Risetkita.id – Di era internet of things (IoT) seperti saat ini, keberlangsungan hidup suatu perusahaan tergantung pada kemampuannya untuk berinovasi. Terdapat sederet nama perusahaan terkenal dunia yang bangkrut bahkan musnah karena tidak mengindahkan “inovasi”, seperti Kodak, Nokia, Yahoo, Friendster, Motorola, dan lain sebagainya [1]. Ciri-ciri perusahaan yang belum bisa mengelola inovasi strategis ada 2 yaitu tidak memiliki grand design inovasi yang dapat mentargetkan inovasi secara jelas, dan belum memiliki sistem yang mengintegrasikan inovasi dari semua struktur dalam perusahaan.
Era IoT dengan ciri utama menghubungkan segalanya dalam jaringan internet juga membuka jalan dimana ekspektasi pasar, tekanan kompetitif global, dan laju perubahan struktural menjadi semakin besar dari sebelumnya. Hal tersebut tentu saja menuntut perusahaan untuk terus melakukan strategi baru yang dapat menghasilkan banyak inovasi, berinovasi atau mati. Walaupun demikian, meskipun investasi pada inovasi memiliki tujuan yang lebih besar untuk mengelola inovasi seluruh struktur dalam perusahaan dan bertahan hidup, kenyataan dilapangan berbicara bahwa ROI (Return of Investment) untuk inovasi masih bernilai rendah [2].Investasi untuk inovasi dapat dikelompokkan dalam 3 kategori[2], yakni:
- Inovasi untuk mengoptimalkan produk yang ada dan market saat ini yakni sesuai dengan core bisnis perusahaan (core).
- Inovasi untuk memperluas kesempatan pada lini bisnis yang masih berhubungan dengan core bisnis perusahaan (adjacent opportunities).
- Inovasi untuk menciptakan terobosan guna menemukan sesuatu hal potensial yang dibutuhkan pasar walaupun saat ini permintaannya belum ada (transformational territory). Inovasi transformasional yang berhasil biasa disebut breakthrough atau disruptive.
Tabel Innovation Ambition Matrix [2]Analisis investasi dan ROI pada inovasi mengungkapkan dua temuan yang menarik, yakni
- Suatu perusahaan yang mengungguli perusahaan sejenis mereka cenderung mengalokasikan investasi dalam rasio tertentu, yakni 70% untuk investasi aman di core bisnis, 20% dalam ruang yang masih memiliki relevasi pada core bisnis, dan 10% pada inovasi transformasional yang berisiko tinggi.
- Rasio berbanding terbalik terjadi untuk ROI dimana keberhasilan pada investasi transformasional berdampak pada ROI yang lebih besar. Inovasi transformasional sangat penting untuk keberlangsungan bisnis suatu perusahaan, dan perusahaan harus menyadari bahwa mereka menuntut pendekatan manajemen yang unik seperti:
- Talent dalam perusahaan harus mencakup multi disiplin ilmu dan mampu menangani data ambigu.
- Tim harus terpisah dari operasional perusahaan sehari-hari.
- Pendanaan harus datang dari luar siklus anggaran normal.
- Manajemen harus fokus pada pengembangan yang kontinyu daripada mengembangkan banyak ide yang terlihat menjanjikan.
- Dibuatnya mekanisme pengukuran keberhasilan untuk prestasi non finansial
Target perusahaan yang berbeda, maka alokasi investasi inovasinya juga berbeda. Sebagai contoh sebuah perusahaan tertinggal dapat mengejar ketertinggalannya melalui investasi beresiko tinggi di inovasi transformasional. Hal tersebut dilakukan dengan harapan untuk menciptakan produk yang benar-benar disruptive atau layanan yang secara dramatis akan mengubah kurva pertumbuhan perusahaan. Seperti Apple yang berjuang membuat keputusan ini pada akhir tahun 1990, secara berani mengembangkan bisnisnya pada inisiatif yang sangat beresiko seperti platform iTunes. [Anton Sugiarto]
Referensi:
- “Selain Yahoo, Ini Lima Perusahaan Besar yang Kini Bangkrut” [Dalam Jaringan] tersedia di: https://www.cekaja.com/info/selain-yahoo-ini-lima-perusahaan-besar-yang-kini-bangkrut/ (diakses pada: Rabu 25 Januari 2017)
- Nagji, Bansi dan Geoff Tuff. “Managing Your Innovation Portfolio.” Harvard Business Review 90, no. 5 (2012): 66–74.