Oleh: David Mafazi
Zaman disaat teman-teman menginjak bangku SD, apakah ada sosok guru yang sangat berkesan? Membekas di hati teman-teman sekalian karena suatu filosofinya? Atau guru yang selalu membuat mengantuk? Waktu saya SMA saya memiliki guru yang sangat membosankan bila sedang menerangkan pelajaran. Guru tersebut mengajar mata pelajaran Sejarah. Setiap pelajaran sejarah saya pasti akan tertidur di lantai paling belakang. Sekuat apapun saya berusaha mendengarkan beliau, saya merasa sedang di dongengkan fairy tales, guru saya ini memang sangat berbakat menidurkan anak-anaknya sekaligus anak didiknya.
Seperti yang kita ketahui sebuah pelatihan sebenarnya sama seperti pengajaran konvensial, bedanya pelatihan menggunakan cutting edge technology untuk membuat peserta pelatihan paham dengan materi yang sedang di promosikan. Sebuah materi pelajaran yang bagus, belum tentu disampaikan dengan baik. Artinya mendesain dan mengembangkan materi pelatihan (baca: pelajaran) membutuhkan kompetensi tertentu serta menyampaikan materi pelatihan membutuhkan kompetensi tertentu. Dalam pembahasan kali ini kita akan membahas kompetensi dalam menyampaikan materi pelatihan.
Trainer merupakan individu yang menyampaikan materi pelatihan. Menurut kamus Cambridge (2008) trainer adalah seorang yang mengajarkan keterampilan kepada manusia untuk persiapan pekerjaan, kegiatan atau olahraga. Sedangkan kamus bahasa Indonesia (2008) menambahkan latihan, dan bimbingan. Trainer sendiri dibagi menjadi 2, yaitu trainer internal dan trainer eksternal. Setiap trainer memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri-sendiri. Kelebihan trainer internal adalah (1) paham kondisi internal, (2) mengenal individu dalam training, (3) sudah terseleksi. Sedangkan kekurangan trainer internal adalah (1) tidak profesional dalam mengajar, (2) membosankan, (3) tidak dapat menjadi role model (Martin, 2016). Selain itu, Kuswandi dan Mafazi (2018) menambahkan bahwa trainer internal memiliki kelebihan memahami kondisi internal perusahaan, politik, rahasia perusahaan, value, dan misi perusahaan. Kelemahan trainer internal adalah bila awalnya mereka tidak belajar secara khusus untuk mengajar. Misalnya awalnya adalah profesional engineer dengan outstanding performance lalu diangkat menjadi trainer. Individu ini memiliki ilmu tentang engineering, namun belum tentu memiliki kemampuan mengajar. Itulah mengapa di UNNES, tempat universitas saya menempuh pendidikan S1 membedakan pendidikan matematika dan ilmu matematika.
Kemampuan seorang trainer akan diakui bila yang bersangkutan dapat mengubah trainee (sebutan bagi individu yang diajar oleh trainer). Sehingga seorang trainer memiliki semboyan “speak to change”! saking kuatnya semboyan ini sampai dijadikan judul buku oleh Jamil Azzaini. Peran utama seorang trainer adalah promote behavior change. Ini berarti trainer berupaya untuk memberitahukan, menawarkan atau mempengaruhi trainee untuk mengubah perilakunya menjadi lebih produktif dan efisien. Peran kedua seorang trainer adalah create safe learning environtment. Arti aman disini bukan hanya aman secara fisik, anti huru-hara, gempa bumi, gunung meletus, namun juga artian mental. Trainer harus bisa memberikan garansi bahwa di dalam pelatihan tidak akan terjadi bullying dan kritik.
LSM Plan Internasional dan Internasional Center for Research on women (2014) menunjukkan fenomena gunung es dari bullying. Pada awal 2015, Plan international dan ICRW merilis data bahwa 84% anak Indonesia mengalami kekerasan di sekolah. Angka tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan tren di kawasan asia tenggara sebesar 70%. Ini membuktikan bahwa bullying di Indonesia masih cukup tinggi. Tujuan dari peran kedua adalah untuk menjaga emosi trainee tetap positif, sesuai dengan pernyataan Meiner (dalam Khodijah, 2009) emosi berpengaruh besar pada kualitas dan kuantitas belajar.
Peran ketiga seorang trainer adalah responds learning needs. Tujuan utama training adalah untuk menutup jurang pemisah antara kompetensi yang diharapkan dengan kompetensi realita. Artinya fokus training memang harus berfokus pada trainee. Ketiga peran diatas akan mudah dicapai bila trainer menguasai kompetensi men-deliver materi pelatihan. Terdapat banyak pendapat mengenai kompetensi trainer, seperti Canadian society for training and development (2010), the north american resource center for child welfare (2009), health education england (2016), talent solution NC state university (2016) dan perpustakaan Edge (2015). Namun dalam artikel kali ini saya akan menggunakan standar kompetensi dari BNSP.
Kompetensi trainer ada 3, yaitu (1) menjalin hubungan kerja yang baik pada situasi pembelajaran, (2) menerapkan bimbingan yang tepat dalam situasi pembelajaran, (3) memonitor proses pembelajaran dalam situasi pembelajaran. Ketiga elemen ini akan denganmudah Anda pelajari bila Anda memahami flow delivery training dibawah ini:
- Impresi
Berapa kali Anda menonton film Hollywood saat pembukaan yang terjadi adalah karakter utama sedang kejar-kejaran dengan musuhnya? Atau malah sedang bersantai dipantai beserta segala keindahannya? Hal ini dilakukan untuk memikat penonton untuk terus menonton film tersebut. Bahkan ada yang bilang kalau 7 menit pertama adalah waktu kritis untuk membangun kesan.
- Peraturan
Masih ingat 3 peran utama trainer? Cialdini (2007) menuliskan dalam bukunya bahwa individu yang berkomitmen secara sadar, maka akan lebih memiliki tanggungjawab untuk mempertahankan komitmen tersebut.
- Alur
Bila teman-teman sedang mengikuti study tour, teman-teman lebih menyukai sudah tahu jadwal kegiatan atau biarkan berjalan seperti air? atau teman-teman kembali ke bangku SD, lalu berangkat sekolah, namun tidak tahu hari tersebut jadwal pelajarannya apa saja, sehingga teman-teman hanya mendengarkan apapun yang dibicarakan oleh guru. Tentunya teman-teman akan lebih nyaman bila mengetahui jadwak pelajaran dihari itu, mengetahui jadwal study tour yang sedang teman-teman ikuti bukan? Dalam pelatihan hal ini juga berlaku.
- Bang
Bang artinya adalah kejutan. Kejutan disini artinya adalah penggugah supaya trainee tertarik dalam mengikuti pelatihan. Semakin kuat teman-teman menekankan pentingnya mengikuti pelatihan, maka trainee semakin bersemangat mendengarkan trainer menjelaskan
- Pesan
Dunia pelatihan mengenal 7:38:55, artinya adalah trainer berkomunikasi 7% dipengaruhi oleh konten, 38% oleh intonasi dan 55% oleh gesture (Kuswandi dan Mafazi, 2018). Rumus ini juga berlaku pada semua bagian pelatihan
- Contoh dan analogi
Gallese, dkk (1996) menuliskan bahwa pada dasarnya manusia memiliki sistem syaraf yang bernama neuron mirror. Fungsi utama bagian ini adalah mereplikasi perilaku orang lain. Dengan adanya contoh, maka trainee akan semakin mudah mengaplikasikan materi pelatihan yang didapatkan. John Medina (2008) menambahkan bahwa otak manusia enam kali lebih banyak mengingat informasi yang disampaikan menggunakan kombinasi verbal dan visual.
- Bridge
Apa warna rambu-rambu lalulintas? Bangjo. Apa kepanjangan dari SBY? Susilo Bambang Yudhoyono. Apa kepanjangan KPK? Kepanjangan Satpol PP? Semua singkatan disamping merupakan salah satu cara supaya orang-orang lebih mudah dalam mengingat sesuatu. Jadi inti materi pelatihn baiknya dibuat jembatannya supaya mudah dingat oleh trainee.
- Ulangi
Ebbinghaus (1964) melakukan penelitian tentang berapa lama orang bisa me-memory pengetahuan dan keahlian baru. Hasil penelitian Ebbinghaus tersebut dikenal sebagai Ebbinghaus Forgetting Curve. Ebbinghaus menunjukkan di dalam kurva tersebut bahwa 60% pengetahuan dan keahlian yang dipelajari akan hilang setelah satu jam. Menariknya lagi, setelah 31 hari setelah orang mempelajari pengetahuan dan keahlian baru, memori yang masih disimpan hanya sebanyak 21%. Oleh sebab itu penting dilakukan pengulangan supaya memudahkan trainee mengingat dikombinasikan dengan bridge.
- Menginspirasi
Mirip seperti impresi, tahap ini adalah bagian supaya trainee memiliki kesan terhadap pelatihan kita. Sama seperti ending sebuah film pasti dibuat semenarik mungkin supaya penonton ingin menonton kelanjutan film tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
- Cambridge University. (2008). Cambridge Advanced Learner’s Dictionary Third Edition. Cambridge: Cambridge University Press.
- Cialdini, R. B. (2007). Influence: The Psychology of Persuasion. Pymble: HarperCollins Publishers.
- CSTD. (2010). competencies for training and development professionals. Toronto: Canadian Society for Training and Development.
- Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.
- Ebbinghaus, H. (1964). Memory: A Contribution to Experimental Psychology. New York: Dover.
- Edge. (2015, april 1). EDGE: WHERE PEOPLE CONNECT, COMMUNITIES ACHIEVE. Diambil kembali dari Edge Library: http://www.libraryedge.org/
- Gallese, V., Fadiga, L., Fogassi, L., & Rizzolatti, G. (1996). Action Recognition in the Premotor Cortex. Brain, 593-609.
- Institute for Human Services. (2009, Februari 28). TRAINet Training Resource. Diambil kembali dari North American Resource Center for Child Welfare : http://www.narccw.org/
- International Center for Research on Women. (2014). Are schools safe and Gender Equal Spaces? Washington: International Center for Research on Women.
- Khodijah, N. (2009). Peningkatan Keberhasilan Pembelajaran PAI dengan Pendekatan Reflective Learning. Jurnal Pembangunan Manusia, 1-18.
- Kuswandi, N., & Mafazi, D. (2018). People Development Handbook. Demak: Hasfa Publishing
- Medina, J. (2008). Brain Rules: 12 Principles for Surviving and Thriving at Work, Home, and School. Seattle: Pear Press.
- Talent Solution NC State University. (2016, September 1). Talents Solution. Diambil kembali dari NC State University: https://www.ncsu.edu/
- The NHS constitution. (2016, Juni 7). Train the trainer. Diambil kembali dari Health Education England: https://www.hee.nhs.uk/