Pada 10 Mei 2021 sisa core stage roket China Long March 5B jatuh di Samudera Hindia dekat dengan kepulauan Maldives setelah membuat heboh seluruh dunia. Uncontrolable re-entry ini memulai kehebohan sejak peluncurannya tanggal 29 April 2021. China meluncurkan roket yang membawa bagian dari proyek besar space station dimana sisa peluncuran tersebut dibiarkan begitu saja tanpa dikendalikan dan tanpa bisa diketahui pasti akan mendarat di mana [3].

Baca juga: Eksplorasi Luar Angkasa: Ketika Meninggalkan Bumi Memudahkan Kehidupan di Bumi
China sudah mulai membangun stasiun luar angkasa ini sejak tahun 2020. Dimana roket yang sama (Long March 5B) membawa bagian awal stasiun luar angkasa. Ironisnya, uncontrolable reentry sudah terjadi sejak itu. Yang berarti kejadian kemarin bukanlah pertama kali China “cuek” dengan sampah luar angkasa seberat 20 ton lebih miliknya.

Apa itu Uncontrolabe Re-entry dan Mengapa Bisa Berbahaya
Re-entry adalah kejadian ketika bagian roket, pesawat luar angkasa atau satelit yang sudah tidak berfungsi ‘dibuang’ dan masuk kembali ke atmosfer bumi. Sementara uncontrolable reentry adalah ketika yang seharusnya sampah diarahkan ke laut malah tidak terkontrol dan punya kemungkinan kecil menabrak permukiman atau daerah berpenghuni.
Untuk kejadian pertama tahun 2020 itu, tidak ada berita resmi dari pemerintah China. Namun berita lokal di Pantai Gading [1] memberitakan ada bagian roket yang jatuh menimpa rumah penduduk namun tidak menimbulkan korban jiwa. Bagian tesebut adalah pipa yang diyakini adalah pipa oksigen dari core stage roket. Perlu diketahui bahwa sepanjang sejarah belum ada uncontrolable re-entry yang memakan korban, jadi jangan panik ya! Termasuk untuk kejadian yang mungkin akan terjadi di masa yang akan datang.

Apa yang Membedakan Roket China dengan Roket Lain
Sederhananya, ketika roket sudah menghantarkan muatannya ke luar angkasa, pendorong akan menggunakan sisa bahan bakar untuk mengarahkan roket agar menghantam laut. Namun pada kasus roket China ini, pemerintah China lebih ke tidak peduli kemana roket akan menghantam. Bisa saja sisa roket ini menghantam Shanghai atau Beijing, dapat dibilang pemerintah China sedang melempar dadu (Namun akhirnya roket menghantam laut).
Kebanyakan kejadian ini (uncontrolable re-entry) adalah kegagalan misi peluncuran (launching accident) dan deorbit. Namun apa yang terjadi di roket China ini bukanlah bagian dari kedua itu. Melainkan sepenuhnya sadar dan memilih untuk tidak peduli.
Pada jaman perang dingin dekade lalu, Amerika Serikat meluncurkan stasiun luar angkasa Skylab yang bertahan di orbit selama 24 minggu sampai 1974. Rencana awalnya adalah men-deorbit laboratorium melayang ini menggunakan pesawat ulang alik (space shuttle). Namun pesawat ulang alik belum selesai dibangun sampai tahun 1981. Apa yang selanjutnya terjadi adalah partially uncontrolable re-entry terbesar sepanjang sejarah. Untuk perbandingan, roket Long March 5B memiliki massa 23 ton sementara bangkai Skylab memiliki massa 76 ton. Namun tidak ada kerugian yang timbul karena bongkahan raksasa ini menghantam barat Australia.

Contoh Skylab tadi adalah re-entry karena deorbit. Maksud deorbit adalah ketika suatu satelit atau stasiun luar angkasa memasuki masa pensiun (kemudian jatuh ke bumi) dan booster/pendorongnya akan menggunakan sisa bahan bakar untuk bermanuver menghindari daratan. Sementara contoh kegagalan peluncuran terjadi februari lalu dimana SpaceX gagal me-deorbit second stage roketnya Maret lalu. Bagian kecil roket tersebut (dengan berat lebih dari 1 ton) berakhir kembali ke bumi dengan membuat pemandangan hebat di langit Washington

Referensi:
[1] twitter.com/planet4589/status/1260222397350887425 diakses pada 11 Mei 2021.
[2] https://www.theverge.com/2021/3/26/22351956/oregon-washington-meteor-shower-explanation-spacex-falcon-9-rocket-debris diakses pada 11 Mei 2021.
[3] https://www.space.com/china-rocket-body-fall-implications diakses pada 11 Mei 2021.