Ditulis oleh Anton Sugiarto
Ada tiga sektor vital yang berperan bagi Masyarakat dan saat ini ketersediaannya semakin langka yaitu : pangan, air bersih dan Energi. Kelangkaan sumber energi fosil seperti batu bara, minyak bumi dan gas alam disebabkan karena tidak dapat diperbaharui, dan eksplorasi off shore berbiaya sangat besar berbanding terbalik dengan demand terhadap energi yang terus meningkat. Sebagai alternatifnya dapat dioptimalkan Energi terbarukan yang berasal dari proses alam yang berkelanjutan meliputi, sinar cahaya matahari, panas bumi, angin, air, gas hidrogen, dan biomassa.
Energi panas bumi (Geothernal) di Indonesia mendapat urutan nomor tiga di dunia setelah Amerika dan Jepang dalam pemanfaatan Geothermal setelah Amerika dan Filipina. Dengan potensi sebesar 28.000 MW mewakili 40% dari total potensi panas bumi dunia.
Sebagian besar dari sumber Energi hydropower berada di luar Jawa-Bali dan terkonsentrasi di daerah yang masih memiliki permintaan Energi rendah dan tingkat elektrifikasi rendah, termasuk Sumatera, Sulawesi, Papua dan Kalimantan Timur. Proyek pembangkit listrik tenaga air berbasis waduk yang lebih besar, sangat sesuai untuk memasok Energi di daerah dengan permintaan energi tinggi seperti di Jawa, sementara proyek pembangkit listrik tenaga air kecil akan sesuai untuk provinsi-provinsi di wilayah pedesaan dan timur Indonesia.
Sebagian besar wilayah Indonesia terletak dekat dengan khatulistiwa dengan intensitas sinar matahari maksimal sepanjang tahun. Insolasi harian rata-rata berkisar antara 4,5 sampai 5,1 kWh/m2, menunjukkan potensi matahari yang baik, terutama cocok untuk pulau-pulau terpencil dan masyarakat dengan koneksi terbatas atau tidak ada. Pengembangan energi surya di Indonesia sesuai untuk skala mini untuk penerangan dan keperluan termal.
Ada dua jenis ladang angin yaitu di daratan (lahan pertanian) dan di lepas pantai. Garis pantai di Indonesia pun merupakan garis pantai terpanjang di dunia yaitu mencapai 8,079.1 Km. Data kecepatan angin rata-rata di seluruh Indonesia kira-kira 3 meter per detik dengan kecepatan tersebut cukup untuk menggerakkan turbin kincir.
Indonesia memiliki potensi yang signifikan untuk menghasilkan energi biomassa dari residu pertanian termasuk sekam padi, ampas tebu, karet dan terutama kelapa sawit. Sekitar 150 juta ton biomassa diproduksi di Indonesia per tahun, setara dengan 470 gigajoule (GJ) energi. Meskipun memiliki potensi tersebut, hanya 61 MW pembangkit listrik berbasis biomassa yang beroperasi pada Februari 2012.
Data Majalah SWA tanggal 30 Maret s/d 12 April 2017 artikel Selamat Datang Peluang Energi Terbarukan (Diambil dari Data di direktorat jenderal energi baru terbarukan dan konservasi energy)
Total kapasitas terpasang Pembangkit listrik mencapai 59,656 MW sedangkan sebesar 8,8 GW (12%) berasal dari Energi terbarukan. Ada beberapa sumber energi yang pengelolaannya masih sangat minimal seperti PLTSa (Sampah), PLT yang memamfaatkan lautan/samudera dan PLTN (Nuklir).
Data tahun 2013 menunjukkan bahwa ada 378 TPA yang beroperasi diseluruh Indonesia yang terdiri dari 81% TPA terbuka, 16% TPA terkendali dan sisanya (3%) berupa sanitary landfill. Sebagai contoh PLTSa Bantar Gebang mengelola sampah 2000 Ton/Hari sedangkan jumlah sampah dari Jakarta yang masuk mencapai lebih dari 7,000 Ton/Hari dengan teknologi sanitary landfill (Biogas) sekitar 4 MW (dari 12-16 MW) sudah dipasok ke PLN. Sedangkan TPA di Indonesia diperkirakan mengeluarkan gas metana (komponen utama biogas) mencapai 1.581,74 ton per tahun (Mediana dan Gamse, 2010).
Indonesia negera dengan 2/3 Â lautan belum memanfaatkan potensi lautan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) padahal sudah banyak penelitian seputar pemanfaatan arus laut, pasang surut, Ocean Thermal Energy Convertion dll. Beberapa negara yang sudah menggunakan energi ini untuk keperluan pembakit listrik yaitu Norwegia di negara Skandinavia dekat dengan Baltik.
Indonesia memiliki sumber daya bahan baku pembangkit nuklir, yakni uranium (78,000 ton) dan Thorium (210.000 – 270.000 ton), yang belum dieksplorasi untuk kebutuhan pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir. Kemenristekdikti bersama Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) terus melakukan riset dan pengembangan pemanfaatan tenaga nuklir sebagai penghasil energi, pengobatan atau kesehatan, makanan, bahkan meneliti lahan yang cocok untuk membangun reaktor.
Potensi dari riset terhadap energi terbarukan antara lain dalam rangka memaksimalkan konversi PLT yang tersedia maupun temuan baru terhadap proses mendapatkan Energi. Di Luar Negeri Spin-off Energi Hijau dan Terbarukan yang terlahir dari riset akademik yang dilakukan di universitas atau lembaga riset sebelum perusahaan terbentuk. Dalam bidang energi hijau dan terbarukan, sudah banyak Spin-off mendapatkan pendanaan besar dari investor dan peningkatan valuation perusahaan. Sebagai contoh ada 4 (empat) university spin-off energi terbarukan yaitu.
SolarBiocells, Spin-off dari University of Calgary, di Kanada berawal dari penelitian menangkap dan mengkonversi karbon dioksida menjadi biomassa, kemudian Spin-off ini mengkultur mikroorganisme dalam bioreaktor yang secara alami memproses energi surya dan mengambil karbon dioksida dari atmosfer untuk memproduksi biomassa. Metode yang dikembangkan oleh Sharp dan Strous mampu mengurangi biaya operasional dan investasi sebanyak lebih dari sepuluh kali lipat dibandingkan metode konvensional.
Spero Energy, Purdue University, USA mengembangkan proses yang dapat membebaskan lignin dari cellulose yang terkandung dalam wood biomass dan sampah dan mengkonversinya dengan katalis menjadi produk kimia bernilai tinggi (high value chemicals / HCVs) yang dapat dimanfaatkan oleh industri parfum dan obat-obatan. Cellulose dari wood biomass dan sampah yang telah diambil lignin-nya juga dapat dikonversi dengan lebih mudah menjadi biofuels seperti ethanol. Teknologi delignification ini telah menyederhanakan proses produksi HCVs dan biofuels secara signifikan dan akhirnya melatarbelakangi pendirian Spero Energy.
Physee, Penelitian yang dilakukan Mahasiswa Delft University of Technology, Belanda, membuat PowerWindow, yaitu sebuah sistem jendela dengan kaca yang dilapisi coating khusus, photovoltaic solar cell strips dipasang untuk mengkonversi cahaya yang terkumpul menjadi listrik. Keunggulan utama teknologi ini adalah fungsi dan estetika jendela tidak dikorbankan oleh pemasangan solar cell karena jumlah solar cell yang dibutuhkan per satuan luas kaca jendela dapat dikurangi secara drastis (sekitar 100 kali lipat) dengan adanya solar cell strips di tepi jendela.
Gelion, Penelitian profesor dari University of Sydney, Australia yang memfokuskan pada teknologi baterai yang menggunakan nano-structured gel. Penggunaan nano-structured gel pada baterai dapat mengungguli teknologi lithium ion yang sudah sering digunakan sekarang ini dalam hal kecepatan charging, ukuran, keselamatan, daya tahan, dan harga. Karena berbasis gel, baterai ini juga lentur sehingga dapat dimanfaatkan untuk menyimpan energi listrik dari panel surya yang dipasang di perumahan, di mana baterai tersebut dimasukkan dalam struktur dinding rumah.