November lalu jagad maya berisik dengan berita bahwa NASA memprediksi akan ada asteroid yang akan menabrak bumi beberapa dekade mendatang. Menarik mundur beberapa tahun belakang, rasanya kita cukup familiar dengan berita sejenis. Judul clickbait ditambah gambar CGI asteroid menghantam bumi dengan dahsyatnya. Namun tidak ada asteroid yang benar-benar akan menabrak pascaberita tersebut.
Sepengalaman penulis selama menggunakan sosial media Twitter, beberapa kali kata kunci ‘Asteroid’ masuk trending di Indonesia setelah beberapa media nasional memberitakan tentang ancaman asteroid. Terkadang, kata kunci yang trending juga diikuti dengan kata “NASA”. Beberapa ada yang menanggapnya sebagai candaan, beberapa mengekspresikan panik.
Ketika awam diberi artikel berjudul “Jika Asteroid Tabrak Bumi 24 Juli: Tsunami dan Hamburkan Batu” tentu saja panik adalah respon yang sangat mungkin (disclaimer: Judul berita ini memang ada dan dibuat oleh media berita nasional, penulis sengaja tidak mentautkannya).
Pada Oktober 2020, dunia maya dihebohkan lagi berita yang mengutip NASA bahwa asteroid Apophis (nama lengkapnya 99942 Aphopis) akan menabrak bumi antara tahun 2028 atau 2029. Masih di bulan yang sama yaitu asteroid 2018 VP1 yang dikatakan melintas ‘dekat’ dengan bumi.
Kalau kita ingat berita yang seperti ini beberapa tahun ke belakang, kita sepakat bahwa kabar ‘menakutkan’ ini tidak sekali dua kali tersiar di media nasional, kemudian viral. Siklus terjadi berulang-ulang dengan template yang mirip. Namun karena seringnya berita tersebut, mungkin kita akan bertanya, sebenarnya ‘apa’ yang katanya akan menabrak tersebut? Apakah akan benar-benar menabrak bumi? Bagaimana risikonya apakah berbahaya?
Mengenal Asteroid
Asteroid pada dasarnya layaknya planet, struktur batuan yang mengitari matahari. Hanya saja ukurannya jauh lebih kecil, lebih kecil dari planet kedil. Ukurannya beragam dari 500 km (Vesta) sampai beberapa puluh meter [1]. Sejauh ini terhitung 1.038.716 asteroid yang terpantau oleh ilmuwan [2]. Dan tidak menutup kemungkinan jumlahnya akan bertambah.
Asteroid tersebar di penjuru tata surya sebagai sisa-sisa pembentukan tata surya 4.5 miliyar tahun lalu. Sekitar satu juta asteroid (nyaris 100%) terkonsentrasi di Asteroid Belt atau Main Belt yang terletar diantara planet Mars dan Jupiter.

Ketika ada entri baru dari asteroid, biasanya akan didata ukuran, massa dan lintasan (termasuk orbit dan periode). Dengan data tersebut akan disimulasikan lintasannya beberapa dekade mendatang apakah akan bersinggungan dengan bumi. Beberapa yang berpotensi ‘bersilaturrahmi’ dengan bumi didata dan dimasukan ke daftar ‘Potentially Hazardous Asteroids’ disingkat PHAs. Tidak semua asteroid punya kesempatan memicu bencana bumi.
Asteroid yang berada di sabuk utama tidak menampakan ancaman apa-apa (kecuali terjadi anomali). Dan sisanya asteroid (kira-kira 2.5%) berada di Trojan, dan NEO (Near Earth Object).
Trojan Asteroid
Trojan Asteroid adalah kumpulan asteroid yang terkunci di gravitasi Jupiter dan berada di titik Lagrange Jupiter. Apa itu titik Lagrange? Sederhananya, titik lagrange adalah titik dimana gaya gravitasi dua objek besar (dalam hal ini Jupiter dan Matahari) sama kuatnya dengan gaya sentripetal yang dibutuhkan agar sebuah bergerak bersama objek besar tersebut.

Titik L4 dan L5 (lihat gambar 3) cenderung stabil, sehingga benda yang terperangkap akan tetap disana untuk waktu yang lama. Lagrange point Bumi-Matahari juga digunakan untuk wahana bumi agar stabil tetapi tidak terpengaruh rotasi/revolusi bumi.
SOHO milik ESA menggunakan titik L1 untuk meneliti matahari, berlaku untuk teleskop luar angkasa yang bermisi mirip. James Webb Telescope yang akan meluncur 2021 sebagai penerus Hubble menggunakan titik L2 agar terhindar dari silau matahari.

Lagrange Point Jupiter diyakini berisi 9,072 asteroid [4]. Menariknya lagi, Jupiter bukan satu-satunya planet yang memiliki Trojan. Neptunus menangkap 28 asteroid Trojan, Uranus hanya punya satu, Mars berisikan 9, dan Bumi punya satu yaitu 2010 TK7. Trojan bumi 2010 TK7 ditemukan dengan teleskop luar angkasa WISE tahun 2011. Diameternya sekitar 300 meter dan terletak di L4. Trojan bumi satu-satunya ini ditemukan setelah peneliti cukup lama memperkirakan bahwa bumi seharusnya punya asteroid Trojan.
Mengenal NEO (Near Earth Object)

Near Earth Object adalah kategori mencakup semua asteroid (termasuk komet dengan kriteria khusus) yang perihelion orbitnya berjarak 1.3 AU ke matahari (Astronomical Unit setara jarak rata-rata bumi ke matahari). Perihelion adalah jarak terdekat suatu objek ke matahari. Lawan katanya adalah Aphelion yaitu posisi terjauhnya.
NEO terkadang disebut NEA (Near Earth Asteroid), bedanya NEO lebih umum dan mencakup juga komet revolusi pendek yang jumlahnya sangat sedikit. Dapat dipastikan semua berita dan catatan asteroid yang ‘hampir mampir’ ke bumi adalah golongan dari NEO. Jumlahnya sendiri lebih banyak dibanding total asteroid Trojan, per 12 Desember 2020 terhitung ada 24.532 NEO termasuk 113 komet [3].
Dari sekian banyak tersebut, terhitung 2.153 asteroid merupakan PHA (Potentially Hazardous Asteroid) atau ada sedikit kemungkinan tabrakan dengan bumi. Salah satunya adalah Bennu (nama lengkapnya 101955 Bennu) yang kemarin disinggahi wahana NASA OSIRIS-REx untuk mengambil sampel batuannya. Bennu dengan diameter 400 m memiliki kemungkinan 78 kejadian menabrak bumi tahun 2175 sampai 2199. Kemungkinan bencana tersebut hanya 3.7×10-4. Probabilitasnya dapat dikatakan sangat kecil [5]. Banyak faktor tambahan yang mempengaruhi dinamika orbit NEO. Gaya gravitasi planet dan matahari, efek Yarskovky, dll. Sehingga kejadian tabrakan adalah satu dari sekian puluhan ribu skenario yang mungkin terjadi.
Baca: Mengenal Bola Dyson, Megastruktur Matahari di Masa Depan
Kategorisasi NEO
Untuk asteroid NEO (atau NEA, near earth asteroid), ada 3 kategori yang membedakan orbit dari masing-masing mereka (lihat gambar 3): Amor; Apollo; dan Aten. Amor adalah kelompok yang orbitnya dekat dengan bumi, namun sedikit lebih jauh ke matahari dibanding bumi. Dan juga asteroid Amor tidak bersinggunan dengan orbit bumi sehingga relatif aman dibanding lainnya.
Apollo dan Aten sama-sama bersinggungan dengan orbit bumi, perbedannya terletak pada dimana objek lebih banyak menghabiskan revolusinya, di luar orbit bumi atau di sisi dalam. Asteroid Apollo lebih banyak menghabiskan durasi dan rute revolusinya di luar obit bumi. Sementara Aten lebih dominasi disisi dalam. Kita tidak bisa mengatakan yang satu lebih berbahaya karena bentuk orbitnya, karena dinamika objek di tata surya adalah 3 dimensi, bisa saja objek sering bersinggungan dengan bumi tapi disisi atas bumi.
Namun jika kita berbicara tentang deteksi, Apollo lebih mudah dideteksi karena posisinya yang lebih sering di belakang bumi, teleskop dari bumi bisa mengangkap cahaya pantulan dari asteroid. Tidak seperti Aten yang lebih ke dalam sehingga tidak memantulkan cahaya matahari ke perspektif bumi.
Sebenarnya ada satu kategori lagi, yaitu Atira. Atira mengorbit keseluruhan disisi dalam. Kategori ini jarang disebut karena jumlahnya yang sangat sedikit dan tidak signifikan ketika kita membahas asteroid NEO. Untuk perbandingan jumlah, dari data Discovery Statistic CNEOS NASA [3], Atira baru ditemukan 23 asteroid. Sementara itu, Aten 1,861, Amor 9,056, dan Apollo paling banyak berjumlah 13,600 asteroid.
Berbicara soal deteksi, pada 15 Februari 2013 peneliti mendeteksi dan memberi kabar bahwa asteroid 2012 DA14 akan melintas dekat dengan bumi tetapi tidak membahayakan. Namun pada tanggal yang sama, sebuah meteor melintas dan meledak diatas langit Chelyabinsk, Rusia. Ledakan terjadi beberapa puluh km diatas tanah dan cahayanya lebih terang dari matahari terbit.
Tidak ada korban meninggal tetapi sonic boom yang dihasilkan membuat kerusakan di beberapa bangunan dan melukai ribuan orang. Anehnya, tidak ada deteksi dan peringatan dini sama sekali karena peneliti gagal mendeteksinya. Ketika semua objek disekitar bumi di data, masih ada kemungkinan objek lainnya datang. Dan meteor Chelyabinsk ini berasal dari asteroid luar NEO lebih tepatnya Sabuk Asteroid atau Main Belt. Asteroid yang tidak terdata dan datang ke bumi tanpa deteksi jelas adalah salah satu kekurangan dari sistem observasi manusia. Meteor datang dari arah matahari, yang seperti sudah disebut sebelumnya, sulit untuk dideteksi.
Misi Penjelajahan
Sudah ada beberapa misi penjelahan objek NEO. Beberapa diantaranya karena dekat dan mewakili seluruh asteroid sebagai peninggalan tata surya purba, beberapa yang lainnya punya misi tambahan meneliti tentang resiko tabrakan. Pada Desember 2020, Hayabusa2 milik JAXA Jepang sudah mengirim kembali sampel batuan dan sampai ke bumi dengan selamat.
Asteroid yang menjadi target pengambilan sampel adalah 162173 Ryugu yang merupakan kelompok asteroid Apollo. Hayabusa2 merupakan kelanjutan Hayabusa1 dan berhasil mengambil sampel asteroid 25143 Itokawa yang juga merupakan asteroid Apollo. Hayabusa1 meluncur 2003, sampai di asteroid tahun 2005, mengabil sampel dan mengirimnya kebumi tahun 2010. Selain itu banyak misi terkenal penjelajahan objek NEO seperti OSIRIS-REx (ke Bennu) dan NEAR Shoemaker (ke Eros).
Sejauh ini, penelitian asteroid tertuju untuk meneliti struktur dan material batuan untuk membuka kapsul waktu tata surya. Belum ada misi spesifik untuk meneliti risiko ancaman NEO lebih dalam maupun persiapan jika sesuatu yang buruk terjadi. Ada beberapa skenario yang diusulkan peneliti jika asteroid akan tabrakan dengan bumi dan akan menyebabkan dampak signifikan.
Pertama adalah menghancurkan badan asteroid ketika akan mencapai bumi. Kekurangannya adalah belum ada persenjataan bumi yang menyanggupi tugas ini. Kedua adalah menggunakan roket kemudian membelokan jalur lintasan asteroid sedikit demi sedikit sehingga menghindari bumi. Namun masih saja gaya yang dibutuhkan besar yang artinya butuh banyak roket dan bahan bakar dimana manusia sekarang belum mampu menyanggupinya. Artinya, keseluruhan solusi ini adalah teoritikal.
Upaya paling realistis dan memberi dampak signifikan saat ini adalah memaksimalkan sistem deteksi NEO bumi. Jika ada waktu yang cukup lama antara peringatan dan kejadian, ada waktu untuk evakuasi penduduk. Dan misal asteroid yang menghantam cukup untuk menghancurkan satu kota besar tapi tidak satu bumi, evakuasi ini cukup dilakukan di kota yang diperkirakan akan dihantam (dengan kalkukasi kecepatan dan jalur, titik pendaratan bisa ditunjuk cukup akurat)
Referensi:
[1] https://courses.lumenlearning.com/atd-fscj-introastronomy/chapter/asteroid-classification/ diakses pada 1 Januari 2020.
[2]https://solarsystem.nasa.gov/asteroids-comets-and-meteors/asteroids/in-depth/ diakses pada 1 Januari 2020.
[3]https://cneos.jpl.nasa.gov/stats/totals.html diakses pada 1 Januari 2020.
[4] https://minorplanetcenter.net//iau/lists/Trojans.html diakses pada 1 Januari 2020.
[5]https://cneos.jpl.nasa.gov/sentry/ diakses pada 1 Januari 2020.