Pandemi COVID-19 yang mewabah di seluruh dunia, serta penularan Human Metapneumovirus (HMVP) terbaru di China, telah membuat banyak orang bertanya-tanya mengapa beberapa penyakit besar sering kali berasal dari negara ini. Pada bulan Februari 2020, seorang ahli saraf dan profesor di Yale University School of Medicine menjelaskan fenomena ini dalam sebuah episode podcast Skeptics’ Guide to the Universe . Dalam penjelasannya, ia menyebutkan beberapa faktor yang dapat menjelaskan mengapa penyakit seperti COVID-19 sering kali muncul dari Tiongkok.
Menurutnya, penyebabnya tidaklah misterius. Salah satu faktor utamanya adalah kepadatan penduduk yang sangat tinggi di beberapa wilayah, yang menyebabkan banyak orang hidup berdekatan satu sama lain. Selain itu, banyak dari mereka juga memiliki kontak erat dengan berbagai jenis hewan yang dapat menjadi tempat atau “reservoir” bagi virus. Hewan-hewan ini, seperti kelelawar atau unggas, dapat membawa virus yang kemudian menular ke manusia. Kurangnya kebersihan dan fasilitas sanitasi yang memadai di beberapa daerah juga turut memperburuk situasi ini. Semua faktor ini, menurutnya, menciptakan kondisi yang sangat memungkinkan bagi penyebaran virus jenis baru seperti yang kita lihat pada COVID-19.
Penjelasan ini mengarah pada pemahaman bahwa keberadaan banyak manusia yang hidup dengan kontak langsung dengan hewan di lingkungan yang padat dan tidak higienis, adalah salah satu alasan mengapa virus baru lebih mudah muncul dan menyebar di daerah tersebut. Ini juga menyoroti pentingnya kebersihan, pengawasan terhadap kesehatan hewan, serta pengendalian populasi manusia untuk mencegah penyebaran penyakit menular.
Baca juga artikel tentang https://warstek.com/hmpv/
Selatan China Pusat, menurut Dr. Peter Daszak, Presiden EcoHealth Alliance, dikenal sebagai “wadah pencampuran” virus, yang berarti kawasan ini menjadi tempat pertemuan berbagai virus dari berbagai sumber. Di wilayah ini, terdapat banyak peternakan, terutama peternakan unggas dan babi, yang sering kali memiliki fasilitas sanitasi yang kurang memadai dan pengawasan yang lemah. Di pasar-pasar ternak yang kotor, petani sering kali membawa hewan mereka untuk dijual, dan hewan-hewan ini bisa bersentuhan dengan berbagai jenis hewan eksotis lainnya. Burung, mamalia, dan reptil yang ada di pasar ini dapat menjadi inang bagi virus, yang memungkinkan virus untuk berpindah dari satu spesies ke spesies lain, bermutasi dengan cepat, dan berpotensi menginfeksi manusia. Para ilmuwan menduga, hal inilah yang kemungkinan terjadi pada virus COVID-19.
Ada juga faktor budaya yang menjadikan China sebagai tempat yang sering kali menjadi pusat wabah. Sebagai contoh, banyak orang China, bahkan yang tinggal di kota besar, lebih memilih untuk mengonsumsi unggas yang baru saja disembelih, karena dianggap lebih enak dan lebih sehat dibandingkan dengan daging yang sudah disimpan atau dibekukan. Kebiasaan ini, ditambah dengan kondisi pasar hewan yang sering tidak higienis, meningkatkan peluang manusia untuk terpapar virus yang sedang bermutasi. Hal ini memberi kesempatan bagi virus untuk berpindah ke manusia.
Selain itu, banyak orang di China yang cenderung memilih pengobatan tradisional ketika mereka sakit. Sayangnya, dalam beberapa kasus, pengobatan tradisional ini tidak selalu efektif dan dapat menyebabkan salah diagnosis. Praktisi pengobatan tradisional sering kali menawarkan akupunktur atau obat herbal yang berbahan dasar hewan, yang tidak dapat mengatasi penyebab penyakit secara tepat. Akibatnya, angka kematian bisa meningkat selama wabah karena orang yang terinfeksi tidak segera mendapat perawatan medis yang tepat dan malah kembali ke masyarakat, menyebarkan infeksi lebih lanjut.
Wabah virus Human Metapneumovirus (HMPV) yang sedang merebak di China telah menjadi perhatian internasional dalam beberapa waktu terakhir. Virus ini menyebar dengan sangat luas dan cepat, menyebabkan lonjakan kasus yang signifikan di wilayah China bagian utara.
Human Metapneumovirus (HMPV) adalah virus yang menyerang sistem pernapasan bagian atas, tetapi terkadang juga dapat menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan bawah. HMPV lebih umum ditemukan pada musim dingin dan musim semi. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China (CCDC) melaporkan bahwa HMPV telah berkontribusi terhadap infeksi pernapasan pada musim dingin ini. Mereka juga telah menetapkan protokol pelaporan dan verifikasi laboratorium untuk mengidentifikasi kasus-kasus ini.
Namun, perlu dicatat bahwa HMPV bukanlah virus baru. Virus ini sudah ada sejak beberapa dekade yang lalu.
Di Indonesia, menurut juru bicara Kementerian Kesehatan, Widyawati, hingga saat ini belum ada laporan mengenai infeksi HMPV yang menyebar seperti di China. Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Widyawati menekankan bahwa terjadinya kasus influenza dan HMPV hanya terjadi di China. Indonesia sendiri pernah mengalami kasus influenza tipe A varian H5N1 antara tahun 2005 hingga 2017, tetapi sejak tahun 2018 tidak ada kasus baru pada manusia. Untuk varian H5N6 dan H9N2, meskipun ada laporan kasus di China, kedua varian ini belum pernah dilaporkan di Indonesia.
Baca juga artikel tentang https://warstek.com/terobosan-terbaru-dalam-perang-melawan-covid-19-desain-protein-baru-untuk-menghambat-virus/
REFERENSI:
Cheng, Allen. 2025. An Obscure Virus Is Spreading in China. It’s Not Cause for Alarm. Real Clear Science: https://www.realclearscience.com/articles/2025/01/08/an_obscure_virus_is_spreading_in_china_its_not_cause_for_alarm_1083193.html
Murphy, Flynn. 2025. Fact check: Human metapneumovirus in China. bmj 388.
Shao, Yongheng dkk. 2025. Karakterisasi Teschoviruses 5 yang sangat patogen pada babi yang muncul di Cina Barat. Virologi, 110398.
Wabah Virus HMPV Merebak di China, Kemenkes Imbau Publik untuk Waspada. Kemenkes RI: https://kemkes.go.id/id/Wabah-Virus-HMPV-Merebak-di-China,%20Kemenkes-Imbau-Publik-untuk-Waspada