaksi konvensional, Tembok Besar Hercules-Corona Borealis terungkap melalui teknik yang sama sekali berbeda – pelacakan ledakan sinar gamma (GRB). GRB adalah fenomena paling energetik di alam semesta, terjadi ketika bintang masif meledak atau bintang neutron bertabrakan, memancarkan energi dalam sekejap yang setara dengan apa yang dihasilkan Matahari dalam sepuluh miliar tahun.
Para astronom menggunakan GRB sebagai “lampu suar kosmik” karena dua alasan utama: pertama, mereka dapat terlihat dari jarak yang sangat jauh; kedua, mereka cenderung muncul di daerah dengan kepadatan galaksi tinggi. Dengan memetakan posisi 283 GRB di wilayah tertentu, tim peneliti menemukan pola pengelompokan yang tidak acak, mengindikasikan keberadaan struktur masif di baliknya.
Namun metode ini tidak tanpa tantangan. Akurasi posisi GRB seringkali terbatas, dan pergeseran merah (redshift) yang digunakan untuk mengukur jarak bisa memiliki kesalahan signifikan. “Ini seperti mencoba memetakan sebuah kota hanya dengan melihat lampu-lampu yang sesekali menyala di jendela gedung,” analogi Dr. Lajos Balazs, anggota tim peneliti. Meski demikian, konsistensi pola yang ditemukan memberikan keyakinan bahwa struktur ini benar-benar ada.
Baca juga: Jejak Luar Angkasa di Rambut: Debu Kosmik Mungkin Lebih Dekat dari yang Kita Kira
Tantangan bagi Prinsip Kosmologi
Penemuan Tembok Besar Hercules-Corona Borealis menimbulkan pertanyaan serius tentang Prinsip Kosmologi – asumsi dasar bahwa alam semesta homogen dan isotropik dalam skala besar. Menurut prinsip ini, pada skala di atas sekitar 1,2 miliar tahun cahaya, materi seharusnya terdistribusi secara merata. Namun struktur baru ini berukuran hampir sepuluh kali batas tersebut.
Beberapa teori alternatif mulai bermunculan untuk menjelaskan anomali ini. Salah satunya mengusulkan adanya fluktuasi kuantum ekstrem di alam semesta awal yang meninggalkan jejak dalam distribusi materi. Teori lain menyebutkan pengaruh energi gelap atau bahkan fisika eksotis yang belum kita pahami. “Ini mungkin petunjuk bahwa ada sesuatu yang fundamental yang hilang dari model standar kita,” ujar Prof. Subir Sarkar dari Universitas Oxford.
Yang lebih membingungkan lagi, struktur ini tidak sendirian. Beberapa struktur raksasa lain seperti Busur Quasar Raksasa dan Grup Quasar Besar yang Sangat Besar juga telah ditemukan sebelumnya, meski tidak sebesar Tembok Besar Hercules-Corona Borealis. Kumpulan penemuan ini menunjukkan bahwa mungkin ada “arsitektur kosmik” dalam skala yang belum pernah kita bayangkan sebelumnya.
Perbandingan dengan Struktur Raksasa Lainnya
Untuk memahami betapa besarnya Tembok Besar Hercules-Corona Borealis, mari bandingkan dengan struktur kosmik besar lainnya yang pernah ditemukan. Tembok Besar Sloan, yang ditemukan tahun 2003 dan sempat memegang rekor sebagai struktur terbesar, “hanya” membentang 1,4 miliar tahun cahaya – sekitar sepertujuh ukuran tembok baru ini.
Struktur lain yang mencolok adalah Grup Quasar Besar yang Sangat Besar (Huge-LQG), kumpulan dari 73 quasar yang membentang 4 miliar tahun cahaya. Meski mengesankan, Huge-LQG masih kalah besar dibanding tembok baru ini. Bahkan jika kita gabungkan semua struktur besar yang diketahui sebelumnya, Tembok Besar Hercules-Corona Borealis tetap menjadi yang terbesar dengan margin yang signifikan.
Yang menarik adalah distribusi struktur-struktur ini. Mereka tidak tersebar acak, melainkan tampaknya mengikuti pola tertentu dalam jaringan kosmik. Beberapa peneliti berspekulasi bahwa mungkin ada struktur yang bahkan lebih besar yang menghubungkan tembok-tembok kosmik ini, membentuk semacam “superstruktur” dalam skala yang benar-benar luar biasa. “Kita mungkin sedang melihat puncak gunung es dari hierarki struktur kosmik,” kata Dr. Jennifer Gupta, kosmolog dari Universitas Portsmouth.

Kontroversi dan Skeptisisme
Tidak semua astronom yakin dengan interpretasi temuan Tembok Besar Hercules-Corona Borealis. Beberapa ahli, seperti Dr. Margaret Geller dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics, berpendapat bahwa metode pelacakan GRB (Gamma-Ray Bursts) yang digunakan memiliki keterbatasan signifikan. GRB adalah penanda yang buruk untuk kepadatan galaksi karena mereka tidak hanya bergantung pada jumlah galaksi, tetapi juga pada kondisi pembentukan bintang dan metalisitas. Kritik utama adalah bahwa GRB cenderung lebih sering terjadi di galaksi kerdil dengan pembentukan bintang aktif, yang mungkin tidak mewakili distribusi galaksi secara keseluruhan.
Masalah lain yang sering dikemukakan adalah bias pengamatan dalam data GRB. Seperti diungkapkan oleh tim dari Max Planck Institute for Astrophysics, teleskop pemantau GRB seperti Swift dan Fermi memiliki pola pengamatan yang tidak merata – wilayah langit tertentu mendapat lebih banyak perhatian karena pertimbangan operasional. Selain itu, ketidakpastian dalam pengukuran redshift GRB bisa mencapai ±0.2, yang berarti galaksi-galaksi yang tampak berkelompok sebenarnya mungkin terpisah ratusan juta tahun cahaya.
Meskipun kontroversi ini, tim penemu yang dipimpin oleh Dr. Istvan Horvath tetap teguh pada kesimpulan mereka. Dengan menggunakan simulasi komputer canggih, mereka menunjukkan bahwa probabilitas pengelompokan GRB sebanyak ini terjadi secara acak adalah kurang dari 0.01%. Solusi akhir untuk perdebatan ini mungkin datang dari misi SVOM (Space Variable Objects Monitor) yang akan diluncurkan tahun 2026, yang dirancang khusus untuk memetakan GRB dengan presisi tinggi.
Implikasi untuk Kosmologi dan Fisika Fundamental
Untuk menyelesaikan kontroversi ini, komunitas astronomi internasional sedang mempersiapkan beberapa proyek observasi besar-besaran. Euclid Space Telescope milik ESA yang baru diluncurkan akan memetakan distribusi galaksi dalam wilayah Hercules-Corona Borealis dengan presisi belum pernah dicapai sebelumnya. Survei ini akan melengkapi data GRB dengan katalog galaksi lengkap, memberikan gambaran tiga dimensi yang definitif.
Di tanah, Vera C. Rubin Observatory di Chile yang akan mulai beroperasi tahun 2025 akan melakukan Legacy Survey of Space and Time (LSST), memindai seluruh langit selatan setiap beberapa malam. Observatorium ini khususnya sensitif terhadap galaksi redup yang mungkin terlewat dalam survei sebelumnya, memberikan sampel yang lebih representatif.
Yang paling ambisius adalah proyek Square Kilometer Array (SKA) yang dijadwalkan mulai beroperasi penuh tahun 2030. Dengan sensitivitas radio yang belum pernah ada, SKA akan mampu mendeteksi gas netral dalam galaksi-galaksi sangat jauh, bahkan yang tidak terlihat oleh teleskop optik. Ini seperti memiliki MRI untuk alam semesta yang bisa melihat struktur tulang kosmik yang selama ini tersembunyi. Hasil dari semua proyek ini diharapkan dapat memberikan jawaban definitif dalam dekade ini, baik yang akan mengkonfirmasi atau menyangkal keberadaan struktur terbesar di alam semesta ini.
Masa Depan Penelitian Struktur Kosmik
Era baru dalam studi struktur berskala besar akan segera dimulai dengan beroperasinya observatorium generasi berikutnya. Vera C. Rubin Observatory, yang dijadwalkan mulai survei langit penuh pada tahun 2025, akan memetakan miliaran galaksi dengan presisi belum pernah terjadi sebelumnya. Teleskop ruang angkasa Euclid milik ESA akan mempelajari distribusi materi gelap dalam skala kosmik.
Instrumen-instrumen ini akan memungkinkan astronom untuk memverifikasi keberadaan Tembok Besar Hercules-Corona Borealis dengan metode independen, serta mencari struktur serupa di bagian lain alam semesta. “Kami baru saja mulai menggaruk permukaan dari apa yang mungkin ada di luar sana,” kata Dr. Michelle Collins dari Universitas Surrey.
Yang lebih ambisius lagi, proyek Square Kilometer Array (SKA) yang akan beroperasi pada akhir dekade ini akan memetakan alam semesta dalam gelombang radio dengan resolusi yang belum pernah ada. Dengan sensitivitasnya, SKA mungkin bisa mendeteksi struktur yang bahkan lebih besar lagi, atau mengungkap hubungan antara tembok-tembok kosmik yang ada.
Filsafat dan Signifikansi Budaya
Penemuan struktur sebesar Tembok Besar Hercules-Corona Borealis tidak hanya penting secara ilmiah, tetapi juga memiliki resonansi filosofis yang dalam. Ini mengingatkan kita akan posisi manusia yang kecil dalam kosmos yang luas – sebuah realisasi yang sekaligus merendahkan hati dan menginspirasi.
Dalam konteks budaya, struktur ini telah memicu imajinasi publik. Beberapa melihatnya sebagai “Tembok Cina kosmik”, sementara yang lain menghubungkannya dengan mitos penciptaan kuno tentang struktur raksasa di alam semesta. Nama Hercules-Corona Borealis sendiri dipilih karena lokasinya di antara rasi bintang yang dalam mitologi Yunani mewakili pahlawan dan mahkota utara.
Bagi komunitas astronomi, ini adalah pengingat bahwa alam semesta masih penuh kejutan. “Setiap kali kita berpikir telah memahami skala kosmos, alam semesta menunjukkan bahwa kita belum tahu apa-apa,” renung Dr. Hakkila. Dalam artian tertentu, temuan ini adalah undangan untuk terus menjelajah, bertanya, dan mengagumi misteri kosmos.

Penutup
Penemuan Tembok Besar Hercules-Corona Borealis menandai babak baru dalam eksplorasi kosmik kita. Struktur yang menakjubkan ini tidak hanya memecahkan rekor sebagai objek terbesar yang diketahui di alam semesta, tetapi juga menantang dasar-dasar pemahaman kita tentang bagaimana materi terorganisir dalam skala kosmik.
Sebenarnya sih masih banyak pertanyaan yang belum terjawab yaitu: Bagaimana tepatnya struktur ini terbentuk? Apa implikasinya bagi nasib akhir alam semesta? Dan yang paling mendasar – apakah ini struktur terbesar yang ada, atau hanya yang terbesar yang sejauh ini berhasil kita deteksi? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini mungkin akan mengubah kosmologi secara fundamental.
Satu hal yang pasti yaitu alam semesta terus menunjukkan kepada kita bahwa ia lebih aneh, lebih besar, dan lebih misterius daripada yang bisa kita bayangkan. Tembok Besar Hercules-Corona Borealis mungkin hanyalah salah satu dari banyak keajaiban kosmik yang masih menunggu untuk ditemukan.Mungkin segitu saja yang dapat kami sampaikan. Mohon maaf apabila ada kesalahan kata dan penulisan. Sekian dan terima kasih.
Sumber:
- https://www.kompas.com/sains/read/2025/05/08/180328123/dinding-raksasa-di-alam-semesta-misteri-yang-masih-belum-terpecahkan Terakhir akses: 16 Mei 2025.
- https://www.liputan6.com/global/read/6017903/ilmuwan-temukan-tembok-kosmik-raksasa-di-luar-angkasa?page=2 Terakhir akses: 16 Mei 2025.
- https://www.earth.com/news/largest-structure-in-universe-great-wall-hercules-corona-borealis-bigger-than-imagined/ Terakhir akses: 16 Mei 2025.

