Depresi merupakan salah satu gangguan kesehatan yang mudah menyerang manusia dari berbagai rentang umur, usia dan gender. Kondisi medis ini berwujud perasaan sedih, namun berdampak negatif terhadap pikiran manusia sehingga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Menurut KBBI, depresi adalah gangguan jiwa pada seseorang yang ditandai dengan perasaan yang merosot (seperti muram, sedih, perasaan tertekan Depresi sangat mempengaruhi kemampuan berpikir dan kemampuan lainnya, di antaranya kemampuan berkonsentrasi, nafsu makan, dan juga berpengaruh pada jam tidur.
Depresi dan kesedihan adalah dua hal yang berbeda. Depresi dirasakan setiap hari dan berlangsung selama atau lebih dari dua minggu. Depresi mengganggu produktivitas hidup penderitanya, karena depresi dapat menyebabkan kinerja turun dalam karir, peran dalam keluarga, atau bahkan menyebabkan penderitanya kehilangan minat pada hal-hal yang disukai.
Terdapat banyak faktor penyebab depresi. Trauma masa lalu, penyalahgunaan obat-obatan terlarang serta minuman beralkohol, efek samping penggunaan obat, dan beberapa penyakit juga berpotensi menyebabkan depresi. Gangguan depresi menjadi perhatian di berbagai negara, sehingga diterapkan beberapa kebijakan kesehatan masyarakat untuk menangani khusus depresi seperti konseling dan pengobatan khusus. Orang dengan gejala depresi sangat disarankan untuk segera mencari pertolongan dengan mengunjungi psikiater yang berada di jangkauan wilayah masing-masing.
Emosi yang tidak tersalurkan melalui tutur kata juga dapat menumpuk dan menimbulkan stres pada diri manusia. Dalam beberapa kasus, penderita depresi memerlukan teman untuk sekedar mencurahkan emosinya dan mendengarkan dengan baik mengenai keadannya.
Potensi depresi dapat dikurangi dengan mengenal emosi diri masing-masing, salah satunya dengan menulis. Dalam penelitian yang dilakukan oleh tim National Center for Biotechnology Information, U.S. National Library of Medicine, Amerika Serikat, di antara empat puluh orang yang didiagnosis menderita gangguan depresi berat (Major Depressive Disorder, disingkat MDD) diuji dengan beberapa kuisioner dan menjalani waktu menulis sepanjang dua puluh menit ketika menginjak hari kedua hingga keempat. Dalam penelitian ini, peserta diminta untuk menuliskan pemikiran mengenai hal yang terjadi, perasaan mereka serta cara mereka mengatur keseharian mereka. Secara singkat, peneliti menerapkan aktivitas menulis dapat mengurangi depresi para peserta. Hasil penelitian ini diterbitkan di Journal of Affective Disorders.
Hasil signifikan menunjukkan bahwa penderita depresi berat dalam penelitian tersebut mengalami penurunan tingkat depresi yang mereka alami. Menulis, terutama menulis ekspresif dalam penelitian ini, berkontribusi mengurangi tumpukan emosi dan stres yang dialami oleh penderita depresi, sehingga mereka dapat menata tindakan yang mereka lakukan untuk melanjutkan aktivitas sehari-hari mereka. Menulis juga telah saran psikiater sebagai media alternatif untuk mengurangi diagnosis depresi bagi pasien.
Salah satu contoh menulis untuk melampiaskan emosi ini adalah pada latihan yang disebut “Cognitive Writing“, yaitu latihan menulis untuk mengenali emosi. Menulis dalam hal ini tidak hanya sekedar meluapkan emosi, tetapi juga mengenali berbagai prasangka negatif untuk mengatasi kecemasan dalam diri penulis. Salah satu contoh tulisan tersebut adalah sebagai berikut:
Depresiku sangat buruk sampai aku tidak bisa bergaul dengan orang lain. Akan tetapi, aku harus menelepon temanku. Temanku akan berpikir bahwa aku adalah teman yang jahat karena tidak menjawab panggilannya. Aku sangat malas dan lemah karena bahkan tidak bisa menelepon temanku.
Contoh tulisan Cognitive Writing
Cognitive Writing ini mempunyai beberapa unsur untuk menyaring emosi yang tertuang. Yang pertama, keyakinan irasional yang ditandai dengan kata “harus”. Penderita tidak bisa memutuskan, menelepon teman adalah hal yang merupakan sebuah keharusan atau keinginan. Berikutnya, adalah pelabelan terhadap diri sendiri. Kata-kata “Aku jahat, lemah, malas” adalah pelabelan sendiri terkait dengan depresi yang dideritanya. Penderita merasa tidak berguna dengan memvonis diri sendiri dengan label negatif. Selain itu, pemikiran negatif yang sering timbul ke dalam diri sendiri juga direfleksikan dengan pemikiran yang seolah-olah membaca pikiran orang lain (“temanku akan berpikir bahwa…”). Penderita akan percaya bahwa orang lain akan berpikiran negatif sama seperti dirinya. Dengan mengenali ketiga unsur kecil ini, diharapkan penderita depresi dapat lebih mengenali pemikirannya sehingga cara ini dapat membantu mengurangi kecemasan pada diri penderita.
Beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa menulis juga memiliki dampak yang signifikan dalam mengurangi depresi dan meningkatkan kesehatan mental. Sebuah studi yang diterbitkan di jurnal JMIR mental health menunjukkan bahwa menulis ekspresif cukup efektif dalam meningkatkan kesehatan mental, dengan penurunan 44% pada gejala depresi selama 6 bulan pada peserta. Studi lain menunjukkan bahwa menulis tentang pengalaman negatif dapat membantu individu mengatasinya dan berkonsentrasi pada hal positif, sehingga mengurangi dampak gejala depresi. Selain itu, menulis ekspresif telah dikaitkan dengan peningkatan ketahanan dan penurunan gejala depresi, stres yang dirasakan, dan kecemasan. Temuan ini menunjukkan bahwa menulis, terutama menulis ekspresif, dapat menjadi aksi dan tindakan yang hemat biaya dan mudah diakses untuk membantu mengelola dan mengurangi gejala depresi.
Bagi Anda yang perlu aktivitas untuk meminimalisir stres, menulis dapat dilakukan sebagai sarana penyaluran emosi untuk lebih mengenali diri sendiri. Anda dapat menulis di selembar kertas atau buku, kemudian menuliskan pemikiran Anda mengenai hal-hal yang terjadi pada diri Anda. Apabila sudah terbiasa menulis, Anda juga bisa mempublikasikan tulisan Anda dalam bentuk posting blog, atau bahkan buku. Selain sebagai sarana mengenali diri sendiri, menulis juga dapat membuat Anda produktif dan menghasilkan karya. Selamat mencoba!
Referensi:
- Ackerman, Courtney. 2018. 83 Benefits of Journaling for Depression, Anxiety, and Stress. PositivePsychology.com. Tautan: 5 Benefits of Journaling for Mental Health (positivepsychology.com). Diakses tanggal 29 Desember 2023.
- Krpan, Katherine M et al. “An everyday activity as a treatment for depression: the benefits of expressive writing for people diagnosed with major depressive disorder.” Journal of affective disorders vol. 150,3 (2013): 1148-51. doi:10.1016/j.jad.2013.05.065
- Smyth, J. M., Johnson, J. A., Auer, B. J., Lehman, E., Talamo, G., & Sciamanna, C. N. (2018). Online positive affect journaling in the improvement of mental distress and well-being in general medical patients with elevated anxiety symptoms: A preliminary randomized controlled trial. JMIR mental health, 5(4), e11290.
- Cognitive Diary Example, https://www.excelatlife.com/cbttraining/12.htm diakses pada 27 Januari 2024.
Alumni S1 Sastra Jepang Universitas Brawijaya Malang. Menulis tentang hal random mengenai kehidupan di dandangrusak.wordpress.com
Artikel yang bagus. Boleh berkunjung juga ke artikel yang satu frekuensi dengannya pada tautan berikut ini.
https://warstek.com/2020/05/28/self-improvement-dalam-berpikir-dan-belajar-layaknya-ahli/