Berhenti Belajar Matematika Setelah Usia 16 Tahun Berbahaya bagi Perkembangan Otak

Setelah menyelesaikan pendidikan tingkat menengah atas, banyak siswa memutuskan mengambil jurusan bidang sosial di perkuliahan. Walaupun tidak semua, tidak jarang […]

blank

Setelah menyelesaikan pendidikan tingkat menengah atas, banyak siswa memutuskan mengambil jurusan bidang sosial di perkuliahan. Walaupun tidak semua, tidak jarang alasan yang dilontarkan oleh para siswa adalah agar mereka terhindar dari mata pelajaran matematika yang terkenal sulit dan menakutkan.

Berdasarkan data Penilaian Siswa Internasional atau Programme for International Student Assessment (PISA), terlihat bahwa kemampuan matematika Indonesia berada di peringkat yang rendah. Indonesia berada pada posisi 75 dari 81 negara di dunia dengan skor 379. Skor ini mengalami penurunan dibandingkan dari tahun 2015 dengan skor 385. Dengan peringkat ini Indonesia tertinggal jauh dari negara ASEAN lain seperti Singapura di peringkat 2 dengan skor 569 dan Malaysia di peringkat 67 dengan skor 440.

Matematika tidak hanya menjadi mata pelajaran yang dianggap sulit dan menakutkan bagi siswa, banyak yang juga bertanya-tanya apa matematika segitu pentingnya? Akibatnya, mereka merasa beruntung ketika tidak perlu lagi belajar dan menggunakan matematika di dalam kehidupan.

Sebuah studi terbaru yang berjudul, “The impact of a lack of mathematical education on brain development and future attainment”, yang dipublikasikan di  The Proceedings of the National Academy of Sciences pada 15 Juni 2021 menjelaskan bahwa berhenti belajar matematika pada usia 16 tahun memberikan dampak negatif pada perkembangan kognitif.

Penelitian Terbaru Terkait Dampak Negatif dari Kurangnya Pendidikan Matematika

Sebanyak 133 murid yang berumur kisaran 14-18 tahun berpartisipasi dalam sebuah eksperimen yang dilakukan oleh para peneliti dari Department Psikologi di Universitas Oxford. Tidak seperti negara-negara lain, di Inggris murid-murid yang berusia 16 tahun ke atas dapat memutuskan untuk berhenti belajar matematika. Situasi ini memungkinkan tim peneliti menganalisis, apakah kurangnya porsi dalam mempelajari matematika oleh murid di lingkungan yang sama akan memberikan dampak terhadap otak dan perkembangan kognitif.

Hasil menunjukkan bahwa murid yang tidak mempelajari matematika memiliki lebih sedikit kandungan cairan (gamma-aminobutyric acid) yang berhubungan dengan fungsi kognitif, termasuk penalaran, problem solving, matematika, memory dan kemampuan belajar. Kemampuan kognitif adalah keterampilan berbasis otak yang diperlukan untuk melakukan tugas apapun dari yang sederhana hingga yang paling kompleks.

Berdasarkan jumlah kandungan kimia dalam otak yang ditemukan, peneliti bisa membedakan antara remaja yang belajar dan tidak belajar matematika, terlepas dari kemampuan kognitif mereka. Selebihnya, jumlah zat kimia otak ini berhasil memprediksi perubahan skor pencapaian matematika sekitar 19 bulan kemudian.

Roi Cohen Kadosh, Profesor Ilmu Saraf Kognitif di Universitas Oxford, yang juga memimpin penelitian tersebut berkata: “Keterampilan matematika dikaitkan dengan berbagai manfaat di dunia kerja, status sosial ekonomi, serta kesehatan mental dan fisik. Masa remaja adalah periode penting dalam kehidupan yang terkait dengan perubahan otak dan perkembangan kognitif. Sayang sekali, kesempatan untuk berhenti belajar matematika pada usia ini tampaknya menyebabkan kesenjangan antara mereka yang berhenti belajar matematika dan yang melanjutkan mempelajarinya. Penelitian kami memberikan tingkat pemahaman biologis baru tentang dampak pendidikan pada otak yang sedang berkembang.”

“Belum diketahui bagaimana implikasi jangka panjangnya dapat dicegah. Tidak setiap remaja menyukai matematika sehingga kami perlu menyelidiki alternatif yang memungkinkan, seperti pelatihan logika dan penalaran yang melibatkan area otak yang sama dengan matematika”. Profesor Cohen Kadosh menambahkan, “Sementara kami memulai penelitian ini sebelum COVID-19, saya juga bertanya-tanya bagaimana berkurangnya akses pendidikan secara umum, dan matematika pada khususnya (atau kurangnya akses selama pandemi) berdampak pada otak dan perkembangan kognitif anak-anak dan remaja.”

Banyak orang beralasan berhenti untuk belajar matematika karena merasa mata pelajaran ini tidak bermanfaat. Padahal matematika adalah ilmu yang sangat lekat dengan kehidupan manusia.

Matematika sebagai Life-applicable Subject

Orang-orang yang memiliki rasa ingin tahu tinggi telah memecahkan teka-teki terbesar umat manusia selama berabad-abad dengan memanfaatkan matematika. Prestasi yang tampaknya mustahil untuk dicapai, seperti mendarat di bulan, membangun menara tinggi dan menemukan komputer. Semua hal ini tidak mungkin terjadi tanpa peran matematika.

Pelajaran matematka memiliki peran penting dalam berbagai pekerjaan maupun pengembangan ilmu pengetahuan. Namun, apakah peran matematika hanya dapat ditemukan dalam bidang rumit yang disebutkan di atas? Atau apakah kita hanya memanfaatkan skill matematika dalam aktivitas jual-beli seperti yang kita biasa lakukan? Berikut adalah alasan krusial kenapa belajar matematika itu bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari:

1. Melatih Kemampuan Berpikir

Otak mengembangkan jalur saraf penting untuk memproses Informasi dan tidak mengejutkan jika matematika memainkan peran penting dalam perkembangan otak dan kemampuan berpikir. Akshay dalam Life Hacks menjelaskan, “Ketika kita mengerjakan soal matematika: mengumpulkan data, memecah premisnya, mengobservasi keterkaitannya atau secara sistematis menyelesaikan masalah dengan cara yang rasional. Jika kita bisa memahami matematika dan datang dengan solusi yang logis, kita akan bisa menyiapkan otak kita untuk menyelesaikan masalah yang nyata. Kita akan mencari logika terbaik, melihat solusi yang mungkin dan menghubungkan data yang kita miliki untuk menarik kesimpulan.”

Matematika membantu kita dalam kemampuan untuk menginvestigasi dan mengetahui kebenaran. Ada kebenaran yang kita coba untuk temukan dalam kehidupan, dan kebenaran ini berbasis bukti, bukan emosi. Dengan kemampuan berpikir secara matematika, kita akan mengetahui kesalahan kita atau orang lain dan dengan mudah menghindari manipulasi. Hal ini menjadi mungkin karena matematika membuat kita memiliki alasan yang jelas dan logis, berdasarkan data yang bisa diverifikasi. Kemampuan berpikir seperti ini yang membuat matematika menjadi mata pelajaran yang penting untuk anak, matematika mengajarkan mereka untuk berpikir terlebih dahulu.

2. Menyelesaikan Berbagai Masalah dalam Dunia Nyata

Pelajaran matematika secara intensif akan dapat diaplikasikan secara langsung untuk menyelesaikan masalah dalam dunia nyata. Sayang sekali, kebanyakan orang berpikir sebaliknya, bahwa matematika adalah mata pelajaran rumit, tidak bermanfaat dan tidak menghasilkan uang. Tahukah anda siapa trader dan investor tersukses sepanjang sejarah? Mungkin nama Warren Buffet, sebagai investor dengan style value investing-nya, akan terlintas pertama kali. Faktanya, investor tersukses adalah seorang ahli matematika bernama Jim Simons. Ahli matematika asal MIT ini menghasilkan profit 200 kali lipat dibandingkan Warren Buffet. Salah satu aturan praktis sederhananya dalam berinvestasi adalah: “Remove all emotion”.

Jim Simons merevolusi investasi ketika dia meninggalkan dunia akademis pada tahun 1978, pada usia empat puluh tahun. Berbekal pengalamannya sebagai ahli matematika, dan pemecah kode yang hebat, Simons memandang pasar dengan cara yang berbeda secara fundamental ketika ia meluncurkan Renaissance Technologies pada tahun 1982. Dalam buku “The Man Who Solved The Market: How Jim Simons Launched the Quant Revolution”, rahasia dan strategi kemenangan Simons adalah menghilangkan emosi dan fokus pada data yang tersedia.

Selain Jim Simons, ada banyak ahli matematika lain yang menyelesaikan masalah besar dunia. Dalam sebuah film biografi berjudul “The Imitation Game” (2014), seorang tokoh bernama Alan Turing, yang diperankan oleh Benedict Cumberbatch, merupakan ahli matematika yang dikreditkan sebagai bapak komputer modern dan kecerdasan buatan. Dengan menggunakan matematika, teknik dan ilmu komputer yang sedang ditemukan, Alan berhasil memecah kode Enigma yang digunakan untuk keamanan komunikasi militer Jerman pada perang dunia II.

blank
The Imitation Game (2014)

Matematika telah menyelesaikan banyak masalah sulit dan besar di dunia. Bahkan seorang astronomer, ahli fisika dan teknik, Galileo Galileo pernah berkata, “If I were again beginning my studies, I would follow the advice of Plato and start with mathematics.”

Referensi:

1 komentar untuk “Berhenti Belajar Matematika Setelah Usia 16 Tahun Berbahaya bagi Perkembangan Otak”

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Yuk Gabung di Komunitas Warung Sains Teknologi!

Ingin terus meningkatkan wawasan Anda terkait perkembangan dunia Sains dan Teknologi? Gabung dengan saluran WhatsApp Warung Sains Teknologi!

Yuk Gabung!

Di saluran tersebut, Anda akan mendapatkan update terkini Sains dan Teknologi, webinar bermanfaat terkait Sains dan Teknologi, dan berbagai informasi menarik lainnya.