Tahukah Kamu? Pada Virgin Coconut Oil (VCO) Terdapat Bakteri

Pernahkah kalian mendengar VCO (Virgin Coconut Oil)? Mungkin sebagian dari kalian pernah mendengarnya atau bahkan pernah menggunakannya, karena VCO dikenal […]

VCO terdapat BAL

Pernahkah kalian mendengar VCO (Virgin Coconut Oil)? Mungkin sebagian dari kalian pernah mendengarnya atau bahkan pernah menggunakannya, karena VCO dikenal dengan manfaatnya yang banyak bagi kesehatan. Berbagai manfaat VCO yang telah diketahui, ada satu fakta menarik yang menyebabkan nutrisi dari VCO meningkat. Untuk mengetahui fakta tersebut maka terlebih dahulu membaca penjelasan di bawah ini.  

Proses Pembentukan VCO dari Santan

Bentuk VCO yang terdispersi dalam air sebelum proses fermentasi oleh Bakteri asama Laktat
Gambar 1. Emulsi minyak dalam air; warna kuning = minyak; warna merah = protein (emulsifier); warna biru = air; warna putih susu = santan

Sebagian besar masyarakat memproduksi VCO dengan memeras parutan daging buah kelapa yang telah di parut dan dicampur air untuk mendapatkan santan. Santan tersebut kemudian diolah menjadi VCO, karena memiliki kandungan minyak yang banyak dibandingkan dengan nutrisi lainnya seperti protein dan karbohidrat.

Kandungan minyak pada santan kelapa tersebar di dalam air dalam bentuk globula (bulatan) kecil yang diselubungi oleh protein serta tidak dapat dilihat secara langsung oleh mata (Gambar 1). Hal inilah yang menyebabkan santan  kelapa juga dikenal sebagai salah satu contoh emulsi minyak dalam air. Emulsi adalah campuran dari dua zat tertentu yang biasanya tidak saling berbaur/bergabung seperti minyak dan air. Untuk mempersatukan dua zat tersebut (misalnya minyak dan air) maka diperlukan emulsifier. Emulsifier merupakan suatu senyawa yang berfungsi untuk membantu dua zat tersebut (misalnya minyak dan air) untuk bergabung/berbaur.

Emulsifier protein yang didegradasi oleh Bakteri Asam Laktat selama fermentasi akan membentuk 3 fase (minyak atau VCO, air, blondo)
Gambar 2. Degradasi emulsifier membentuk
tiga fase yang terpisah

Santan kelapa memiliki senyawa emulsifier yaitu protein globulin dan albumin [1]. Adanya emulsifier protein menyebabkan air dan minyak pada santan dapat bergabung dan tidak terpisah (Gambar 1). Emulsifier protein pada santan berkerja dengan berinteraksi dan menyelimuti globula minyak sehingga tidak terjadi pemisahan fase seperti pada gambar 2 [2]. Oleh karena itu untuk mendapatkan VCO maka emulsifier protein pada santan harus dirusak atau didegradasi dengan metode tertentu seperti sentrifugasi [3], pengadukan [4], penggaraman [5], pancingan (penambahan minyak VCO) [6,7], pemanasan [8], pendinginan [4], pengasaman [8,9], fermentasi mikroba [8-11] dan pengenziman [7,9,12].

Produksi VCO dengan Metode Fermentasi

Metode fermentasi untuk memproduksi VCO dilakukan dengan memanfaatkan bakteri atau jamur tertentu yang berperan dalam mendegradasi emulsifier protein pada santan. Bakteri Asam Laktat (BAL) adalah salah satu kelompok bakteri yang dapat mendegradasi emulsifier protein melalui proses fermentasi. Fermentasi merupakan suatu proses metabolisme sel bakteri untuk menghasilkan energi. Energi tersebut kemudian digunakan oleh bakteri untuk pertumbuhannya.

Jumlah Bakteri Asam Laktat pada VCO, blondo dan air setelah proses fermentasi
Gambar 3. Jumlah BAL dari hasil fermentasi santan
(Sumber; Sarkono dan Julisaniah, 2010)

Selain menghasilkan energi, fermentasi santan oleh BAL juga menghasilkan protein protease ekstraseluler dan asam laktat [2,13]. Produksi protein protease ekstraseluler menyebabkan struktur protein emulsifier yang menyelubungi minyak terdegradasi [13]. Sehingga minyak akan keluar dan mengumpul menjadi satu (Gambar 2) [8,13]. Adapun asam laktat yang juga dihasilkan oleh BAL menyebabkan pH santan menurun sehingga terbentuk kondisi isoelektronik [2,8]. Terbentuknya kondisi tersebut menyebabkan degradasi protein emulsifier pada santan sehingga minyak dapat keluar dan mengumpul menjadi satu (Gambar 2) [2].

Hasil akhir dari proses fermentasi santan kelapa menggunakan BAL membentuk 3 lapisan yaitu minyak, blondo (emulsifier) dan air (Gambar 2) [8]. Pada ketiga lapisan tersebut terdapat BAL [14]. Sarkono dan Julisaniah (2010), melaporkan hasil penelitiannya bahwa jumlah BAL tertinggi terdapat pada lapisan blondo yaitu sebesar 2,95 x 10¹³ sel/ ml, diikuti lapisan air sebesar 8,05 x 10¹² sel/ ml dan pada lapisan minyak sebesar 3,99 x 10¹² sel/ ml (Gambar 3). Hal tersebut menunjukan bahwa keberadaan BAL setelah proses fermentasi selesai membuktikan bahwa dalam lapisan minyak juga terdapat nutrisi yang mendukung pertumbuhan BAL 14].

BAL si Bakteri “baik

Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan kelompok bakteri “baik” atau bakteri non patogen yang memiliki bentuk kokus (bulat) atau basil (batang) (Gambar 4). BAL banyak digunakan dalam industri pangan salah satunya sebagai starter untuk berbagai jenis fermentasi daging, susu, sayuran dan rerotian. Hal tersebut menyebabkan BAL banyak ditemukan di dalam produk-produk pangan seperti Lactobacillus casei yang terdapat pada yakult [10], Streptococcus thermophilus pada yogurt [15], Pediococcus pentosaceus pada kimchi [16] dan Enterococcus faecium pada sosis [17].

BAL memiliki kemampuan dalam mendegradasi karbohidrat melalui proses fermentasi. Asam laktat menjadi salah satu senyawa utama dari hasil fermentasi yang jumlahnya banyak [17]. Selain asam laktat, hasil fermentasi BAL juga berupa beberapa senyawa  aktif diantaranya etanol, bakteriosin, riboflavin dan hidroperoksida [17]. Senyawa tersebut memiliki sifat antibakteri sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri “jahat” atau patogen, salah satu contohnya senyawa bakteriosin dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen Staphylococcus aureus dan A. hydrophila [17,18]. Adanya senyawa-senyawa tersebut, menyebabkan BAL banyak digunakan dalam kehidupan baik di bidang kesehatan maupun di bidang pangan.

VCO-BAL sebagai Sumber Probiotik?

VCO-BAL memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, hal tersebut dapat dilihat pada komponen asam organik dan aromatiknya [10,19]. Santos dkk. (2011), mengatakan bahwa VCO hasil fermentasi memiliki komponen asam organik dan aromatik seperti asam asetat, asam laktat, heksanal, dan nonanal yang lebih tinggi dibandingkan dengan VCO hasil sentrifugasi/pengadukan. Kandungan asam organik seperti asetat dan laktat mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti Salmonella sp. [20]. Adapun kandungan aromatik seperti nonanal memiliki sifat antibakteri dan antijamur [21]. Hal serupa juga dikatakan oleh Rahmadi dkk. (2013), bahwa VCO yang di produksi melalui fermentasi BAL memiliki  aktivitas antibakteri karena kandungan asam lemak rantai sedang (asam laurat dan miristat), komponen antioksidan, komponen asam organik dan aromatik, serta bakteriosin hidrofobik. BAL yang dapat tumbuh di dalam VCO serta memiliki sifat antibakteri dan antijamur, menunjukan bahwa VCO-BAL memiliki potensi untuk dijadikan probiotik [10].

Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang jika dikonsumsi dalam jumlah tertentu akan memberikan manfaat kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Selain itu, keseimbangan ekosistem mikrobiota usus dan  penigkatan kualitas kesehatan tubuh dapat diperoleh melalui konsumsi probiotik. Manfaat probiotik bagi kesehatan  dan pengobatan penyakit pada manusia, antara lain: mencegah dan mengobati infeksi diare,  meningkatkan dan menstimulasi kekebalan tubuh, mencegah inflamasi dan infeksi pada usus, mencegah alergi, serta  mencegah kanker kolon [22].

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat ditemukan fakta menarik dari VCO yaitu minyak kelapa murni atau VCO yang di produksi melalui fermentasi BAL berpotensi untuk dijadikan probiotik karena adanya bakteri “baik” yang disebut Bakteri Asam Laktat (BAL).

DAFTAR PUSTAKA
  • 1. Onsaard E., Vitayanont M., Srigam S., McClements J.S. 2005. Properties and Stability of Oil in The Water Emulsions Stabilized by Coconut Skim Milk Protein. J. Agr. Food Chem.
  • 2. Raghavendra S.N. dan Ragravareo K.S.M. 2010. Effect of Different Treatments for The Destabilization of Coconut Milk Emulsion. J. Food Eng.
  • 3. Anwar C., dan Salima R. 2016. Perubahan Rendemen dan Mutu Virgin Coconut Oil (VCO) pada Berbagai Kecepatan Putar dan Lama Waktu Sentrifugasi. Jurnal Teknotan 10 (2).
  • 4. Handayani S., dan Pemurnian E. 2016. Virgin Coconut Oil Menggunakan Zeolit 3A Sebagai Bahan Baku Obat Kulit. Jurnal Bahan Alam Terbarukan 5 (2); 61-67.
  • 5. Aziz T., Olga Y., Sari A.P. Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) dengan Metode Penggaraman. Jurnal Teknik Kimia 2 (23).
  • 6. Nevin K.G., dan Rajamohan T. 2004. Beneficial Effects of Virgin Coconut Oil on Lipid Parameters and In Vitro LDL Oxidation. Clinical Biochemistry. 37 (9); 830-835.
  • 7. Rindawati, Perasulmi, Kurniawan E.W. 2020. Studi Perbandingan Pembuatan VCO (Virgin Coconut Oil) Sistem Enzimatis dan Pancingan Terhadap Karakteristik Minyak Kelapa Murni yang Dihasilkan. Indonesia Journa of Laboratory. 2 (2); 25-32.
  • 8. Latipah N., dan Syarifuddin. 2019. Keterampilan Mahasiswa dalam Membuat Produk Olahan Berbahan Dasar Buah Kelapa. IJIS Education. 1 (2); 115-124.
  • 9. Arsana M.E., Mulawarman A.A.N.B., Temaja I W., Sukadana I.B.P. 2017. Analisis Experimental Mesin Produksi VCO dengan Pemanfaatan Sistem Refrigerasi untuk Meningkatkan Kapasitas Produksi Industri VCO Rumah Tangga. Jurnal Matrix. 7 (3).
  • 10. Rahmadi A., Abdiah I., Sukarno M.D., Ningsih T.P. 2013. Karakteristik Fisikokimia dan Antibakteri Virgin Coconut Oil Hasil Fermentasi Bakteri Asam Laktat. J. Teknol. dan Industri Pangan. 24 (2).
  • 11. Khotimah H., Baniyah L., Hanafi I., Wardani P.W.A., Sari S.M.M., Jannah S.N. 2018. Pemanfaatan Bakteri Asam Laktat yang di Isolasi dari Saluran Pencernaan Ayam Lokal Untuk Pembuatan VCO Secara Fermentasi. Bioma. 20 (1); 35-39.
  • 12. Perdani C.G., Pulungan M.H. Karimah S. 2019. Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) Kajian Suhu Inkubasi  dan Konsentrasi Enzim Papain Kasar. Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri. 8 (3): 238-246.
  • 13. Jirapeangtong K., S. Siriwatanayothin dan N. Chiewchan.  2008.  Effects of Coconut Sugar and Stabilizing Agents on Stability and Apparent Viscosity Of High-Fat Coconut Milk. Food Hydrocolloids.
  • 14. Sarkono dan Julisaniah N.I. 2010. Uji Keberadaan dan Viabilitas Sel Lactobacillus bulgaricus pada  Pembuatan VCO  Fermentasi yang Berfungsi Probiotik. J. Pijar MIPA. 5 (1); 16-19.
  • 15. Wroblewska B., A. Kaliszewska, P. Kołakowski, K. Pawlikowska,  A. Troszynska. 2011. Impact of Transglutaminase Reaction on The Immune-Reactive and Sensory Quality of Yoghurt Starter. World Journal Microbiology Biotechnology.
  • 16. Hwang H., dan Lee J.H. 2018. Characterization of Arginine Catabolism by Lactic Acid Bacteria Isolated from Kimchi. Molecules. 23 (11).
  • 17. Henning C, Vijayakumar P, Adhikari R, Jagannathan B, Gautam D, Muriana P. 2015. Isolation and Taxonomic Identity of Bacteriocin-Producing Lactic Acid Bacteria from Retail Foods and Animal Sources. Microorganisms. 3 (1): 80-93.
  • 18. Sulistiani. 2017. Senyawa Antibakteri yang Diproduksi oleh Lactobacillus plantarum dan Aplikasinya untuk Pengawetan Bahan Ikan. J. Bio. Indonesia. 13 (2).
  • 19. Santos J.E.R., Villarino B.J., Zosa A.R., Dayrit F.M. 2011. Analysis of Volatile Organic Compounds in Virgin Coconut Oil And Their Sensory Attributes. Philippine J. Sci. 140: 161-171.
  • 20. Carpenter C.E., Smith J.V., Broadbent J.R. 2011. Efficacy of Washing Meat Surfaces With 2% Levulinic, Acetic, or Lactic Acid for Pathogen Decontamination and Residual Growth Inhibition. Meat Science 88: 256-260.
  • 21. Kubo I, Fujita K.I., Kubo A., Nihei K.I., Ogura T. 2004. Antibacterial Activity of Coriander Volatile Compounds Against Salmonella choleraesuis. J. Agric. Food Chem. 52: 3329-3332.
  • 22. Ginting A.A., Pato U., Johan V.S. 2017. Mutu Sensori Susu Fermentasi Probiotik Selama Proses Fermentasi Menggunakan Lactobacillus casei Subsp. casei R-68. JOM Faperta. 4 (1): 1-8.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *