Beras Mahal? Yuk Ganti Ke Sumber Karbohidrat Lainnya

Komoditas beras menjadi perhatian akhir – akhir ini, karena pemerintah memutuskan impor beras dari Thailand dan Vietnam untuk mengendalikan harga […]

Komoditas beras menjadi perhatian akhir – akhir ini, karena pemerintah memutuskan impor beras dari Thailand dan Vietnam untuk mengendalikan harga pangan yang tidak stabil [1]. Selama ini kita selalu memikirkan bagaimana beras harus tersedia dan terjangkau, sehingga pada saat beras mengalami masalah, kita menjadi panik. Pemerintah seharusnya tidak perlu panik dengan membuka impor beras yang efek jangka panjangnya sangat merugikan petani lokal. Salah satu solusi efektifnya adalah pemerintah mendorong masyarakat untuk meningkatkan konsumsi pangan nonberas berbasis sumber daya lokal (diversifikasi pangan).

UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan mendefinisikan ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutu; aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan [2]. Dalam UU itu dijelaskan kebijakan ketersediaan pangan tidak mengarah jenis komoditas tertentu, seperti beras, tetapi pangan yang beragam dan bergizi, sehingga apabila satu komoditas terganggu, maka bisa digantikan dengan yang lain.

Diversifikasi pangan berbasis karbohidrat sangat diperlukan, mengingat Indonesia sangat bergantung pada 2 sumber karbohidrat yaitu beras dan terigu. Faktanya sumber karbohidrat tidak hanya beras, namun bisa berupa dari jagung, ubi, singkong, sukun, ketela pohon, ketela rambat, kentang, sagu, dan jenis umbi – umbi lainnya. Maka, ketersediaan sumber energi asal karbohidrat tidak perlu dipaksakan harus beras, tetapi disesuaikan dengan ketersediaan pangan lokal, seperti Papua yang menjadikan sagu sebagai makanan pokoknya, Pacitan dengan tiwulnya, Kalimantan Utara degan Eloinya, dan Sulawesi Utara dengan pisang gapinya.

Lalu, apakah Sama Gizi Beras dan Lainnya?

Tentu saja berbeda, pemerintah perlu menyediakan pangan pokok sesuai kebutuhan gizi seperti yang telah dicanangkan dalam angka kecukupan gizi (AKG). Menurut pedoman gizi seimbang, kita setidaknya membutuhkan sumber karbohidrat 3 – 4 porsi per hari, sekitar 100 gram dalam 1 porsi nasi, tergantung kelompok umur dan kondisi fisiologis (hamil, menyusui, lansia, anak, remaja, dewasa). Jika ingin menukar sumber karbohidrat dalam 1 porsi nasi, maka bisa dengan kentang 2 buah dalam ukuran sedang, sukun 3 potong sedang, dan lainnya [3]. Lebih lengkapnya silahkan lihat gambar berikut.

 

Daftar pangan sumber karbohidrat sebagai penukar 1 (satu) porsi nasi (Sumber:  Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Gizi Seimbang. [3])

 

Selain itu, pemerintah harus menggalakkan produksi tepung umbi-umbian untuk substitusi beras atau terigu dalam pembuatan mi atau roti. Seperti riset yang sudah dilakukan, pengembangan beras analog dengan campuran tepung jagung putih dan 10% tepung kedelai mendapatkan nilai total fenol, pati resisten, dan serat pangan yang tinggi dan warna produk yang dapat diterima konsumen. Produk tersebut juga menghasilkan nilai IG (Indeks Glikemik) yang cukup rendah yaitu 50 [4], baca juga Pentingnya Mengetahui Indeks Glikemik bagi Penderita Diabetes. Riset lainnya adalah pembuatan roti dengan tepung mocaf yang menghasilkan pengaruh terhadap warna, aroma, namun tidak terasa [5]. Penelitian lebih lanjut dan penentuan arah kebijakan diperlukan untuk mengurangi konsumsi terigu dan beras, sehingga arah diversifikasi pangan dapat terwujud.

 

Sumber:

[1] Katanya Swasembada, Kok Impor Beras dari Thailand dan Vietnam Sih? Ini Penjelasan Menteri Enggartiasto Lukita. https://www.jawapos.com/read/2018/01/12/181014/katanya-swasembada-kok-impor-beras-dari-thailand-dan-vietnam-sih (diakses pada 20 Januari 2018)

[2] UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. https://www.google.co.id/search?q=uupangan&oq=uupangan&aqs=chrome..69i57j0l5.1553j0j4&sourceid=chrome&ie=UTF-8#. (diakses pada 19 Januari 2018)

[3] Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Gizi Seimbang. 2014. http://gizi.depkes.go.id/download/Pedoman%20Gizi/PGS%20Ok.pdf (diakses pada 19 Januari 2018)

[4] Noviasari, S. Kusnandar, F Setiyono, A dan Budijanto, S. 2015. Beras Analog Sebagai Pangan Fungsional dengan Indeks Glikemik Rendah. http://journal.ipb.ac.id/index.php/jgizipangan/article/view/11592. (diakses pada 19 Januari 2018)

[5] Arimbi, A N dan Bahar, A. 2013. Pengaruh Subtitusi Tepung Mocaf (Modified Cassava Flour) dan Penambahan Puree Wortel (Daucus carota L.) terhadap Mutu Organoleptik Roti Tawar. http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jurnal-tata-boga/article/view/4330. (diakses pada 19 Januari 2018)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top