Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) kembali muncul dan sangat menular pada hewan ternak berkuku belah, termasuk hewan yang biasa digunakan dalam ibadah kurban saat Hari Raya Idul Adha seperti sapi, kerbau, domba, dan kambing. Oleh karena itu, Kementrian Pertanian tahun ini telah mengeluarkan aturan mengenai pelaksanaan pemotongan hewan kurban.
BACA JUGA : Penyakit Mulut dan Kuku di Indonesia: Apakah Daging dan Susu Masih Aman Dikonsumsi?
PELAKSANAAN IBADAH KURBAN TAHUN INI SESUAI SURAT EDARAN KEMENTRIAN PERTANIAN
Kementrian Pertanian saat ini telah mengeluarkan aturan mengenai pelaksanaan pemotongan hewan kurban melalui Surat Edaran No. 03/SE/PK.300/M/5/2022. Hal ini bermanfaat sebagai upaya pencegahan penyebaran PMK dalam rangka pelaksanaan kurban yang memenuhi kaidah keagamaan dan pemotongan hewan untuk menghasilkan daging yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Pelaksanaan kurban dan pemotongan hewan dalam situasi wabah PMK pada prinsipnya tetap memperhatikan protokol pencegahan dan penyebaran COVID 19. Hewan kurban harus memenuhi persyaratan syariat lslam, administrasi, dan teknis[1]
BACA JUGA : Penyakit Mulut dan Kuku Muncul di Indonesia : Bisakah Menular ke Manusia?
Persyaratan syariat lslam meliputi hewan kurban harus sehat (tidak menunjukkan gejala klinis PMK seperti lesi, lepuh pada permukaan selaput mulut ternak termasuk lidah, gusi, hidung, dan teracak atau kuku; dan mengeluarkan air liur/lendir berlebihan); tidak cacat seperti: buta, pincang, patah tanduk, putus ekornya atau mengalami kerusakan daun telinga; tidak kurus; berjenis kelamin jantan, tidak dikebiri, memiliki buah zakar lengkap dua buah dengan bentuk dan tetak yang simetris; yang terakhir cukup umur. Syarat umur kambing atau domba adalah di atas satu tahun atau ditandai dengan tumbuhnya sepasang gigi tetap. Syarat umur sapi atau kerbau adalah di atas dua tahun atau ditandai dengan tumbuhnya sepasang gigi tetap.
Persyaratan administrasi untuk hewan kurban harus memiliki Sertifikat Veteriner (SV) atau Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) yang diterbitkan oleh otoritas veteriner setempat. Persyaratan teknis yang harus dipenuhi adalah hewan kurban paling sedikit hewan harus dinyatakan sehat berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan hewan yang dilakukan oleh dokter hewan atau paramedik veteriner di bawah pengawasan dokter hewan berwenang.
Tempat penjualan hewan kurban juga diatur oleh Kementrian Pertanian, antara lain lokasi penjualan hewan kurban dilakukan di tempat yang telah mendapat persetujuan dari otoritas veteriner/dinas yang menyelenggarakan fungsi peterakan dan kesehatan hewan dan unsur pemerintah daerah setempat sesuai dengan kewenangannya. Kemudian diatur pula tempat penjualan hewan kurban yang harus memiliki lahan yang cukup sesuai dengan jumlah hewan; memiliki pagar atau pembatas atau dilakukan tindakan tertentu agar hewan tidak berkeliaran dan tidak memungkinkan hewan peka lain masuk ke tempat penjualan; tersedia fasilitas untuk menampung limbah (limbah tidak boleh dikeluarkan dari tempat penjualan sebelum dilakukan disinfeksi atau pemusnahan); tersedia fasilitas dan bahan untuk tindakan pembersihan dan disinfeksi terhadap orang, kendaraan, peralatan, hewan, serta limbah ; tersedia tempat isolasi untuk hewan yang ditemukan terduga terjangkit PMK atau sakit; dan tersedia tempat pemotongan bersyarat untuk hewan yang tidak dapat diobati atau hewan dalam kondisi ambruk
Tempat pemotongan hewan kurban dapat dilakukan di rumah potong hewan (RPH) maupun di luar RPH. Untuk daerah yang tertular wabah maupun yang masih terduga, RPH ditunjuk atau ditetapkan oteh pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan pedoman pemotongan hewan di RPH dalam rangka kesiagaan darurat PMK. Persyaratan Tempat pemotongan hewan kurban di luar RPH antara lain memiliki pagar atau pembatas agar hewan tidak berkeliaran dan tidak memungkinkan hewan peka lain masuk ke tempat pemotongan hewan; memiliki lahan yang cukup dengan jumlah hewan; tersedia fasilitas penampungan hewan; memiliki pagar atau pembatas atau tindakan tertentu agar hewan tidak berkeliaran dan tidak memungkinkan hewan peka lain masuk; memiliki lahan yang cukup dengan jumlah hewan; tersedia tempat khusus terpisah (isolasi) untuk hewan yang diduga PMK atau sakit; tersedia fasilitas pemotongan hewan yang memenuhi persyaratan higiene sanitas; jika memungkinkan tersedia fasilitas pemotongan darurat; dan tersedia fasilitas untuk menampung limbah (limbah tidak boleh keluar dari tempat penjualan sebelum didisinfeksi atau dibakar)
FATWA MUI TENTANG HUKUM DAN PANDUAN PELAKSANAAN IBADAH KURBAN SAAT WABAH PMK
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa tentang hukum dan panduan pelaksanaan ibadah qurban saat wabah PMK melalui Fatwa MUI No. 32 Tahun 2022. Hewan kurban yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya hukumnya sah dijadikan hewan kurban. Hewan yang terserang PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang atau tidak bisa berjalan serta menyebabkan sangat kurus hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban
Hewan yang terserang PMK dengan gejala klinis kategori berat tetapi telah sembuh dalam rentang waktu yang dibolehkan kurban (tanggal 10 sampai 13 Dzulhijjah) maka sah untuk dijadikan hewan kurban. Namun, hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK setelah lewat rentang waktu yang dibolehkan kurban (tanggal 10 sampai 13 Dzulhijjah) maka sembelihan hewan tersebut dianggap sedekah bukan hewan kurban. Dalam fatwanya, juga disebutkan bahwa pelobangan pada telinga hewan dengan ear tag atau pemberian cap pada tubuhnya sebagai tanda hewan sudah divaksin atau sebagai identitasnya, tidak menghalangi keabsahan hewan kurban.[2]
PERLU SINERGI SEMUA PIHAK
Dalam melaksanakan ibadah kurban pada tahun ini, perlu sinergi antara berbagai pihak untuk mencegah penularan PMK yang lebih luas di Indonesia, salah satunya dengan memperhatikan surat edaran dari Kementrian Pertanian dan juga fatwa MUI yang isi lengkapnya sudah tersebar luas di berbagai media.
REFERENSI
[1] Surat Edaran No. 03/SE/PK.300/M/5/2022 Tentang Pelaksanaan Kurban dan Pemotongan Hewan dalam Situasi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (Foot And Mouth Disease)
)[2] reaksi@mui.or.id. 2022. Fatwa Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku. https://mui.or.id/produk/fatwa/36087/fatwa-nomor-32-tahun-2022-tentang-hukum-dan-panduan-pelaksanaan-ibadah-kurban-saat-kondisi-wabah-penyakit-mulut-dan-kuku/
Indonesian Junior Animal Scientist