Biofuels: Pengenalan dan Implementasinya di Indonesia Pasca Covid-19

 Beberapa tahun terakhir, konsumsi bahan bakar dari sektor transportasi terus meningkat dan diperediksi kita tidak dapat hanya bertumpu pada sumber […]

Biofuels: Pengenalan dan implementasinya di Indonesia Pasca Covid-19

 Beberapa tahun terakhir, konsumsi bahan bakar dari sektor transportasi terus meningkat dan diperediksi kita tidak dapat hanya bertumpu pada sumber fosil secara terus menerus. Selain itu isu lingkungan yang berkaitan dengan energi fosil menjadi masalah utama yang harus diselesaikan oleh berbagai negara. Hal-hal tersebut memicu pengembangan strategi alternatif untuk memproduksi energi. Salah satu energi alternatif yang sedang dikembangkan adalah biofuels yang bersumber dari biomassa.

Klasifikasi biofuels dari biomassa

Berdasarkan bahan baku yang digunakan, biofuels dikategorikan menjadi tiga generasi. Generasi pertama umumnya diperoleh dari tanaman yang merupakan bahan pangan seperti jagung, tebu, singkong dan lainnya (Brennan et al., 2010). Bahan-bahan ini digunakan untuk memproduksi bioetanol melalui proses fermentasi pati atau gula, dan pada biodiesel melalui transesterfikasi minyak tumbuhan.  Pengembangan biofuels dari generasi ini mulai dinilai tidak efektif secara ekonomi karena adanya persaingan antara sumber bahan bakar dan bahan pangan yang tidak dapat dihindarkan. Sejak tahun 1985, bioethanol generasi pertama yang berasal dari singkong telah diproduksi secara masif oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Lampung Tengah. Akan tetapi karena mahalnya bahan baku yang juga merupakan bahan pangan dan kendala dari sisi ekonomi, proyek terkait tidak dapat dilanjutkan kembali.

Beberapa tahun kemudian, biofuels generasi kedua hadir dengan bahan baku yang bukan bahan pangan yaitu biomassa lignoselullosa yang berasal dari limbah hasil pertanian atau perkebunan seperti tandan kosong kelapa sawit, ampas tebu, alang-alang, ampas ubi dan lainnya. Tentu saja biofuels generasi ini lebih menjanjikan dari sumber pertama. Kemudian dikembangkan biofuels generasi ketiga yang bersumber dari algae yang memiliki potensi lebih dibanding dua sumber sebelumnya karena kandungan dari neutral lipid, produktivitas, dan penyerapan CO2 yang tinggi (Matta et al., 2010). Micro algae umumnya tidak hanya berpotensi sebagai bahan baku dalam produksi bietanol dan biodiesel tetapi juga biohidrogen.

Bioethanol

Bioethanol yang diproduksi dari bahan baku lignoselulosa mempunyai beberapa kelebihan seperti nilai oktan yang tinggi (108), titik didih rendah, titik uap yang tinggi, dan perbandingan kandungan energi yang tinggi (Lynd et al., 1991). Campuran gasoline dengan 85% (v/v) bioethanol dapat langsung digunakan tanpa modifikasi pada mesin kendaraan (Balat et al., 2008). Pencampuran bahan bakar dengan bioethanol dapat mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan. Meskipun produksi dalam skala pilot dan pabrik telah dijalankan oleh  perusahaan di berbagai negara, riset dan pengembangan terkait biofuel jenis ini masih perlu dilakukan terutama untuk mengurangi biaya produksi. Proses produksi bioethanol dari lignoselulosa biomassa melibatkan tiga tahap yaitu pretreatment, hidrolisis atau sakarifikasi dan fermentasi. Biaya bahan baku, pretreatment, enzim, dan pemurnian yang relatif mahal masih dipertimbangkan sebagai masalah dalam pengembangan bioethanol.

Riset dan pengembangan bioethanol terus dilakukan untuk mengurangi biaya produksi seperti penggunaan enzim untuk proses sakarifikasi, penggunaan mikroorganisme untuk meningkatkan yield dan produksi dari bahan kimia lain sebagai produk sampingan untuk meningkatkan nilai ekonomi dari proses produksi. Beragam riset terkait metode pretreatment telah dilakukan untuk meningkatkan efisiensi produksi bioethanol. Salah satunya pretreatment menggunakan asam encer pada lignoselulosa alang-alang untuk efisiensi produksi bioethanol (Fauziah et al., 2019). Selain itu masih banyak jenis pretreatment lain yang telah dikembangkan seperti dengan menggunakan metode secara fisika, kimia, fisiko-kimia, dan biologi (Hidayat, 2013). Proses hidrolisis atau sakarifikasi tidak kalah penting untuk dikembangkan, beberapa peneliti juga telah melakukan riset terkait perbandingan efisiensi antara hidrolisis secara terpisah dan simultan.  Riset-riset terkait secara pasti mendorong percepatan pengembangan bioethanol secara ekonomi yang merupakan masalah dari biofuels selama ini.

Biodiesel

Biodiesel merupakan energi terbarukan pengganti energi solar yang diperoleh melalui proses transesterifikasi yang bersumber dari minyak tumbuh-tumbuhan yang terdapat di alam. Bahan baku biodiesel yang berupa minyak tanaman seperti kelapa sawit, jarak, kelapa dan lainnya sangat mudah diperoleh di Indonesia. Proses pembuatan biodiesel umumnya menggunakan reaksi metanolisis (transesterifikasi dengan metanol) yaitu reaksi antara minyak nabati dengan metanol dibantu katalis basa (NaOH, KOH, atau sodium methylate) untuk menghasilkan campuran ester metil asam lemak dengan produk ikutan gliserol. Beberapa faktor penting yang mempengaruhi proses transesterifikasi pada produksi biodiesel yaitu bahan baku, temperature dan  katalis yang digunakan. Tentu saja riset dan pengembangan terkait faktor ini harus terus dilakukan.

Biogas

Produksi biogas merupakan salah satu strategi yang ramah lingkungan dalam produksi energi dari biomassa. Biogas dapat digunakan pada boilers untuk menghasilkan panas dan diperoleh dari proses biologi anaerobik pada bahan-bahan organik yang mengandung methana dan karbon dioksida. Methana merupakan komponen utama dari biomassa mencapai 50-85%, menggambarkan sumber energi utama. Beberapa peneliti telah melakukan riset tentang produksi biogas dari limbah hasil pertanian. Batang gantum dan jerami kedelai merupakan sumber bahan baku yang cocok dalam produksi biogas (Sindhu et al.,2019)

Biohidrogen

Biohidrogen yang diproduksi dari biomassa dapat dipertimbangkan sebagai energi alternatif yang sustainable. Hal ini karena biofuel jenis ini merupakan sumber energi yang bersih dan efisien dengan zero emisi. Hidrogen dapat diperoleh dari bergam sumber seperti biomassa, gas alam dan lainnya. Beberapa riset dan pengembangan terkait biohidrogen dari biomassa telah dilakukan dan salah satu strategi yang biasa digunakan adalah proses gasifikasi. Beberapa kelebihan dari biohidrogen dari biomassa adalah mengurangi emisi CO2, keberlanjutan dan juga sifat eco-friendly yang dimiliki (Sindhu et al.,2019). Selain itu, telah diteliti bahwa biohidrogen dari residu hasil pertanian berpotensi mengurangi total biaya secara ekonomi dengan membuat biohidrogen menjadi lebih tersedia dan murah.

Perkembangan biofuels di Indonesia

Berdasarkan data yang diperoleh dari Department Energi dan Sumber Daya Mineral, persediaan minyak mentah Indonesia diprediksi akan habis dalam 18 tahun yang akan datang. Tentu saja pengembangan bahan bakar alternatif menjadi solusi dalam mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi. Tidak hanya itu sifat dari bahan bakar alternatif yang cenderung ramah lingkungan menjadi pertimbangan penting lainnya untuk memenuhi persyaratan lingkungan global.

Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembankan energi terbarukan. Bahkan beberapa jenis dapat diterapkan dalam jangka waktu terdekat seperti bioethanol pengganti bensin, biodiesel sebagai pengganti solar dan bahkan sampah atau limbah untuk membangkitkan listrik. Selain itu, juga ada sumber lain seperti tenaga panas bumi, mikrohidro, tenaga surya dan tenaga angin.

Potensi Bioethanol dan biodiesel di Indonesia

Dua jenis biofuels yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia yaitu bioethanol dan biodiesel. Bioethanol sebagai bahan bakar pencampur atau pengganti bensin diproduksi dari sumber yang keberadaannya sangat melimpah di Indonesia seperti tebu, singkong, jagung, rumput, bahkan tandan kosong kelapa sawit. Selain itu tingkat polusi dari bahan bakar sumber ini lebih rendah dibandingkan bahan bakar fosil. Selanjutnya, biodiesel berasal dari sumber minyak tanaman seperti kelapa sawit, jarak dan kelapa yang dengan mudah dapat diperoleh di Indonesia.

Kedua bahan energi tersebut memiliki potensi yang besar kedepannya. Akan tetapi beberapa kendala mulai dari membangun rantai pasok hingga kedua bahan bakar tersebut dapat didistribusikan harus dipertimbangkan dengan cermat dan matang. Pada tahun 2016, Indonesia dapat memproduksi sekitar 2,5 juta ton biodiesel dan berhasil melampaui China. Keberhasilan ini dapat digunakan sebagai indikator potensi Indonesia sebagai negara yang diperhitungkan dalam pasar biodiesel di masa mendatang.

Implementasi biodiesel di beberapa negara

Hingga tahun 2019, Indonesia telah berhasil mengimplementasikan B20, yang mewajibkan pencampuran 20% biodiesel dan 80% bahan bakar jenis solar. Negara lain yang telah berhasil mengimplementasikan B20 adalah Minnesota dan Amerika Serikat, selain itu Columbia masih pada tahap B10 pada tahun 2011 dan Malaysia baru pada tahap B10 pada tahun 2019. Selanjutnya, kita patut bangga sebagai lanjutan dari program B20  pada awal tahun 2020 Indonesia berhasil menjadi negara pertama yang mengimplementasikan B30 dari sawit. Program ini diproyeksi tidak hanya akan mengurangi impor solar, akan tetapi juga secara signifikan akan mengurangi emisi gas rumah kaca.

Peluang dan Tantangan pasca Covid-19

Berdasarkan rencana pemerintah setelah implementasi B30 pada tahun ini, dan akan diikuti oleh implementasi B40 hingga B100 untuk beberapa tahun yang akan datang. Program ini merupakan salah satu usaha pemerintah untuk mengembangkan renewable energi dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar yang bersumber dari fosil.

Akan tetapi beberapa waktu yang lalu, coronavirus memaksa beberapa industri diseluruh dunia untuk berhenti beroperasi dan bahkan virus ini mengharuskan masyarakat untuk berdiam di rumah serta mengurangi aktifitas berpergian. Tentu saja hal ini akan memberikan dampak berupa penurunan permintaan minyak di seluruh dunia. Selanjutnya, kondisi ini berakibat pada minyak yang membanjiri pasaran dan kapasitas penyimpanan yang sudah tidak mampu menampung kembali sehingga menyebabkan harga minyak menjadi negatif.

Turunnya harga minyak akan menjadi tantangan baru dalam perkembangan energi terbarukan. Rendahnya harga bensin dan bahan bakar minyak secara langsung akan membuat biofuels menjadi kurang kompetitif. Tidak hanya itu, dampak ekonomi yang ditimbulkan untuk perusahaan minyak dan pemerintahan akan menjadi negatif untuk pengembangan energi terbarukan. Hal ini karena kemungkinan pengeluaran untuk investasi dan subsidi untuk energi terbarukan akan yang pertama dipangkas.

Secara keseluruhan, coronavirus di bidang ekonomi ataupun perang harga minyak akan memberikan dampak negatif dalam jangka waktu yang pendek terhadap transisi energi secara keseluruhan. Berdasarkan data dari International Renewable Energy Agency (IRENA) pertumbuhan kapasitas energi terbarukan menunjukan perlambatan, dari 179GW di tahun 2019 menjadi 176GW. Namun, penurunan yang sangat signifikan terjadi pada industri bahan bakar fosil yang terimbas Covid-19 mencapai titik terendah dalam 16 tahun terakhir.

Titik Balik untuk Energi Terbarukan

Berdasarkan fakta yang ada, tampak ada peluang untuk percepatan dalam pengembangan energi terbarukan. Dalam beberapa tahun terakhir energi terbarukan telah berkompetisi dengan energi tidak terbarukan. Tentu saja saat harga minyak merosot, proyek minyak ini tidak dapat mengklaim dirinya menawarkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan energi bersih. Ditambah lagi dengan isu lingkungan secara global terkait energi fosil, energi terbarukan tentu akan tumbuh secara signifikan dengan semakin kompetitif terdapat energi fosil.

Selanjutnya, permintaan terkait pemenuhan energi akan selalu ada terus menerus, termasuk untuk membantu percepatan pertumbuhan ekonomi dan ini merupakan kesempatan emas bagi percepatan energi terbarukan. Seperti yang dipaparkan IRENA bahwa energi terbarukan dapat menjadi salah satu solusi untuk pemulihan ekonomi pasca Covid-19. Hal ini karena berbagai jenis energi terbarukan dapat diupayakan dalam waktu singkat serta dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru.

Direktur IRENA, General Francesco La Camera, mengatakan “Energi terbarukan dapat menyuplai energi yang saat ini dibutuhkan untuk memfasilitasi agriculture, medis dan sektor produktif lain dalam menghadapi pandemik saat ini”. Tidak hanya itu, IRENA bahkan berencana untuk menjalankan sejumlah program dan partership energi terbarukan di negara berkembang.

Pada akhirnya pandemik dan trend harga minyak yang negatif saat ini menjadi tantangan sekaligus peluang dalam pengembangan energi terbarukan, termasuk biofuels. Dalam jangka pendek energi terbarukan akan menghadapi kesulitan dan tantangan, akan tetapi secara bersamaan hal tersebut dapat menjadi titik balik untuk transisi energi terbarukan yang ramah lingkungan.

Referensi:

L. Brennan, P. Owende. 2010.  Biofuels from microalgaee. A review of technologies for production, processing, and extractions of biofuels and co-products. Renewable and Sustainable Energy Reviews .14: 557-577.

T.M. Mata, A.A. Martins, N.S. Caetano. 2010. Microalgae for biodiesel production and other applications. Renewable and Sustainable Energy Reviews 14: 217-232.

L.R. Lynd, J.H. Cushman, R.J. Nichols, C.E. Wyman. 1991. Fuel ethanol from cellulosic biomass. Science (Washington, DC, United States) 251: 1318-1323.

M. Balat & H. Balat. 2008. Progress in bioethanol processing. Progress in Energy and Combustion Science. 34: 551-573.

Fauziah, A., Rodiansono., Sunardi. 2019. Analisis spektroskopi inframerah transformasi fourier (FTIR) dan perubahan warna lignoselulosa alang-alang (Imperata cylindrica) setelah pretreatment menggunakkan asam encer. Jurnal Konversi. 8: 10-16.

Sindhu. R., P. Binod, A. Pandey., S. Ankaram., Y. Duan.,  M.K. Awasthi. 2019. Biofuel Production From Biomass: Toward Sustainable Development. Waste Treatment Processes for Energy Generation. 79-92.

M.R. Hidayat. 2013. Teknologi pretreatment bahan lignoselulosa dalam proses produksi bioetanol. Biopral Industri. 4(1).

https://oilprice.com/Energy/Oil-Prices/Is-The-Oil-Price-Crash-Good-For-Renewable-Energy.html diakses pada 04 Juni 2020

http://ebtke.esdm.go.id/post/2019/12/19/2434/faq.program.mandatori.biodi?lang=en diakses pada 04 Juni 2020

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *