Belakangan ini, pemerintah sedang gencar-gencarnya melakukan rapid test yang bertujuan untuk mendeteksi penyebaran virus korona (SARS-CoV-2) di suatu wilayah. Namun ternyata, fakta di lapangan mengungkapkan bahwa rapid test ada yang tidak akurat dan beberapa warga harus membayar untuk rapid test ini. Tahukah anda, ternyata banyak ilmuwan di luar sana yang mengukur penyebaran COVID-19 melalui cara yang lebih mudah dan efisien, yaitu melalui instalasi pengolahan air limbah.
Dilansir dari Nature, menganalisis air limbah sebenarnya telah dilakukan oleh peneliti untuk menganalisis keberadaan SARS-Cov 2. Tidak hanya itu, penyakit yang dapat keluar bersamaan dengan urine atau feses juga dapat dianalisis dengan cara ini[6].
Gertjan Medema, seorang ahli mikrobiologi di KWR Water Research Institute di Nieuwegein Belanda, mengungkapkan bahwa suatu instalasi pengolahan limbah dapat menampung air limbah dari sekitar satu juta penduduk, dimana hasilnya nantinya jauh lebih akurat. [6].
Namun ada satu kendala yang perlu diperhatikan, peneliti harus terlebih dahulu mengetahui berapa jumlah eksreksi viral load dalam satu wilayah. Viral load adalah kisaran jumlah partikel virus dan jumlah RNA HIV per 1 ml (1 cc) sampel darah. Selain itu perlu dilakukan pengujian berulang karena hasil analisis tidak hanya menunjukkan virus COVID-19, tapi juga virus yang tidak berbahaya[6].
Menurut Ana Maria de Roda Husman, seorang peneliti penyakit menular di Institut Nasional Belanda untuk Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan di Bilthoven, Langkah-langkah pengendalian infeksi, seperti social distancing, mungkin akan menekan pandemi saat ini, tetapi virus dapat kembali setelah langkah-langkah tersebut dicabut. Pengawasan air limbah rutin dapat digunakan sebagai alat peringatan dini non-invasif untuk memperingatkan masyarakat tentang infeksi COVID-19 yang baru . Lembaga dimana Ana berasal ini sebelumnya telah memantau pembuangan kotoran untuk mendeteksi wabah norovirus, bakteri yang kebal antibiotik, virus polio dan campak[3].
Kelompok de Roda Husman mendeteksi jejak SARS-CoV-2 dalam air limbah di Bandara Schiphol di Tilburg hanya dalam empat hari setelah Belanda mengkonfirmasi kasus COVID-19 pertamanya menggunakan uji klinis. Para peneliti sekarang berencana untuk memperluas pengambilan sampel ke ibukota semua 12 provinsi di Belanda dan 12 situs lain yang belum memiliki kasus yang dikonfirmasi[6]. Wah, semoga cara ini bisa diterapkan di Indonesia.
Sumber :
[1] Boyle, Louise .2020.” Can testing the sewers sound the alarm ahead of a coronavirus outbreak?”. Diakses tanggal 5 April 2020 di :https://www.independent.co.uk/environment/coronavirus-virus-sewage-feces-sewers-a9444501.html
[2] Cranfield University.2020 .” Wastewater test could provide early warning of COVID-19”. Diakses tanggal 5 April 2020 di :https://www.cranfield.ac.uk/press/news-2020/wastewater-test-could-provide-early-warning-of-covid-19
[3] de Roda Husman, Ana Maria. 2020. “SARS-CoV-2 in wastewater: potential health risk, but also data source”. The Lancet.
[4] Jason Gale. 2020. “Dutch Scientists Find a Novel Coronavirus Early-Warning Signal”. Diakses tanggal 2 5 April 2020 di :https://www.bloomberg.com/news/articles/2020-03-31/coronavirus-in-sewage-portended-covid-19-outbreak-in-dutch-city
[5] Kang Mao. 2020. “Can a Paper-Based Device Trace COVID-19 Sources with Wastewater-Based Epidemiology?” Environmental Science & Technology.
[6] Mallapaty, Smirity. 2020. “How sewage could reveal true scale of coronavirus outbreak”. Diakses tanggal 5 April 2020 di :https://www.nature.com/articles/d41586-020-00973-x
Terimakasih untuk artikelnya yang sangat informatif. Saya juga ada artikel terkait “foodborne virus”, apakah berhubungan dengan covid-19 juga? Silahkan kunjungi https://warstek.com/2020/05/28/apa-itu-foodborne-virus/
Terimakasih. Semoga bermanfaat 🙂