Peneliti Ungkap Kemampuan Multitasking pada Hewan

Keadaan work from home ataupun study from home yang muncul sejak awal pandemi menggiring kita pada adaptasi kebiasaan baru. Salah […]

blank

Keadaan work from home ataupun study from home yang muncul sejak awal pandemi menggiring kita pada adaptasi kebiasaan baru. Salah satunya adalah tuntutan untuk mengerjakan banyak hal dalam satu waktu atau dikenal dengan istilah multitasking. pada hewan

Jika kita memasukkan kata kunci “multitasking” pada laman pencarian di internet, tentu kita akan menjumpai berbagai hal tentang keuntungan, kerugian, dampaknya terhadap kinerja otak hingga tips trik untuk menjadi seorang multitasker yang baik. Tentu ini tidaklah salah. Namun, apakah sobat warstek penasaran bagaimana mulitasking terjadi?  Sobat warstek juga harus tahu bahwa ternyata hewan  juga melakukan multitasking, lho . Yuk baca artikelnya sampai selesai!

Reaktivasi Memori

Sebagian orang menganggap kemampuan multitasking sebagai kemampuan luar biasa. Bisa mengerjakan banyak hal dalam satu waktu, tentu akan menyenangkan dan menghemat waktu kerja yang dibutuhkan. Namun, sebuah penelitian menunjukkan bahwa hanya 2% populasi masyarakat yang mampu melakukan kegiatan multitasking secara efisien [1].

Pada saat manusia melakukan satu tugas A (misalnya dengan satu tangan) maka akan mengurangi kinerja otak dalam melakukan tugas B (sebagai contoh mengerjakan sesuatu dengan tangan yang lainnya). Hal ini karena interferensi dari perintah tugas yang bersamaan menyebabkan adanya persaingan dalam otak untuk mendapatkan respon yang sama.

Pada dasarnya otak melakukan fungsinya segera setelah sebuah perintah diberikan. Sebuah penelitian oleh tim dari Tel Aviv University Israel meneliti konsep kerja otak dalam pengaktifan kembali (reaktivasi) memori yang ada untuk memunculkan jejak memori yang terdahulu. Pada awalnya, peneliti mengajak murid-murid sukarelawan untuk menekan papan tombol-tombol angka di layar komputer seakurat dan secepat mungkin menggunakan satu tangan.

Penelitian kemudian dilanjutkan pada hari kedua dimana para murid sudah mendapatkan informasi motorik tentang kegiatan menekan tombol tersebut di otak mereka. Gangguan motorik dilakukan dengan meminta mereka mengerjakan tugas lain tetapi dengan menggunakan satu tangan lainnya. Hasilnya menunjukkan bahwa dengan reaktivasi memori, subjek penelitian tersebut dapat mengerjakan dua hal sekaligus tanpa gangguan.

Berdasarkan penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa reaktivasi singkat dari suatu hal yang telah dipelajari dapat memungkinkan pengerjaan dua hal secara bersamaan apabila dilakukan dalam kondisi yang sesuai. Selain itu resistensi terhadap efek interferensi ini bersifat jangka panjang dan diamati dalam satu bulan [2].

“Kami menggunakan penemuan ini untuk menyelidiki mekanisme yang mungkin dapat diterapkan untuk stabilitas jangka panjang dan mengurangi hambatan-hambatan kerja” ujar Dr. Nitzan Censor dari TAU’s School of Physchological Sciences and Sagol School of Neuroscience, salah satu anggota tim peneliti ini [1].

 Multitasking pada Kelelawar

Siapa sangka bahwa sebagian hewan juga melakukan hal yang sama  seperti manusia, salah satunya adalah perilaku multitasking. Bahasan kali ini adalah tentang cara kelelawar untuk merespon sinyal navigasi sekaligus memahami apa yang disampaikan oleh kelelawar lain kepada mereka. Wah, penasaran kan?

Penelitian ini dilakukan oleh tim dari Georgetown University Medical Center. Kelelawar sendiri merupakan hewan yang sangat unik karena mampu menggunakan sonar biologis untuk mengidentifikasi alam sekitar. Kelelawar memancarkan gelombang  pada benda-benda atau objek di sekitarnya. Lalu gelombang tersebut akan memantul dan ditangkap kembali oleh indra pendengaran sang kelelawar. Hal ini mereka lakukan untuk menentukan arah terbang ataupun berburu mangsa [3]. Sistem ini kemudian dikenal dengan istilah kemampuan ekolokasi.

Lalu, bagaimana kelelawar melakukan multitasking? Eits, tenang dulu sobat, mari kita bahas.

Sekumpulan kelelawar akan saling berkomunikasi sesama temannya, seperti mengucapkan peringatan “hati-hati”, memberi perintah “mundur” atau sekedar mengucapkan “terima kasih”. Wah hebat sekali ya! Disaat yang sama, kelelawar juga tidak boleh kehilangan navigasinya sehingga mereka harus bisa merespon keduanya secara bersamaan.

Penelitian ini dilakukan di Universitas Washington dengan memasukkan kawat tungsten yang sangat halus (berukuran lebih tipis dari rambut manusia) ke dalam otak kelelawar yang masih terjaga untuk mengukur aktivitas sel-sel otak kelelawar. Kemudian diberikan sinyal ekolokasi dan suara digital suatu spesies tertentu. Hasilnya menunjukkan bahwa neuron korteks di sisi kanan merespon ekolokasi lebih baik daripada  suara komunikasi digital.

Jenis multitasking ini memang lebih mudah dilakukan pada kelelawar karena memiliki dua bagian sirkuit saraf dalam otaknya yang mempunyai spesialisasi yang berbeda. Namun, penelitian ini juga dapat menjadi dasar  pemahaman neurologis pemrosesan pembicaraan dan musik guna mengurangi defisit komunikasi pada anak-anak serta memperbaiki kerusakan pada area bicara misalnya pada penderita stroke [3].

Multitasking pada Merpati

Selain hewan nokturnal kelelawar, burung merpati yang biasa dipelihara manusia juga memiliki kemampuan multitasking. Bahkan dikabarkan bahwa merpati dalam melakukan banyak pekerjaan di waktu yang sama tanpa kehilangan akurasi.

Penelitian tentang hal ini dilakukan dengan objek berupa 14 ekor merpati yang ditempatkan dalam ruangan yang dilengkapi layar LCD. Layar itu berguna untuk menampilkan rangsangan visual berupa warna, orientasi garis, dan kisi. Merpati kemudian akan membuat respon terhadap rangsangan tersebut. Misalnya merpati akan mematuk tombol di kiri sebagai respon terhadap rangsangan pola horizontal dan akan mematuk tombol di sebelah kanan saat melihat pola vertikal [4].

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa merpati mempelajari respons yang tepat dengan  proses asosiatif mirip Pavlovian Conditioning, yakni proses pembelajaran melalui asosiasi stimulus dari lingkungan yang bersifat alamiah [5]. Hal ini karena sistem kerja otak merpati memang lebih sederhana, yakni hanya menganalisis apa yang mereka lihat dan mengulangi perilaku yang memberikan hasil terbaik dari yang telah dilakukan sebelumnya

Wah, ternyata memang menakjubkan sekali ya segala ciptaan Tuhan. Tidak hanya manusia, bahkan hewan-hewan pun dibekali kemampuan yang sama untuk bertahan hidup dan menjalani kehidupannya. Bagaimana sobat warstek, apakah tertarik untuk meneliti perilaku multitasking pada hewan lainnya? 

REFERENSI

[1] American Friends of Tel Aviv University. (2017). The brain mechanism behind multitasking: The brief reactivation of a learned memory can block interference from competing tasks. URL:  https://www.sciencedaily.com/releases/2017/06/170621125329.htm Diakses 2 Juni 2021

[2] Herszage, J., dan Censor, N.  (2017). Memory Reactivation Enables Long-Term Prevention of InterferenceCurrent Biology, 27 (10): 1529 DOI: 10.1016/j.cub.2017.04.025

[3] Georgetown University Medical Center. (2012). Bat brains parse sounds for multitasking. URL: https://www.sciencedaily.com/releases/2012/01/120103135504.htm Diakses 2 Juni 2021.

[4]  Association for Physichological Science. (2016). What Pigeons Can Teach Us About Multitasking.URL: https://www.psychologicalscience.org/news/minds-business/what-pigeons-can-teach-us-about-multitasking.html Diakses 2 Juni 2021

[5] Irawan, D. (2020). Teori Pavlov: Bisakah Mengubah Kebiasaan Buruk Seseorang?. URL: https://www.sehatq.com/artikel/teori-pavlov-bisakah-mengubah-kebiasaan-buruk-seseorang Diakses 2 Juni 2021

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Yuk Gabung di Komunitas Warung Sains Teknologi!

Ingin terus meningkatkan wawasan Anda terkait perkembangan dunia Sains dan Teknologi? Gabung dengan saluran WhatsApp Warung Sains Teknologi!

Yuk Gabung!

Di saluran tersebut, Anda akan mendapatkan update terkini Sains dan Teknologi, webinar bermanfaat terkait Sains dan Teknologi, dan berbagai informasi menarik lainnya.