Pernah nggak sih kalian memandang ke atas, ke arah langit biru yang dihiasi oleh awan? Pernah nggak terlintas dibenak kalian, pertanyaan yang mungkin bagi banyak orang tidak penting. Pertanyaan yang mungkin kebanyakan orang akan menjawab “sudah dari sananya” atau “sudah takdir” karena malas mencari tahu jawabannya, pertanyaan tentang dari mana asalnya awan.
Awan merupakan massa yang dapat dilihat dari tetesan air atau kristal beku yang menggantung di atmosfer yang berada di atas permukaan bumi atau permukaan planet lain. Awan juga merupakan massa terlihat yang tertarik oleh gravitasi, seperti massa materi dalam ruang yang disebut awan antar-bintang dan nebula.
Tetes awan terbentuk pada aerosol yang berfungsi sebagai inti kondensasi atau inti pengembunan. Inti kondensasi adalah partikel padat atau cair yang dapat berupa debu, asap, belerang dioksida, garam laut (NaCl) atau benda mikroskopik lainnya yang bersifat higroskopis, dengan ukuran 0,001 – 10 mikrometer
Ketika kamu menjemur pakaian basah, saat kamu kembali, pakaiannya jadi kering. Kamu menaruh air untuk kucingmu minum, airnya berkurang bahkan ketika ia belum bergerak dari posisinya.
Lalu, ke mana perginya air itu? Menguap! Airnya menguap! Itu artinya, air cair yang diserap oleh pakaianmu yang dijemur atau dalam wadah berubah menjadi gas yang tidak terlihat yang disebut uap air hanyut ke atmosfer.
Hal yang sama terus menerus terjadi di lautan, sungai, danau, waduk, rawa, kolam renang, dan di mana pun asalkan air bersentuhan dengan udara.
Air cair dapat berubah menjadi gas (uap air) ketika molekul air diberi energi yang ekstra, misalnya panas dari matahari, atau energi dari molekul lain yang mengalir ke dalamnya. Molekul energik ini kemudian lepas dari air cair menjadi molekul gas. Dalam proses perubahan tersebut (dari cair ke gas), molekul menyerap panas yang mereka bawa ke atmosfer, sehingga mendinginkan air yang tinggalkan.

Udara hanya dapat menampung sejumlah uap air, bergantung pada suhu dan berat udara – atau tekanan atmosfer – di area tertentu. Semakin tinggi suhu atau tekanan atmosfer, semakin banyak uap air yang dapat ditampung oleh udara. Ketika volume udara tertentu menahan semua uap air yang dapat ditampungnya, keadaan itu dikatakan “jenuh.”
Apa yang terjadi jika volume jenuh udara mendingin atau tekanan atmosfer turun? Udara tidak lagi mampu menampung semua uap air itu. Jumlah kelebihan berubah dari gas menjadi cair atau padat (es). Proses perubahan air dari gas menjadi cair disebut “kondensasi,” dan ketika gas berubah langsung menjadi padat, itu disebut “deposisi.” Kedua proses ini adalah bagaimana awan terbentuk.
Kondensasi terjadi dengan bantuan partikel kecil yang mengambang di udara, seperti debu, kristal garam dari semprotan laut, bakteri atau bahkan abu dari gunung berapi. Partikel-partikel tersebut menyediakan permukaan di mana uap air dapat berubah menjadi tetesan cair atau kristal es.
Akumulasi besar tetesan atau kristal es semacam itu adalah awan.

Kita biasanya menganggap awan berada di atas langit, tetapi ketika kondisinya tepat, awan juga dapat terbentuk di permukaan tanah. Maka itu disebut “kabut.” Jika kamu pernah berjalan melalui kabut, kamu telah berjalan melalui awan.
Meskipun ide dasar pembentukan awan mudah dipahami, masih banyak lagi yang harus dipelajari. Mengintip di bawah eksterior halus awan, dan kamu akan menemukan dunia kompleksitas. Faktanya, awan dianggap sebagai salah satu aspek yang paling menantang dari ilmu iklim.
Itu karena benar-benar memahami awan membutuhkan pemahaman mendalam tentang seluruh atmosfer. Para ilmuwan sedang bekerja untuk meningkatkan pemahaman mereka, dengan bantuan instrumen seperti yang ada di Terra NASA, Aqua, Aura, CALIPSO, CloudSat dan satelit lain yang mengamati berbagai aspek awan.
Semakin baik kita dapat memahami awan dan atmosfer yang menciptakannya, semakin baik kita dapat mengetahui apa yang terjadi pada iklim kita.

Referensi :
[1] https://climatekids.nasa.gov/cloud-formation/ diakses pada 22 Agustus 2021
[2] https://id.wikipedia.org/wiki/Awan diakses pada 22 Agustus 2021
[3] http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi?cetakfenomena&1352896307 diakses pada 25 Agustus 2021