Perangkap Digital: Hasil Riset ungkap Bagaimana Kecanduan Media Sosial Dapat Merusak Kesehatan Mental dan Prestasi Akademik

Penelitian yang berjudul “Social Media Addiction: Its Impact, Mediation, and Intervention” yang dipublikasikan di Cyberpsychology: Journal of Psychosocial Research on Cyberspace mengungkapkan bahwa kecanduan media sosial dapat memengaruhi kesehatan mental dan prestasi akademik mahasiswa secara signifikan.

Di era media sosial, tetap terhubung dengan teman, berbagi foto, dan mengikuti tren terkini tampak seperti kegiatan yang biasa. Namun, di balik pengalaman digital tersebut, ada kekhawatiran yang semakin besar—kecanduan media sosial. Hal ini bukan sekadar tentang menghabiskan terlalu banyak waktu di Instagram atau TikTok; ini tentang kebutuhan kompulsif yang mengganggu kehidupan sehari-hari dan berdampak negatif pada kesehatan mental dan prestasi akademik. Kebutuhan kompulsif sendiri adalah dorongan kuat yang sulit dikendalikan untuk melakukan suatu tindakan secara berulang-ulang, meskipun individu menyadari bahwa tindakan tersebut bisa berdampak negatif pada kehidupannya, seperti keinginan untuk terus menghabiskan waktu dengan mengecek story WhatsApp teman.

Penelitian yang berjudul “Social Media Addiction: Its Impact, Mediation, and Intervention” yang dipublikasikan di Cyberpsychology: Journal of Psychosocial Research on Cyberspace mengungkapkan bahwa kecanduan media sosial dapat memengaruhi kesehatan mental dan prestasi akademik mahasiswa secara signifikan.

Apa itu Kecanduan Media Sosial?

Kecanduan media sosial terjadi ketika seseorang menggunakan platform seperti Facebook, Instagram, WhatsApp, X, Line, atau TikTok secara berlebihan hingga mengganggu area lain dalam hidup mereka. Area lain yang dimaksud adalah hubungan sosial, di mana interaksi tatap muka dengan keluarga dan teman berkurang; kesehatan mental seperti meningkatnya kecemasan, stres, dan depresi; produktivitas dan kinerja akademik atau pekerjaan yang menurun karena sulitnya fokus; kesehatan fisik termasuk gangguan tidur dan kelelahan akibat terlalu lama di depan layar; serta keuangan di mana pengeluaran berlebihan dapat terjadi akibat dorongan mengikuti tren atau membeli produk yang dipromosikan di media sosial. Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 12% pengguna media sosial mengalami perilaku mirip kecanduan. Masalahnya bukan hanya pada berapa banyak waktu yang dihabiskan online, tetapi pada sifat kompulsifnya, di mana orang merasa dorongan yang kuat untuk terus menggulir, menyukai, dan berkomentar, bahkan ketika hal itu berdampak negatif pada kesehatan mental dan fisik mereka.

Hubungan dengan Kesehatan Mental

Hou dan rekan-rekannya melakukan dua studi untuk meneliti kecanduan media sosial dan dampaknya terhadap kesehatan mental serta prestasi akademik di kalangan mahasiswa. Study 1 difokuskan pada analisis hubungan antara kecanduan media sosial, kesehatan mental, dan prestasi akademik, dengan mengeksplorasi peran harga diri sebagai mediator dalam hubungan tersebut. Dalam penelitian ini, mereka melibatkan 232 mahasiswa yang mengisi kuesioner terkait kecanduan media sosial dan kondisi mental mereka. Sementara itu, Study 2 bertujuan untuk menguji efektivitas suatu intervensi yang dirancang untuk membantu mahasiswa mengelola kecanduan media sosial mereka. Dalam studi ini, 38 mahasiswa yang memenuhi kriteria kecanduan media sosial berpartisipasi dalam program intervensi dua tahap yang mencakup teknik rekonstruksi kognitif dan penggunaan kartu pengingat harian.

Temuan menarik dari studi Hou dan rekan-rekannya (2019) menunjukkan bahwa kecanduan media sosial memiliki konsekuensi serius pada kesehatan mental, terutama di kalangan mahasiswa. Semakin kecanduan seseorang terhadap sosial media, semakin besar kemungkinan mereka mengalami kecemasan, depresi, dan rendahnya harga diri. Dinyatakan dalam artikelnya sebagai berikut:

“Many studies on social media usage and mental health have shown that the prolonged use of social media is positively associated with mental health problems such as stress, anxiety, and depression and negatively associated with long-term well-being”

Hal ini wajar karena media sosial sering kali menjadi tempat perbandingan sosial—pengguna cenderung membandingkan hidup mereka dengan kehidupan orang lain yang tampaknya sempurna, yang pada akhirnya memicu perasaan tidak memadai dan ketidakbahagiaan. Studi ini juga mengungkapkan bahwa harga diri memainkan peran penting dalam siklus ini. Ketika mahasiswa terus-menerus melihat versi ideal kehidupan teman-teman mereka di dunia maya, rasa harga diri mereka dapat menurun. Seiring waktu, harga diri yang rendah ini semakin memperburuk kesehatan mental, menciptakan lingkaran setan di mana penggunaan media sosial yang lebih besar menyebabkan kesehatan mental yang lebih buruk, dan kesehatan mental yang buruk mendorong lebih banyak penggunaan media sosial.

Prestasi Akademik dalam Bahaya

Bukan hanya kesehatan mental yang dipertaruhkan. Kecanduan media sosial juga dapat merusak prestasi akademik. Menurut studi tersebut, mahasiswa yang lebih kecanduan media sosial cenderung memiliki prestasi akademik yang lebih buruk. Alasannya? Gangguan dari media sosial mengganggu konsentrasi dan manajemen waktu, sehingga lebih sulit untuk fokus belajar.

Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa mahasiswa yang mengalami kecanduan media sosial memiliki rata-rata nilai akademik sekitar 3,26 pada skala 1 hingga 5, sedangkan mahasiswa yang tidak mengalami kecanduan media sosial memiliki rata-rata nilai yang lebih tinggi, yaitu sekitar 3,89. Penurunan prestasi ini berkorelasi dengan waktu yang dihabiskan di platform media sosial; mahasiswa yang menghabiskan lebih dari tiga jam sehari di media sosial melaporkan kesulitan dalam menyelesaikan tugas dan menghadapi ujian, mengakibatkan mereka mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran.

Selain itu, kecanduan media sosial dapat mengurangi waktu belajar yang efektif. Mahasiswa yang lebih kecanduan menghabiskan lebih sedikit waktu untuk belajar, dengan rata-rata hanya 4 jam belajar efektif dalam seminggu, dibandingkan dengan 12 jam untuk mereka yang tidak kecanduan. Akibatnya, tingkat kecanduan yang lebih tinggi juga dikaitkan dengan penurunan motivasi belajar dan ketidakmampuan untuk mengatur waktu secara efektif, yang pada akhirnya berdampak negatif pada kinerja akademik mereka. Penelitian ini menegaskan perlunya kesadaran dan strategi untuk mengelola penggunaan media sosial guna menjaga kesehatan mental dan prestasi akademik mahasiswa.

Menariknya, meskipun banyak mahasiswa menggunakan media sosial untuk tujuan akademik, seperti bergabung dalam kelompok belajar atau berdiskusi tentang tugas, dampak negatif dari penggunaan media sosial untuk hal-hal non-akademik jauh lebih besar. Multitasking antara media sosial dan belajar terbukti mengurangi efisiensi belajar, karena mahasiswa yang sering beralih antara aplikasi cenderung menyerap lebih sedikit informasi.

Bisakah Kita Lepas dari Jeratnya?

Dalam Study 2, tim peneliti menguji intervensi yang dirancang khusus untuk mengurangi kecanduan media sosial. Intervensi ini terdiri dari dua tahapan utama. 

Tahap pertama adalah rekonstruksi kognitif yang memakan waktu sekitar 30 menit. Peserta diminta merenungkan kebiasaan penggunaan media sosial mereka dengan menjawab beberapa pertanyaan, seperti berapa banyak waktu yang mereka habiskan untuk media sosial setiap hari dan minggu, hal-hal bermanfaat lain yang bisa mereka lakukan dengan waktu tersebut, serta manfaat dari mengurangi penggunaan media sosial. Mereka juga menuliskan lima keuntungan mengurangi penggunaan media sosial dan lima kerugian dari penggunaan yang berlebihan pada kartu pengingat yang kemudian digunakan sebagai latar kunci pada ponsel mereka.

Berikut adalah contohnya:

Berapa banyak waktu yang Anda habiskan untuk media sosial setiap hari?

  • Contoh jawaban: “Saya menghabiskan sekitar 4 jam sehari di media sosial.”

Apa saja aktivitas lain yang bisa Anda lakukan dengan waktu tersebut?

  • Contoh jawaban: “Saya bisa membaca buku, berolahraga, atau mengerjakan tugas kuliah.”

Apa manfaat dari mengurangi penggunaan media sosial?

  • Contoh jawaban: “Saya bisa lebih fokus pada studi saya, merasa lebih tenang, dan memiliki lebih banyak waktu untuk bersosialisasi dengan teman secara langsung.”

Mengapa Anda menggunakan media sosial? Apa tujuan Anda?

  • Contoh jawaban: “Saya menggunakan media sosial untuk terhubung dengan teman-teman, mendapatkan berita terkini, dan mengikuti tren.”

Apa dampak negatif dari penggunaan media sosial yang berlebihan dalam hidup Anda?

  • Contoh jawaban: “Saya sering merasa cemas dan kurang percaya diri setelah melihat postingan orang lain, dan ini mengganggu waktu belajar saya.”
  • Pro dari Mengurangi Penggunaan Media Sosial:
    • Lebih banyak waktu untuk belajar.
    • Meningkatkan kualitas tidur.
    • Meningkatkan hubungan interpersonal di dunia nyata.
    • Mengurangi kecemasan dan depresi.
  • Kontra dari Penggunaan Media Sosial yang Berlebihan:
    • Gangguan konsentrasi saat belajar.
    • Perasaan cemas dan rendah diri.
    • Waktu yang terbuang tanpa hasil yang berarti.
    • Mengurangi interaksi sosial secara langsung.

Tahap kedua berlangsung selama satu minggu di mana peserta diminta melakukan refleksi harian. Setiap malam sebelum tidur, peserta merekam pemikiran, emosi, dan perilaku mereka terkait penggunaan media sosial hari itu, serta strategi untuk mengurangi penggunaan keesokan harinya. Peserta juga diminta melaporkan kondisi emosional dan keterlibatan belajar mereka sepanjang hari. Untuk memastikan kepatuhan, pengingat harian dikirimkan kepada peserta, dan mereka diminta mengirimkan foto catatan refleksi harian mereka kepada peneliti. Intervensi ini menunjukkan hasil yang efektif dalam mengurangi kecanduan media sosial, meningkatkan kualitas tidur, kesehatan mental, dan kinerja akademik​

Hanya dalam waktu satu minggu, mahasiswa yang mengikuti intervensi menunjukkan peningkatan luar biasa—mereka tidak hanya mengurangi penggunaan media sosial, tetapi juga mengalami perbaikan dalam kesehatan mental dan prestasi akademik mereka. Hal ini menunjukkan bahwa langkah-langkah sederhana seperti menyadari kebiasaan penggunaan media sosial kita dapat memberikan dampak positif yang signifikan.

Penutup

Media sosial memang telah merevolusi cara kita berhubungan dengan dunia, tetapi sifatnya yang adiktif dapat menimbulkan masalah serius. Penelitian yang dipublikasikan di Cyberpsychology: Journal of Psychosocial Research on Cyberspace oleh Hou dan rekan-rekannya menyoroti pentingnya mengenali tanda-tanda kecanduan media sosial dan mengambil langkah-langkah untuk menguranginya. Baik untuk kesejahteraan mental maupun kesuksesan akademik, melepaskan diri dari perangkap digital ini sangat penting untuk menjalani hidup yang lebih sehat dan bahagia.

Referensi

Hou, Y., Xiong, D., Jiang, T., Song, L., & Wang, Q. (2019). Social media addiction: Its impact, mediation, and intervention. Cyberpsychology: Journal of psychosocial research on cyberspace13(1).

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top